(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis pada link http://birokratmenulis.org/7-langkah-penanganan-covid-19-menghadapi-puncak-arus-mudik/).
Virus Corona adalah virus yang
menyerang sistem pernafasan menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan,
pneumonia akut sampai kematian. Virus ini bisa menyerang siapa saja. Pertama
kali ditemukan di kota Wuhan China pada akhir Desember 2019 dan menular secara
cepat ke seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Penularan antar manusia
terjadi dengan cepat akibat interaksi sosial dan bisnis antar negara.
Gejala umum yang bisa menandakan
seseorang terinfeksi virus Corona yaitu demam tubuh di atas 38 derajat celcius,
batuk kering tak berkesudahan dan sesak nafas. Seseorang yang baru kembali dari
daerah yang memiliki kasus Covid-19 atau berinteraksi dengan seseorang yang
terdeteksi menderita infeksi virus Corona seharusnya memeriksakan diri ke RSU terdekat.
Bila kemungkinan terpapar virus Corona akan dirujuk ke RSU rujukan yang telah
ditunjuk.
Cara penularan Covid-19 terutama
secara tanpa sengaja menghirup percikan ludah dari bersin atau batuk penderita,
memegang mulut atau hidung tanpa cuci tangan setelah menyentuh benda yang
terpapar dari penderita Covid-19 atau kontak jarak dekat dengan penderita
Covid-19 lewat sentuhan atau jabat tangan. Pemeriksaan lanjutan melalui uji
sampel darah, tes tenggorokan dan rontgen dada mendeteksi infiltrat atau cairan
paru-paru. Perawatan dan karantina hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang
ditunjuk atau RSU rujukan.
Pencegahan yang bisa dilakukan
adalah dengan menghindari keramaian, menggunakan masker, rutin mencuci tangan,
meningkatkan daya tahan tubuh melalui pola hidup sehat, jangan menyentuh mata dan
mulut dan hidung sebelum mencuci tangan, menghindari kontak dengan hewan liar, tutup
mulut dan hidung saat batuk atau bersin, hindari berdekatan dengan orang yang
sedang sakit demam dan batuk atau pilek dan menjaga kebersihan lingkungan.
Puncak pandemi Covid-19
diperkirakan terjadi pada akhir bulan Mei 2019. Puncak arus mudik juga
diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2019. Lalu lintas pergerakan manusia lintas
daerah akan mengami puncaknya pada rutinitas mudik lebaran. Baik pergerakan
dari kota ke desa, antar provinsi, dari ibukota provinsi ke kabupaten, antar
kota/kabupaten, dari kabupaten/kota ke desa atau antar desa bahkan antar rumah
dalam bentuk silaturrahmi lebaran antar masyarakat. Diperkirakan arus mudik
dari kota perantauan ke daerah asal bisa mencapai puluhan juta orang dan
terjadi di seluruh kabupaten/kota. Mereka mayoritas bekerja atau menempuh
pendidikan di perkotaan. Pergerakan arus mudik ini dikhawatirkan akan
meningkatkan penyebaran Covid-19. Selama ini interaksi manusia antar daerah
terjadi secara alami didominasi oleh arus perdagangan antar daerah. Ini
nantinya akan dikalahkan oleh arus mudik antar daerah.
Pemerintah terlihat dilematis
dalam mengambil keputusan untuk membuat larangan mudik. Walaupun dilarang mudik
namun diprediksi larangan akan tidak diperdulikan.
Tidak sampai 2 bulan lagi puncak
arus mudik akan terjadi. Antisipasi Pemerintah Pusat dan Daerah harus lebih
ditingkatkan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain :
Yang pertama : Meningkatkan wewenang
garis komando Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Kementerian
Kesehatan, Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota, RSU pemerintah dan swasta
serta puskesmas. Sekat-sekat garis komando antar instansi baik sesama lembaga pemerintah
pusat maupun lembaga pemerintah daerah perlu dihilangkan dan memberikan
wewenang penuh kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan
Kementerian Kesehatan untuk bisa mengatur secara langsung seluruh Dinas
Kesehatan Daerah dan RSU Pemerintah/swasta serta Puskesmas. Sekat garis komando
ini bisa menghambat efektifitas dan efisiensi penanganan puncak pandemi pada
arus mudik bulan mei nantinya. Sebagai contoh sampai saat ini pengadaan dan
distribusi masker dan APD masih kurang koordinasi. Rantai birokrasi keuangan
daerah masih menjadi hambatan akibat adanya ketakutan untuk bergerak cepat membelanjakan
keuangan daerah diakibatkan harga barang yang melambung tinggi yang
dikhawatirkan akan menjadi masalah pasca pandemi nantinya. Dengan meningkatkan
garis komando maka Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bisa membackup
seluruh Dinas kesehatan Daerah maupun RSU pemerintah/swasta dalam merelokasi
anggaran dan pembelanjaan anggaran dan barang yang dibutuhkan. Termasuk
perlunya wewenang diskresi dalam keadaan tidak terkendali nantinya di mana
dimungkinkan untuk belanja barang terlebih dahulu dengan pembayaran dan
pengalokasian anggaran menyusul nantinya.
Yang kedua : Skenario cadangan
RSU rujukan dan kesiapan tenaga medis. Kapasitas dan daya tampung semua RSU
rujukan saat ini tidak akan sanggup menampung puncak pandemi nantinya.
Diperlukan beberapa skenario cadangan dan langkah bertahap yang terukur menuju
puncak pandemi. Saat ini RSU rujukan masih terpusat di beberapa RSU di
perkotaan terutama di ibukota provinsi. Diperlukan skenario cadangan pertama
berupa satu RSU rujukan untuk menangani lima kabupaten/kota dan skenario
cadangan kedua berupa satu RSU rujukan untuk menangani tiga kabupaten/kota dan
skenario cadangan ketiga berupa satu RSU rujukan untuk menangani satu
kabupaten/kota. Skenario cadangan ini pada beberapa daerah sudah perlu untuk
diterapkan terutama pada daerah yang memiliki kondisi geografis yang tidak
mendukung yang memiliki waktu tempuh dari daerah menuju RSU rujukan di atas 3
jam. Sudah ada pasien PDP yang meninggal di perjalanan sebelum sampai di tujuan
RSU rujukan. Di bulan April skenario satu RSU rujukan menangani lima
kabupaten/kota sudah bisa diterapkan di beberapa propinsi tertentu. Dan di
bulan Mei skenario satu RSU menangani tiga kabupaten/kota sudah bisa diterapkan
di beberapa provinsi tertentu. Skenario terburuk di bulan Juni satu RSU rujuan
menangani satu kabupaten/kota. Mudah-mudahan skenario terburuk tidak perlu
terjadi namun harus tetap diantisipasi kemungkinan terjadinya. Untuk semua
skenario ini semua RSU harus memiliki daya dukung tenaga medis dan peralatan
serta barang-barang yang diperlukan. Manajemen distribusi menjadi sangat
penting di sini. Pada desa-desa tertentu yang secara geografis butuh waktu lama
menuju RSU rujukan diperlukan penyiapan terhadap Puskesmas sebagai tempat
penanganan awal ataupun pengecekan awal terhadap pasien yang ingin mencek
dirinya apakah terpapar virus Cocona. Penyiapan ini harus dilakukan sedini
mungkin agar tidak terburu-buru nantinya apabila terjadi puncak pandemi.
Yang ketiga : Produksi masal
masker, obat, bahan kimia dan alat pelindung diri. Di setiap provinsi harus
bisa memproduksi masker, bahan kimia seperti hand sanitizer dan alat pelindung
diri. Sedangkan obat-obatan yang diperlukan perlu ditingkatkan produksinya oleh
pabrik BUMN maupun swasta. Bila perlu dilakukan impor. Beberapa daerah dan
beberapa kampus serta usaha swasta sudah bergerak memproduksi barang kebutuhan
penanganan Covid-19 namun produksi ini belum terorganisir dengan baik dan belum
mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan dan produksi. Untuk kebutuhan
masker dan hand sanitizer minimal 1 keluarga memiliki jumlah minimal keperluan
yang dibutuhkan. Saat ini masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki masker
dan hand sanitizer sama sekali. Untuk obat-obatan dan alat pelindung diri semua
RSU rujukan harus memiliki jumlah sesuai kebutuhan. Manajemen produksi,
distribusi dan konsumsi harus ditingkatkan di bawah 1 koordinasi dan komando.
Yang keempat : Pemantauan pusat
keramaian. Beberapa pusat keramaian yang sama sekali belum bisa dikosongkan
adalah pusat pasar tradisional dan terminal angkutan daerah. Ini terkait dengan
sumber mata pencaharian masyarakat. Sebagian besar berada di daerah masih
berjalan sebagaimana biasanya tanpa adanya upaya edukasi untuk pemakaian
masker, penyemprotan desinfektan dan sarana cuci tangan. Kalaupun kesadaran itu
ada namun ketersediaan barang di pasaran tidak mendukung. Pedagang, para supir
angkutan dan becak masih bekerja tanpa pengamanan minimal. Padahal mereka semua
berinteraksi dengan puluhan dan ratusan pelanggan. Beberapa tempat ibadah belum
mengindahkan perlunya pencegahan Covid-19. Ibadah berjamaah masih berlangsung.
Sarana ibadah berupa tikar dan karpet masih di tempatnya tanpa adanya
kekhawatiran sama sekali. Mereka semua selayaknya diwajibkan memakai masker,
memiliki hand sanitizer, sarana cuci tangan dan bilik desinfektan. Setiap hari
selayaknya dilakukan penyemprotan desinfektan oleh pemerintah daerah. Masker
selayaknya dibagikan secara gratis. Tikar dan karpet untuk sementara tidak
perlu dipergunakan dulu. Di setiap pasar tradisional harus dibangun sarana cuci
tangan yang mencukupi. Semua terminal angkutan harus dibangun sarana cuci
tangan yang mencukupi.
Yang kelima : Kesiapan anggaran.
Beberapa regulasi sudah dipersiapkan. Baik regulasi yang sudah ada sebelumnya
maupun regulasi baru. Semuanya untuk mendukung kesiapan anggaran yang
dibutuhkan terutama di daerah. Baik APBN, APBD maupun dana desa. Namun di
beberapa daerah kesiapan anggaran ini belum terkoordinasi dengan baik. Bisa
jadi dikarenakan adanya kekhawatiran salah langkah maupun adanya ketidakfahaman
tentang tata kelola anggaran khusus untuk penanganan bencana yang bisa berujung
ke permasalahan hukum. Diperlukan regulasi yang lebih sederhana, koordinasi
yang lebih praktis dan kenyamanan dalam bekerja agar relokasi dan alokasi
anggaran bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan masalah hukum baru di
kemudian hari. Diperlukan pemaksanaan persentase anggaran minimal pada tiap APBN,
APBD, dana BOK (bantuan operasional kesehatan) pada puskesmas dan dana desa
untuk dana kesiapsiagaan bencana.
Yang keenam : Sosialisasi dan peningkatan
kesadaran masyarakat. Sosialisasi masih kurang efektif mengingat rendahnya
kesadaran masyarakat. Diperlukan dukungan tokoh agama dan tokoh masyarakat
untuk membantu sosialisasi dan membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan
bahaya Covid-19, perlunya pencegahan yang diperlukan, nutrisi/rempah-rempah
yang perlu dikonsumsi untuk meningkatan daya tahan tubuh dan yang paling
penting adalah kesadaran untuk memeriksakan diri apabila terjadi gejala klinis
pada diri sendiri. Aktifitas keagamaan secara berjamaah adalah situasi paling
sulit untuk dilakukan sosialisasi dan untuk ini maka prioritas utama adalah
penyadaran pada tokoh agama dulu dan kemudian tokoh agama tersebut yang
melakukan sosialisisi dan penyadaran pada anggota jamaahnya bahwa dalam kondisi
tidak normal sekarang ini perlu penundaan aktifitas keagamaan berjamaah dan
apabila situasi sudah normal kembali maka aktifitas keagamaan berjamaah akan
dijalankan kembali.
Yang ketujuh : Kerjasama antar
lembaga penelitian. Beberapa lembaga penelitian seperti perguruan tinggi sudah
bergerak melakukan penelitian untuk mencari obat ataupun formula mencegah
Covid-19. Namun gerakan penelitian ini masih berjalan sendiri-sendiri.
Diperlukan pola kerjasama antar lembaga baik tukar-menukar informasi maupun
kerjasama uji coba sehingga di samping mempercepat penemuan yang diinginkan
juga bisa menghemat anggaran pengeluaran. Dengan adanya teknologi informasi
maka semestinya tukar menukar informasi ini mudah untuk dilakukan. Dukungan pendanaan
dar industri juga sangat diperlukan dalam mendukung penelitian tersebut.
Demikian beberapa langkah yang
bisa dilakukan dalam rangka mengantisipasi puncak pandemi Covid-19 yang
diperkirakan terjadi bersamaan dengan puncak arus mudik pada akhir bulan Mei
nantinya. Mudah-mudahan bencana dunia ini segera berakhir. Amin.
Rahmad Daulay
5 april 2020.
*
* *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar