Dalam pembangunan nasional, jasa
konstruksi mempunyai peranan penting berupa sarana dan prasarana yang berfungsi
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan di berbagai bidang. Jasa
konstruksi diharapkan semakin tumbuh berkembang mendukung pembangunan nasional
dan dapat meningkatkan kehandalannya dalam bentuk struktur usaha yang kokoh dan
mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Kehandalan
tersebut tercermin dalam daya saing dan kemampuan melaksanakan pekerjaan
konstruksi secara efektif, efisien, struktur usaha yang kokoh didukung sumber
daya manusia yang berkualitas.
Dewasa ini jasa konstruksi banyak
diminati masyarakat di berbagai tingkatan ditandai dengan semakin banyaknya
jumlah perusahaan yang lahir dan diwadahi oleh banyak asosiasi perusahaan. Peningkatan
ini belum diikuti dengan peningkatan kualitas dan kinerja yang tercermin dalam
mutu produk konstruksi, ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi biaya dan waktu,
modal kerja dan teknologi yang digunakan serta tingkat konflik yang terjadi.
Hal ini disebabkan salah satunya karena persyaratan usaha serta persyaratan
keahlian dan keterampilan tenaga kerja konstruksi yang belum handal. Demikian
juga di pihak pemerintah terutama pemerintah daerah kualitas manajemen
proyeknya masih perlu ditingkatkan.
Belakangan ini banyak disoroti
tentang kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Sebagian di antaranya sudah rusak
padahal masih berada pada periodesasi umur bangunan konstruksi. Sebagian lagi
sudah rusak padahal masih berada pada masa pemeliharaan. Sebagian lagi sudah
rusak pada masa pelaksanaan pekerjaan. Ini patut menjadi perhatian kita
bersama. Di samping mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat tidak bisa
maksimal memanfaatkannya. Juga mengakibatkan adanya korban secara hukum baik di
pihak instansi pemerintah maupun di pihak swasta.
Saya mencoba mengupas akar dari
permasalahan ini. Saya mulai dari kronologis mata rantai anggaran mulai dari
perencanaan anggaran, perencanaan teknis, tender, pelaksanaan kontrak,
pengawasan teknis, serah terima kegiatan dan audit.
Pada saat perencanaan anggaran, sebagian
dari instansi yang membidangi jasa konstruksi melakukan penyusunan anggaran
hanya dengan melakukan perkiraan jumlahnya saja tidak didukung oleh survei
lapangan dan kalkulasi teknis yang akurat. Akibatnya anggaran yang dialokasikan
bisa kurang dari yang dibutuhkan dan bisa juga berlebih dari yang dibutuhkan.
Ini biasanya terjadi apabila pelaksanaan perencanaan konstruksi berada di tahun
yang sama dengan pelaksanaan konstruksi. Anggaran terlebih dahulu lahir baru
dilakukan survei lapangan, perencanaan teknis dan rancangan biaya. Namun pada
instansi teknis konstruksi yang sudah mapan mereka melakukan perencanaan teknis
di tahun sebelumnya dari masa pelaksanaan konstruksi sehingga pengalokasian
anggaran bisa dilakukan secara akurat dan efisien. Misalnya perencanaan
konstruksi dilakukan pada tahun 2019 dan pelaksanaan konstruksi dilakukan pada
tahun 2020.
Pada masa perencanaan teknis, ada
dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama perencanaan dilakukan oleh
konsultan perencanaan konstruksi dan seharusnya inilah yang harus terjadi.
Kemungkinan kedua adalah perencanaan teknis dilakukan oleh staf instansi
pemerintah teknis. Bila kita mempedomani UU Jasa Konstruksi maka seorang
perencana teknis harusnya memiliki sertifikat keahlian dan memiliki pengalaman
serta memiliki tanggung jawab atas resiko terjadinya kegagalan bangunan.
Sehingga apabila perencanaan teknis dilakukan oleh staf instansi pemerintah
teknis maka ini jelas melanggar UU Jasa Konstruksi. Perencanaan teknis
menghasilkan desain konstruksi, rencana anggaran biaya, spesifikasi teknis,
rancangan kontrak dan rencana keselamatan konstruksi.
Pada masa tender, salah satu isi
penawaran teknis adalah penawaran spesifikasi teknis dan rencana keselamatan
konstruksi. Sayang sekali yang terjadi hanya formalitas belaka. Spesifikasi
teknis yang ditawarkan mengambil begitu saja spesifikasi teknis yang tercantum
dalam dokumen pengadaan. Sedangkan rencana keselamatan konstruksi karena baru
diterapkan pada tahun ini masih banyak Pejabat pembuat Komitmen maupun Pokja
Pemilihan yang belum menguasainya.
Pada masa pelaksanaan kontrak
banyak kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan bahwa kontrak disusun oleh staf
dengan hanya mempedomani dokumen kontrak tahun sebelumnya. Kemungkinan bahwa kedua
belah pihak yaitu pihak perusahaan maupun Pejabat Pembuat Komitmen tidak
membaca sama sekali dokumen kontrak dan langsung saja menandatanganinya.
Kemungkinan bahwa isi kontrak tidak sesuai dengan standarisasi kontrak
konstruksi yang berlaku dan terbaru. Kemungkinan bahwa para tenaga kerja
konstruksi hanya mempedomani gambar desain saja dan tidak mempedomani
spesifikasi teknis dan metode pelaksanaan pekerjaan. Kemungkinan lemahnya
pengawasan. Kemungkinan perusahaan yang dipakai adalah pinjam meminjam dengan
temannya.
Pada masa pengawasan teknis juga
ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama pengawasan teknis
dilakukan oleh konsultan pengawasan konstruksi. Kemungkinan kedua dilakukan
oleh instansi staf pemerintah teknis. Bila kita mempedomani UU Jasa Konstruksi
maka pengawasan teknis dilakukan oleh tenaga kerja konstruksi yang memiliki
sertifikat keahlian teknis, memiliki pengalaman dan memiliki tanggung jawab
terhadap resiko kegagalan bangunan. Sehingga apabila pengawasan teknis
dilakukan oleh staf instansi pemerintah teknis maka ini jelas bertentangan
dengan UU Jasa Konstruksi. Staf dinas teknis hanya bisa menjadi pengelola
teknis yang bertugas di bidang teknis administrasi pada setiap tahapan
pembangunan konstruksi.
Pada masa serah terima kegiatan
merupakan titik paling krusial dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi. Tidak
adanya standarisasi terhadap proses serah terima kegiatan menyebabkan proses
pelaksanaan serah terima kegiatan menjadi sangat variatif. Ada yang lencar
mengalir seperti air sungai tanpa hambatan. Ada yang sangat ketat dengan segala
macam persyaratan yang dibutuhkan.
Tahapan akhir dari mata rantai
anggaran adalah masa audit. Audit meliputi audit administrasi, audit keuangan
dan audit teknis. Audit teknis ini juga tidak ada standarisaasi.
Nah, dengan uraian singkat di
atas, di mana terjadinya titik lemah sehingga banyak terjadi kualitas
konstruksi tidak seperti yang diharapkan ?
Dari semua sisi mata rantai dan
tahapan yang dilaksanakan saya melihat titik paling krusial adalah tentang
pencapaian kualitas mutu pekerjaan dibandingkan dengan spesifikasi teknis yang
diharapkan. Cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan pengujian teknis.
Apakah semua Pejabat Pembuat Komitmen mensyaratkan adanya pengujian teknis
sebelum melakukan serah terima pekerjaan dan pembayaran pekerjaan ?
Mungkin kita bisa menyalahkan
Pejabat Pembuat Komitmen namun saya sendiri melihat bahwa pada tataran
administrasi juga ada kelemahan yang sangat mendasar. Kewajiban pengujian
teknis tersembunyi di dalam Bab tentang spesifikasi teknis pada dokumen
kontrak. Juga tersembunyi pada penawaran teknis tentang spesifikasi teknis. Yang
lebih berbahaya lagi adalah apabila pada spesifikasi teknis tidak menjelaskan
tentang pengujian teknis yang wajib dilakukan. Yang lebih parah lagi apabila
perusahaan dan/atau Pejabat Pembuat Komitmen tidak merasa wajib melakukan
pengujian teknis.
Jadi kata kuncinya adalah
kewajiban pengujian teknis terhadap hasil pekerjaan konstruksi yang tidak
dilakukan sehingga kualitas konstruksi banyak yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya teknis administratif
agar pelaksanaan pengujian teknis bisa menjadi wajib dan menjadi arus utama
pelaksanaan jasa konstruksi.
Yang pertama yang harus dilakukan
adalah memasukkan materi pengujian teknis ke dalam pasal Surat Perjanjian
Dokumen Kontrak. Semua jenis pengujian teknis yang disyaratkan oleh spesifikasi
teknis dikutip kembali dan dicantumkan dalam pasal utama Surat perjanjian Dokumen
Kontrak dengan redaksi yang berintikan akan melakukan semua pengujian teknis
sesuai spesifikasi teknis.
Yang kedua harus dilakukan adalah
membuat pengujian teknis menjadi salah satu persyaratan penawaran teknis pada
saat penawaran tender. Dengan demikian apabila pengujian teknis yang ditawarkan
berbeda dengan yang ditentukan pada spesifikasi teknis maka penawaran teknisnya
dinyatakan gugur dan perusahaannya kalah dalam tender.
Yang ketiga yang harus dilakukan
adalah membuat satu bab tersendiri yang menjelaskan tentang kewajiban melakukan
jenis pengujian teknis sesuai spesifikasi teknis dalam dokumen pengadaan. Dalam
hal ini Pejabat Pembuat Komitmen harus menetapkan dari awal semua pengujian
teknis yang wajib dilakukan dan dimasukkan oleh Pokja Pemilihan dalam dokumen
pengadaan.
Dengan ketiga langkah di atas
kita harapkan pelaksanaan jasa konstruksi bisa kita andalkan kualitasnya dan
kerusakan yang sering terjadi di lapangan bisa kita minimalisir.
Konstruksi sehat negara kuat.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
4 Oktober 2019.
* *
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar