Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota Menjadi Undang-Undang pasal 201 ayat 8 dinyatakan bahwa pemungutan
suara serentak nasional kepala daerah dilaksanakan pada bulan November 2024
bersamaan tahunnya dengan pemilihan DPR dan Presiden. Dari simulasi yang telah
dilakukan direncanakan pemilu legislatif dan Presiden akan dilaksanakan pada
hari Rabu tanggal 28 Februari 2024 dan pilkada pada hari Rabu tanggal 27
Oktober 2024. Pada tahun 2022 akan ada 101 daerah yang akan habis masa jabatan
kepala daerahnya yaitu 7 gubernur, 76 bupati dan 18 walikota. Pada tahun 2023
akan ada 170 daerah yang akan habis masa jabatan kepala daerahnya yaitu 17
gubernur, 38 walikota dan 115 bupati. dengan demilian akan ada total 271
penjabat kepala daerah pada waktu pemilu/pilkada serentak tahun 2024.
Pemilu/pilkada
serentak tahun 2024 akan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 86 trilyun pada
pelaksanaan pemilu legislatif/presiden dan Rp. 26 trilyun untuk pelaksanaan
pilkada serentak. Total anggaran akan berjumlah Rp. 112 trilyun. Anggaran itu
sebagian besar akan dihabiskan untuk belanja barang/jasa dan honorarium
penyelenggara dan pengawasan pemilu/pilkada. Sedangkan untuk biaya kampanye dan
tim sukses/relawan kandidat akan ditanggung oleh masing-masing kandidat.
Biaya
besar tersebut dikarenakan metode pelaksanaan pemilu/pilkada masih konvensional
dan banyak proses administrasi dan teknis yang masih bersifat manual. Sifat manual
menyebabkan banyak membutuhkan biaya. Tingginya biaya akan menguras anggaran
negara dan masing-masing kandidat. Hal ini tidak efisien dan tidak sehat untuk
kehidupan demokrasi serta masa depan berbangsa dan bernegara dikarenakan
kesempatan akan didominasi oleh kandidat bermodal besar sedangkan kandidat
bermodal pas-pasan diperkirakan akan kalah karena kurang modal. Biaya politik
tingkat tinggi ini akan menjadi penyebab utama terjadinya korupsi ketika duduk
di kursi kekuasaan. Sudah ada 12 menteri, 274 anggota DPR/DPRD dan 119 kepala
daerah yang ditangkap KPK.
Hal
ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Harus ada inovasi dan terobosan yang
bernama Pemilu/pilkada online. Semua tahapan dari awal sampai akhir termasuk
kampanye harus online. Namun inovasi ini terkendala terutama pada dukungan
politik, waktu persiapan yang kurang dan pengalaman yang belum pernah ada. Data
kependudukan yang menjadi kendala utama terutama di pedesaan terpencil.
Secara
teknis pemilu/pilkada online ini dapat dirancang sedemikian rupa oleh KPU
bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Informasi perguruan tinggi. Baik
perancangan, pengoperasian maupun pemeliharaan serta penangkisan dari serangan
hacker sepenuhnya ditangani oleh Fakultas Teknologi Informasi perguruan tinggi.
Mereka memiliki SDM yang lebih dari cukup mulai dari setingkat Profesor, doktor
maupun magister serta mahasiswa yang siap membantu di segala bidang. Pelaksanaan
pemilu/pilkada online ini akan sangat menghemat biaya administrasi, teknis
serta mencegah konflik horizontal pendukung yang selalu terjadi akibat sengketa
dugaan kecurangan serta konflik konstitusional di Mahkamah Konstitusi akibat
sengketa yang didominasi dugaan kecurangan suara. Juga menghemat biaya untuk operasional
tim sukses dan relawan karena sifat online hanya dibutuhkan sedikit tim sukses
dan relawan bahkan keberadaan relawan bisa dihapuskan. Bagaimanapun juga jumlah
tim sukses dan relawan harus dibatasi, di samping tidak diperlukan dalam jumlah
banyak juga untuk membatasi kesempatan dan ruang gerak untuk politik uang.
Namun
kembali kita dihadapkan pada kendala kesiapan di lapangan terutama di pedesaan
terpencil. Namun juga ide dan inovasi pemilu/pilkada online harus terus
disuarakan. Oleh karena itu saya mengusulkan agar pemilu/pilkada tahun 2024 dilaksanakan
secara hibrida di mana pada 10 kota terbesar (Jabodetabek, Bandung, Serang,
Semarang, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Malang, Medan, Makassar) dilaksanakan
pemilu/pilkada secara online sedangkan di tempat lainnya dilaksanakan secara
manual konvensional. Pada tahun 2029 juga dilaksanakan secara hibrida namun
pelaksanaan pemilu/pilkada online diperluas ke seluruh pemerintah kota
seIndonesia sedangkan di daerah kabupaten masih bersifat manual konvensional. Baru
pada tahun 2034 pemilu/pilkada online dilaksanakan 100 % di seluruh
kabupaten/kota seIndonesia.
Selain
dari faktor efisiensi biaya dan waktu, hal utama yang ingin kita raih dari
pelaksanaan pemilu/pilkada online ini adalah memberi kesempatan yang lebih
besar kepada kandidat berkualitas namun minim biaya untuk memperoleh kesempatan
yang sama untuk memenangkan pemilu/pilkada serentak. Sehingga persentase SDM
berkualitas di legislatif maupun kepala daerah bisa kita tingkatkan untuk lebih
mensukseskan pembangunan di segala bidang termasuk pembangunan pemberantasan
dan pencegahan korupsi terintegrasi. KPK dan perguruan tinggi sangat diharapkan
dukungannya terhadap inovasi pemilu/pilkada online ini.
Salam
reformasi
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar