(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/tujuh-rekomendasi-kepada-kementerian-kesehatan-sebuah-upaya-meningkatkan-layanan-kesehatan-di-daerah/).
Salah satu layanan masyarakat
yang tidak boleh berhenti adalah layanan kesehatan di samping layanan keamanan
dan lalu lintas. Layanan kesehatan ini dilaksanakan oleh RSU pemerintah/swasta,
klinik, Puskesmas, bidan desa dan praktek pribadi dokter/bidan. Baik layanan
kesehatan pemerintah maupun swasta wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Puskesmas dan bidan desa di bawah
koordinasi Dinas Kesehatan Daerah. Sedangkan RSUD berdiri sendiri. Keduanya di
bawah Pemerintah Daerah. Secara teknis Dinas Kesehatan dan RSUD di bawah
koordinasi Kementerian Kesehatan. Sebagian dari tugas utama Kementerian
Kesehatan adalah perumusan kebijakan kesehatan masyarakat, koordinasi dan
dukungan ke seluruh organisasi kesehatan, manajemen peralatan kesehatan,
penelitian dan pengembangan, pengembangan dan pengelolaan tenaga kesehatan,
supervisi dan pengawasan serta dukungan substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Sejak era otonomi daerah maka
rentang kendali dan tingkat koordinasi antara Kementerin Kesehatan dengan Dinas
Kesehatan serta RSUD mulai melemah. Kementerian Kesehatan tidak punya struktur
vertikal di daerah. RSUD dan Puskesmas dibiayai oleh Pemerintah Daerah. Hanya
ada beberapa sumber dana DAK yang tingkat kebutuhannya belum tentu sesuai
dengan skala prioritas yang sesungguhnya dibutuhkan di lapangan. Hal ini bisa
kita lihat dengan maraknya perobatan
masyarakat daerah ke rumah sakit perkotaan terutama swasta pada beberapa
penyakit tertentu. Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat efektifitas dan
efisiensi karena sebagian di antara mereka adalah masyarakat tidak mampu yang
seharusnya bisa menuntaskan perobatannya di layanan kesehatan di daerahnya.
Oleh karena itu perlu dilakukan optimalisasi layanan kesehatan di daerah dengan
dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan pada beberapa sektor yang tentunya
didukung dengan pendanaan.
Yang pertama yang harus dilakukan
adalah pemerataan dokter spesialis. Sebagian besar dokter spesialis memilih berkarir
di perkotaan terutama di ibukota provinsi. Di samping daya dukung peralatan
juga dukungan promosi karir sehingga tidak bisa dipungkiri layanan kesehatan
dokter spesialis sangat lengkap di perkotaan. Di RSUD daerah hanya tersedia beberapa
dokter spesialis. Akibatnya pada penanganan beberapa jenis penyakit tidak bisa
dilayani di RSUD akibat keterbatasan ketersediaan dokter spesialis dan
peralatan yang dibutuhkan. Tentu kesenjangan ini tidak bisa dibiarkan terus
terjadi. Harus ada kebijakan dari Kementerian Kesehatan dalam menyelesaikan
kesenjangan ini. Kementerian Kesehatan harus membuat program Beasiswa Dokter
Spesialis kepada seluruh RSUD se-Indonesia untuk melengkapi seluruh jenis
dokter spesialis yang ada. Perlu pendataan tentang pemerataan keberadaan setiap
dokter spesialis di seluruh RSUD. Untuk menghemat biaya maka tempat belajar
diupayakan ke perguruan tinggi terdekat saja. Penyakit yang diderita masyarakat
tidak memandang tempat dan waktu sehingga pembatasan ketersediaan dokter
spesialis berdasarkan kelas RSUD tentu tidak relevan. Semua jenis dokter
spesialis harus ada di semua RSUD. Namun upaya ini membutuhkan waktu paling
tidak 4 sampai 5 tahun. Dalam waktu 5 tahun semua RSUD akan memiliki semua
jenis dokter spesialis sehingga masyarakat umum tidak perlu lagi meminta
rujukan untuk berobat ke rumah sakit di ibukota provinsi. Terkecuali pada
beberapa penyakit tertentu yang memang harus dilakukan pengobatan di rumah
sakit tertentu dikarenakan tingkat keparahan penyakit yang sudah sangat parah. Sambil
menunggu selesainya masa pendidikan dokter spesialis tersebut maka Kementerian
Kesehatan harus menugaskan para dokter spesialis yang baru lulus untuk
sementara bertugas di RSUD yang belum memiliki jenis dokter spesialis tertentu.
Hal kedua yang harus dilakukan
adalah melengkapi peralatan kesehatan yang dibutuhkan. Setiap dokter spesialis
membutuhkan peralatan tertentu dalam mendukung tugas prakteknya sebagai dokter
spesialis tertentu. Untuk itu maka Kementerian Kesehatan harus terlebih dahulu
melakukan pendataan seluruh alat kesehatan yang ada di seluruh RSUD, melakukan
pengecekan tentang kondisi alat kesehatan tersebut, melakukan pemeliharaan
apabila masih bisa dipakai dan mensuplai peralatan baru apabila peralatan lama
sudah tidak bisa dipakai lagi. Kita yakin selama ini banyak dilakukan pengadan
alat kesehatan di RSUD namun karena kurang pemeliharaan dan kurangnya manajemen
aset sehingga banyak alat kesehatan yang tidak berfungsi lagi. Oleh karena itu
maka Kementerian Kesehatan di samping memberikan bantuan peralatan kesehatan
juga harus menyediakan bantuan pemeliharaan alat kesehatan dan manajemen aset.
Peralatan kesehatan ini juga harus bisa memfasilitasi general chek up sehingga
masyarakat daerah tidak perlu pergi ke ibukota provinsi untuk melaukan general
check up.
Hal ketiga yang harus dilakukan
adalah pengembangan puskesmas menjadi klinik 24 jam. Puskesmas mulai dibangun
di era tahun 1969. Puskesmas didirikan di setiap kecamatan secara bertahap di
seluruh Indonesia. Puskesmas hanya beroperasi pada jam kerja. Saat ini dana
operasional puskesmas ditopang oleh dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)
dari dana APBN. Sedangkan gaji tenaga medis dari APBD. Pada hari libur
Puskesmas tidak beroperasi. Layanan kesehatan satu kecamatan sangat tergantung
pada puskesmas terutama yang jauh dari ibukota kabupaten. Beberapa di antara
tenaga medis justru tidak tinggal di kecamatan tersebut. Hal ini sangat
membatasi ketersediaan layanan kesehatan masyarakat. Sedangkan pihak swasta
tidak berminat untuk membuka jasa layanan kesehatan di daerah mengingat
sulitnya untuk berorientasi profit di daerah. Kini sudah 50 tahun berlalu sejak
awal pendirian Puskesmas pertama. Sudah waktunya dilakukan pengkajian dan
reorientasi layanan kesehatan masyarakat daerah dari orientasi jam kerja
menjadi orientasi 24 jam. Sudah waktunya puskesmas ditingkatkan layanannya
menjadi Klinik 24 jam. Sebagai klinik maka pelayanan bisa 24 jam dan melayani
rawat inap. Tentu peningkatan Puskesmas menjadi klinik 24 jam ini akan sangat
membantu masyarakat yang sakit tidak memandang tempat dan waktu. Ada kalanya
penyakit justru datang pada hari libur atau tengah malam yang tentunya akan
terlayani apabila puskesmas sudah ditingkatkan menjadi klinik 24 jam. Mengenai
dana operasional tentunya dana BOK harus ditingkatkan jumlahnya. Di samping dukungan
program BPJS kesehatan.
Hal keempat yang harus
dilaksanakan adalah penambahan RSUD. Di beberapa kabupaten memiliki kondisi
geografis yang sangat tidak mendukung adanya RSUD tunggal di kabupaten. Kondisi
geografis daerah tertentu membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai RSUD di
ibukota kabupaten dari pedesaan. Sedangkan pasien yang dirujuk dari puskesmas
ke RSUD bisa saja tidak bisa bertahan apabila waktu tempuh menuju RSUD tidak
bisa cepat sampai. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan harus melakukan
pemetaan terhadap RSUD di mana kabupaten yang memiliki kondisi geografis yang
sulit daya jangkaunya dari seluruh pelosok desa. Sehingga dimungkinkan untuk
membangun RSUD baru sehingga dengan kondisi geografis yang sulit tersebut
dengan adanya beberapa RSUD di kabupaten tersebut maka layanan kesehatan
masyarakat di daerah bisa dimaksimalkan.
Hal kelima yang harus
dilaksanakan adalah meninjau ulang pelaksanaan otonomi daerah di bidang
kesehatan. Kita sama-sama menyaksikan betapa seluruh instansi pemerintah daerah
larut dalam politisasi termasuk Puskesmas dan RSUD. Sehingga energi, waktu dan
pikiran serta anggaran RSUD dan Puskesmas terkontaminasi oleh kesemrawutan
perpolitikan daerah. Belum lagi rotasi dan mutasi jabatan yang seringkali
terjadi mendadak pada jabatan puskesmas dan RSUD yang tentunya akan sangat
mengganggu pelayanan dan kenyamanan dalam menjalankan roda organisasi RSUD dan
puskesmas. Belum lagi masalah tingkat kepuasan dalam bekerja dan jenjang karir
yang tidak jelas membuat para tenaga medis tidak betah bekerja di puskesmas dan
RSUD dan berusaha pindah ke perkotaan yang lebih menjanjikan kesejahteraan dan
jenjang karir serta kepuasan dalam bekerja. Oleh karena itu Kementerian
Kesehatan harus melakukan penelitian terpadu tentang baik buruknya otonomi
daerah di bidang kesehatan. Saya pribadi menilai lebih baik layanan kesehatan
dijadikan terpusat kembali di bawah Kementerian Kesehatan dan membuka struktur
vertikal di tingkat provinsi dan kabupaten. Sedangkan RSUD dan Puskesmas
menjadi UPT langsung di bawah Kementerian Kesehatan. Dengan demikian maka RSUD
dan puskesmas bisa dilepaskan dari jeratan politisasi otonomi daerah. Juga bisa
disusun jenjang karir dan pola promosi jabatan yang jelas mulai dari struktur
terbawah meniti karir sampai ke pusat. Dengan demikian maka akan timbul
kepuasan dalam bekerja dan layanan kesehatan masyarakat daerah bisa
dimaksimalkan.
Hal keenam yang harus
dilaksanakan adalah membentuk layanan bisnis oriented pada beberapa RSU milik
pemerintah yang sudah sangat mapan. Tidak semua pasien memakai layanan BPJS.
Sebagian di antaranya adalah pasien dari kelas masyarakat yang berkecukupan.
RSU milik pemerintah yang sudah mapan ini harus didesain menjadi sebuah
instansi profit oriented dan kelembagaannya bisa menjadi PT denga saham yang
dijual ke publik. RSU jenis ini didesain untuk bisa bersaing dengan RSU Swasta
yang profit oriented dan bisa saja RSU jenis ini bisa menanam saham di bidang
usaha kesehatan termasuk menanam saham di RSU Swasta. RSU jenis ini untuk
jangka panjang bisa dirubah kelembagaannya menjadi BUMN berkelas nasional dan
regional.
Hal ketujuh yang harus
dilaksanakan adalah modernisasi layanan BPJS. Teknologi perbankan sudah
sedemikian maju. Sedangkan salah satu penyebab terjadinya defisit anggaran BPJS
kesehatan adalah banyaknya tunggakan iuran anggota. Hal ini bukan semata karena
ketidakpedulian anggota membayar iuran namun sebagian di antaranya adalah dikarenakan
kesibukannya dalam bekerja sehingga masyarakat kelupaan dalam membayar iuran
BPJS. Perlu dibuat sistem autodebet terhadap pembayaran iuran BPJS langsung
dari rekening atau kartu kredit yang dimiliki masyarakat non PNS. Sebagian
besar masyarakat sudah memiliki rekening bank dan memakai fasilitas ATM, kartu
kredit dan mobile banking. Sudah saatnya tagihan iuran BPJS dilakukan secara
autodebet saja sehingga kendala tunggakan iuran tidak menjadi masalah lagi. Di
samping itu perlu mengembangkan layanan transaksi non tunai dalam transaksi
keuangan BPJS sehingga bisa meminimalisasi penyimpangan keuangan BPJS.
Demikian beberapa upaya dalam
memaksimalkan layanan kesehatan masyarakat daerah. Semuanya sangat tergantung
dari daya dukung Kementerian Kesehatan dalam membuat program kegiatan berbasis
layanan kesehatan daerah. Sehingga untuk memperoleh layanan kesehatan yang
diperlukan masyarakat tidak perlu pergi ke perkotaan untuk mendapat pengobatan
tertentu. Hal ini juga untuk menghemat pengeluaran rakyat mengingat untuk
mendapat pengobatan di perkotaan tentu membutuhkan biaya ekstra terutama
transportasi dan penginapan. Tidak semua anggota masyarakat bisa menanggung
biaya tersebut. Negara harus hadir di semua tempat dan waktu dalam
menanggulangi gangguan kesehatan masyarakat daerah.
Rakyat sehat negara kuat.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
25 Agustus 2019.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar