UUD 1945 mengamanatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 tujuan tersebut semakin dipertegas dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat yang menyeluruh dan terpadu. Untuk mewujudkannya dibentuk badan penyelenggara berbadan hukum berdasarkan prinsip gotong royong, nirlaba, bersifat wajib dan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Penyusunan UU nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS merupakan pelaksanaan dari UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memberikan kepastian hukum bagi pembentukan BPJS dalam pelaksanaan jaminan sosial bagi seluruuh rakyat. Dilakukan transformasi beberapa kelembagaan seperti PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan lainnya dengan pengalihan peserta, program, aset, pegawai dan lain sebagainya. Dibentuklah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk menterjemahkan lebih lanjut maka diterbitkan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 75 thun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan juga telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dari 108 pasal yang ada di dalamnya ada beberapa pasal yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memaksimalkan layanan BPJS Kesehatan dalam memberi layanan jaminan kesehatan.
Pada Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa setiap penduduk wajib ikut serta dalam program jaminan kesehatan. Pada Pasal 15 ayat (1) disebutkan setiap pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja wajib mendaftarkan diri pada BPJS kesehatan. Hal ini tidak efisien dan membuat layanan kesehatan masyarakat menjadi terganggu justru di saat-saat layanan kesehatan sangat dibutuhkan. Harus kita akui bahwa masih banyak rakyat yang kurang kesadarannya untuk mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan dikarenakan merasa tidak mampu membayar iuran padahal apabila rakyat merasa tidak mampu maka akan masuk dalam kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang mana iuran tidak dibayar oleh rakyat tapi dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Ketika rakyat yang bukan peserta BPJS ini sakit berat dan memerlukan fasilitas layanan BPJS Kesehatan maka dilakukanlah pendaftaran kepesertaan. Namun ternyata pembayaran iuran pertama paling cepat 14 hari kalender dan baru di saat itu hak dan manfaat jaminan kesehatan bisa diperoleh. Sehingga apabila rakyat sakit masuk IGD sekaligus mendaftar kepesertaan BPJS Kesehatan di hari pertama sakit maka pada hari keempat belas baru bisa mendapat fasilitas BPJS Kesehatan dan pada 13 hari pertama harus membayar sendiri semua biaya perobatan. Ini tentu belum sejalan dengan spirit pembentukan jaminan sosial nasioal melalui BPJS Kesehatan. Oleh karena itu harus dilakukan perubahan sistem tata cara kepesertaan BPJS Kesehatan dari semula rakyat harus mendaftarkan diri dirubah menjadi kepesertaan otomatis. Semua rakyat yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan diotomatiskan mendapat kepesertaan BPJS Kesehatan dengan cara link data antara database BPJS Kesehatan dengan database aplikasi kependudukan. Kartu peserta BPJS Kesehatan dibagikan secara gratis ke seluruh rakyat melalui struktur negara terendah seperti kepala desa, kepala dusun, kepala lingkungan, ketua RT RW. Dengan demikian ketika rakyat mendadak sakit sudah bisa langsung mendapat layanan BPJS Kesehatan. Kalaupun ada yang tercecer dan belum terdata dengan baik ketika ada rakyat yang belum mempunyai kartu kepesertaan BPJS Kesehatan dan mendadak sakit atau sakit berat maka pada hari pertama pendaftaran kepesertaan BPJS sudah harus bisa mendapatkan fasilitas layanan BPJS Kesehatan. Semua prosedur yang bertentangan dengan prinsip efisiensi dan efektifitas harus dihapus demi kesehatan rakyat Indonesia.
Pada Pasal 32 ayat (1) disebutkan batas tertinggi gaji atau upah perbulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran sebesar Rp. 12.000.000 dan batas terendah sebesar upah minimum kabupaten/kota. Hal ini tentunya akan sangat mengurangi total pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta penerima gaji/upah. Dengan gaji/upah Rp. 12.000.000 perbulan maka akan diperoleh iuran sebesar 5 % atau Rp. 600.000 perbulan. Sebagaimana kita ketahui para penerima gaji/upah di atas Rp. 12.000.000 perbulan jumlahnya banyak sekali baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Seperti pada pemerintah daerah, sebagian eselon III ada yang penghasilan perbulannya melebihi Rp. 12.000.000. Semua eselon II dan eselon 1 penghasilan total perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Pejabat negara sebagian besar penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Karyawan swasta yang berasal dari sarjana penghasilan perbulannya sudah melebihi Rp. 12.000.000. Bahkan yang memiliki penghasilan melebihi ratusan juta juga tidak sedikit. Maka batas tertinggi penghasilan perbulan hanya sebesar Rp. 12.000.000 ini sangat menodai rasa keadilan publik. Pasal ini harus dicabut. Tidak boleh ada batas tertinggi tapi semua penghasilan di atas UMR wajib menjadi dasar perhitungan besaran iuran. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 12.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 600.000. Bila total penghasilan perbulannya Rp. 100.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 5.000.000. Bila total penghasilan pebulannya Rp. 500.000.000 maka dikenakan iuran 5 % atau Rp. 25.000.000. Bila penghasilan perbulannya fluktuatif seperti pada jenis pekerjaan tertentu di swasta seperti sales marketing maka dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR. Pokoknya berapapun penghasilan perbulannya dikenakan iuran 5 % asalkan di atas UMR dengan komposisi 1 % dibayar si pekerja dan 4 % dibayar instansi pemberi kerja. Dengan sistem seperti ini maka pasal 29 yang mengatur tentang iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang dibayar oleh pemerintah atau pemerintah daerah bisa diturunkan dengan catatan neraca keuangan BPJS Kesehatan tidak defisit.
Pada Pasal 46 menjelaskan manfaat yang dijamin. Berarti ada manfaat yang tidak dijamin sebagaimana dijelaskan pada Pasal 52. Ini jelas tidak sejalan dengan spirit jaminan kesehatan nasional. Semua jenis layanan puskesmas dan rumah sakit baik penyakit, obat dan lain sebagainya wajib diperoleh semua rakyat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Kantor Cabang BPJS pada umumnya masih mengkontrak terutama yang berada di kabupaten. Biaya kontrakan ini tentunya menjadi beban biaya tersendiri. Apalagi akan ada dua kantor BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Untuk efisiensi dan efektifitas maka sebaiknya semua RSUD wajib menyediakan ruangan yang memadai untuk menjadi kantor BPJS Kesehatan di seluruh daerah. Dan struktur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimerger saja menjadi satu dan layanan ketenagakerjaan dijadikan bagian dari BPJS Kesehatan. Jadi cukup hanya satu BPJS.
Untuk kedisiplinan pembayaran iuran memang sering sekali terjadi penunggakan terutama kepada peserta bukan penerima upah. Terkadang bukan dikarenakan niat tidak baik seperti sengaja tidak mau membayar namun terkadang dikarenakan kesibukan maka sering kelupaan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan proses peringatan sebagaimana terjadi pada layanan kartu kredit yang apabila kita lupa membayar cicilan bulanan kartu kredit maka pemilik kartu kredit akan mendapat telpon peringatan. Demikian juga pada tunggakan pembayaran iuran BPJS Kesehatan perlu dibuat telpon peringatan untuk membayar tunggakan yang mana apabila setelah diberikan telpon peringatan ternyata belum juga terjadi pembayaran maka perlu diatur kerjasama dengan perbankan untuk melakukan proses autodebet terhadap rekening peserta apabila saldonya mencukupi.
Peraturan dan pengaturan dibuat untuk menjamin dan memudahkan pencapaian sebuah cita-cita. Peraturan dan pengaturan BPJS seharusnya lebih mnjamin dan lebih memudahkan tercapainya cita-cita layanan jaminan kesehatan nasional. Regulasi harus terus disempurnakan melalui pengalaman, pengamatan dengan kreatifita dan inovasi.
Rakyat adalah pemilik negara ini. Rakyat sehat negara kuat.
Salam reformasi.
14 mei 2022.
* * *