Akhirnya revisi UU KPK telah
disahkan pada 17 September 2019 dan mulai berlaku 17 Oktober 2019. Banyak pro
kontra di masyarakat terutama di media sosial dan elektronik dalam kaitannya
dengan masa transisi kepemimpinan KPK, pelantikan presiden dan MPR/DPR/DPD/DPRD
yang baru. Masing-masing pihak memiliki pendapat dan argumentasi masing-masing.
Tentunya semua pendapat bermuara pada tujuan pemberantasan tindak pidana
korupsi namun perbedaannya pada cara dan metode serta skala prioritas yang
diutamakan.
Saya sendiri memandang bahwa era penindakan
sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi belum memberi hasil yang signifikan.
Pada instansi yang sama terjadi beberapa kali OTT pada pimpinannya. Terakhir
pada kasus Walikota Medan yang merupakan OTT penutup dengan payung hukum UU KPK
yang lama. Banyak faktor yang menjadi penyebab kurang maksimalnya hasil dari
operasi penindakan KPK dalam memberantas korupsi. Mulai dari payung politik,
organisasi, kemitraan, rentang kendali, dukungan anggaran, SDM serta seksinya
APBN/APBD sebagai ujung tombak logistik politik. Organisasi yang dimiliki
terpusat di Jakarta dan hanya memiliki beberapa satgas pencegahan di beberapa
provinsi dengan SDM yang sangat terbatas. Kemitraan yang kurang dan justru yang
muncul di permukaan adalah rivalitas dengan Kepolisian dan Kejaksaan serta
Inspektorat yang tidak berkuku. Rentang kendali yang lemah di mana jumlah
instansi pemerintah yang diawasi jauh lebih banyak dari jumlah pegawai KPK.
Anggaran yang sangat minim. SDM yang didominasi latar belakang penindakan
(polisi, jaksa, auditor). Minimnya SDM yang menguasai modus operasi dan mata
rantai korupsi. Dan yang paling utama adalah APBN/APBD masih menjadi jantung
logistik roda politik sehari-hari dengan memperalat birokrasi di semua
tingkatan.
Saya sendiri mendukung perubahan
paradigma dari penindakan ke pencegahan korupsi KPK. Waktu 16 tahun sudah lebih
dari cukup bagi penindakan. Kini kesempatan diberikan dulu ke pencegahan. Saya
mencoba untuk urun rembug tentang upaya mengedepankan pencegahan sebagai ujung
tombak pemberantasan korupsi KPK ini.
Saya mulai dari payung politik
yang kini sudah disahkan dan diberlakukan. Payung politik ini perlu
diterjemahkan lagi menjadi regulasi yang lebih operasional mulai dari Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan KPK, Peraturan Menteri sampai pada
Peraturan Daerah. Produksi peraturan ini harus efektif efisien dan produktif.
Digodok sendiri oleh KPK dan ditindaklanjuti oleh instansi lainnya setelah
mendapat supervisi dari KPK.
Dari segi organisasi, KPK perlu
dimekarkan pada fungsi pencegahannya dimulai dari Kantor Regional Pencegahan
KPK Wilayah Timur dan Kantor Regional Pencegahan KPK Wilayah Barat. Secara
perlahan tapi pasti nantinya Kantor Regional Pencegahan KPK ini akan dibentuk
di pulau-pulau besar setidaknya di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Papua. Kantor Regional Pencegahan KPK ini membentuk jejaring kerja dan
memperluas rentang kendali dengan menjalin mitra strategis dengan struktur
Kepolisian dan Kejaksaan serta Inspektorat (Kementerian dan Pemerintah Daerah).
Jejaring ini berfungsi sebagai secara struktural dan fungsional. Secara
struktural di Kepolisian dan Kejaksaan serta
Inspektorat dibentuk struktur baru bidang pencegahan. Struktur ini sampai ke
tingkat desa. Jejaring ini akan berfungsi dalam proses birokrasi sehari-hari.
Jejaring kerja ini diprioritaskan untuk mencegah terjadinya korupsi baik yang
melekat pada lemahnya regulasi, penerapan regulasi dan penyimpangan regulasi
serta tabiat yang melekat pada pimpinan birokrasi. Jejaring kerja ini juga
harus memprioritaskan dan masuk dalam pimpinan lembaga seleksi-seleksi pimpinan
mulai dari seleksi eselon birokrasi, KPU, Bawaslu, Panwas. Jejaring kerja ini
juga melakukan pencegahan terhadap biaya politik yang tinggi mulai dari
regulasi sampai ke tingkat teknis. Mata rantai politik berbiaya tinggi
dipangkas namun disediakan fasilitas IT sebagai pengganti tim kampanye yang
bisa menyentuh sampai ke setiap individu.
Juga diperlukan forum pertemuan
berkala paling tidak sekali 3 bulan dalam rangka monitoring dan evaluasi
persektor skala prioritas antara jejaring KPK dengan birokrasi terkait.
Misalnya untuk pemerintah daerah dilakukan pertemuan berkala antara KPK dengan
kepala dinas tertentu dengan skala prioritas 5 anggaran terbesar sebagai forum ingat
mengingatkan untuk mempersempit ruang gerak kesempatan dan keinginan untuk
korupsi disertai ancaman akan diberikan penindakan dan OTT apabila tidak ada
respon positif terhadap pencegahan. Tanpa korupsi kepala dinas maka kepala
daerah tidak akan bisa apa-apa.
Semua hal di atas tentunya harus
didukung oleh pendanaan. Perlu diatur berapa persen alokasi anggaran APBN untuk
KPK, berapa persen anggaran APBD untuk Inspektorat, berapa persen anggaran
Kementerian untuk Inspektorat Jenderal, berapa persen anggaran Kepolisian dan
Kejaksaan untuk struktur pencegahannya. Dan tentunya alokasi anggaran yang
besar ini tidak menjadi sumber masalah baru atau lahan korupsi baru. Dibutuhkan
regulasi, sistem dan SDM yang sepadan untuk mengelola anggaran besar ini.
Dan yang paling utama adalah
mengubah minset para politisi dan birokrasi dari menjadikan APBN/APBD sebagai sumber
utama logistik politik dan memperkaya diri menjadi orientasi bisnis dan
wirausaha baru yang sebenarnya sangat menjanjikan. Dibutuhkan adanya
pikiran-pikiran cerdas untuk mengembangkan sektor wirausaha dan bisnis sebagai
tulang punggung logistik politik dan sumber penghasilan baru bagi para birokrat
sebagai pengganti korupsi APBN/APBD. Tingginya angka impor berbagai komoditi
adalah salah satu potensi wirausaha dan bisnis yang perlu dikembangkan.
Berkembangnya bisnis berbasis IT juga merupakan potensi baru bagi para politisi
dan birokrasi sehingga korupsi APBN/APBD bisa dikurangi secara signifikan.
Tentunya dibutuhkan dukungan perbankan untuk mendukung program ini. Sektor
kelautan juga memiliki potensi besar untuk menjadi objek pengembangan wirausaha
dan bisnis. Para pakar wirausaha dan bisnis sangat diharapkan pemikirannya dan
ini perlu dilembagakan agar bisa fokus dan terarah dalam mewujudkan reorientasi
korupsi menjadi orientasi wirausaha dan bisnis.
Sedangkan dari sisi rakyat juga
perlu perubahan paradigma. Rakyat pada saat pemilu dan pilkada memiliki
semangat balas dendam yang tinggi kepada para politisi dan pejabat negara yang
berpolitik. Rakyat berpikiran bahwa hanya sekali dalam 5 tahun bisa mengerjai
para politisi dengan menerima semua uang yang dibagi-bagi oleh semua kontestan
politik. Akibatnya kontestan yang tidak bermodal akan dipastikan kalah tidak
mampu bersaing sehingga yang terpilih adalah yang mampu mengeluarkan biaya
besar. Rakyat harus dididik menjadi pemilih cerdas dengan mengambil semua uang
yang ditawarkan namun pilihan tetap kepada yang terbaik tapi tidak menawarkan
uang pada saat pemilu dan pilkada. Namun cara ini sulit dengan kondisi ekonomi
rakyat yang masih memprihatinkan. Oleh karena itu apabila kita ingin
mencerdaskan rakyat dalam berpolitik maka kondisi ekonominya juga harus
diperbaiki. Salah satu cara adalah dengan menjadikan Kementerian Tenaga Kerja
sebagai ujung tombak meningkatkan ekonomi rakyat. Rakyat terlatih harus
diperbanyak jumlahnya baik yang siap kerja maupun yang siap membuka lapangan
kerja. Sektor pertanian dan pengolahannya merupakan sektor terluas untuk
membuka lapangan kerja dan pelatihan BLK di sektor ini harus dikembangkan. Semua
rakyat yang belum bekerja pada usia produktif harus diberikan pembekalan
keterampilan melalui Balai latihan Kerja pemerintah dan swasta. Perbankan wajib
membantu dari segi permodalan untuk usaha kecil yang akan didirikan. Tentunya
Kementerian Tenaga Kerja harus dipimpin oleh seorang profesional baik dari
parpol ataupun dari non parpol. Anggaran Kementerian Tenaga Kerja juga harus ditingkatkan
secara signifikan. Dalam waktu 5 tahun ke depan kita harapkan sektor
ketenagakerjaan sudah bisa membuka lapangan kerja baru secara signifikan
sehingga pada pemilu 5 tahun ke depan politik uang sudah tidak laku lagi karena
sebagian besar rakyat sudah bekerja atau bisa membuka lapangan kerja baru.
Banyak harapan yang tertumpu di
bahu KPK. Dan kita berharap KPK bisa bergerak bersama-sama dengan semua lembaga
pemerintah lainnya dalam mewujudkan visi pencegahan KPK ini.
Kita tunggu gebrakan selanjutnya.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
17 Oktober 2019.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar