(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/menghitung-potensi-ekonomi-untuk-kesejahteraan-anggota-korpri/).
Korpri,
Korps Pegawai Republik Indonesia, kini berulang tahun yang ke 47. Sebuah usia
yang cukup matang untuk sebuah organisasi di era modern ini. Korpri dibentuk
dengan Keputusan Presiden nomor 82 tahun 1971. Pada masa orde baru Korpri
sangat efektif sebagai mesin politik penopang kekuasaan. Namun pada masa
sekarang Korpri diposisikan netral dan sudah tidak banyak lagi kekuatan politik
yang berminat untuk menariknya dalam permainan politik. Paling hanya para
pimpinan instansi yang ditariktarik untuk berpolitik, itupun hanya untuk
menjadi mesin uang semata. Korpri seharusnya beranggotakan semua pegawai
pemerintah, bukan hanya PNS tetapi berikut dengan pegawai BUMN/BUMD dan
perangkat desa. Korpri memiliki Panca Prasetya Korpri sebagai komitmen
kenegaraan, kebangsaan dan kemsyarakatan. Dan saya akan mencoba untuk mengupas
komitmen kelima yaitu “Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan serta
meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.
Pagi
ini diselenggarakan Upacara Hari Korpri. Pada umumnya upacara ini hanya
dilaksanakan oleh Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Sedangkan BUMN/BUMD
dan Pemerintahan Desa jarang melaksanakan upacara apalagi karena Korpri
diasosiasikan hanya pada PNS saja. Sekarang ini jumlah PNS sebanyak 4,4 juta
orang. sepertiga daripadanya berusia di atas 50 tahun. Dengan perbandingan
laki-laki dan perempuan yang hampir berimbang. Lebih separuhnya sudah sarjana. Sebanyak
3,1 juta orang berada pada pemerintahan kabupaten/kota, 0,3 juta orang berada
di pemerintahan provinsi dan sisanya sekitar 1 juta orang berada di
pemerintahan provinsi. Semuanya secara otomatis terdaftar pada BPJS Kesehatan.
Sedangkan
BUMN memiliki pegawai (mereka lebih memilih disebut karyawan) berjumlah 1,7
juta orang yang tersebar di 144 perusahaan BUMN. Setengahnya belum terdaftar
pada BPJS Kesehatan. Mungkin karena penghasilannya sudah tinggi jadi tidak
butuh BPJS lagi.
Sedangkan
BUMD berjumlah lebih dari 1000 perusahaan namun sebagian besar tidak sehat. Hanya
ada beberapa puluh yang berkinerja baik seperti perbankan daerah dan PDAM. Jumlah
pegawai BUMD tidak terdata dengan baik.
Sedangkan
jumlah pemerintahan desa lebih dari 82.000 desa. Jumlah perangkat desa belum
terdata dengan baik.
Kita
akan mencoba menghitung potensi ekonomi dari PNS pemerintah pusat, pemerintah
daerah dan BUMN saja dulu. Dengan total pegawai 6,1 juta orang. Bila digabung
dengan pegawai BUMD dan perangkat desa ditotal semuanya menjadi 6,5 juta orang.
Ini merupakan potensi yang fantastis untuk dijadikan potensi ekonomi sesuai
dengan Panca Prasetya Korpri yang kelima yaitu untuk mensejahterakan
anggotanya. Bila sebanyak 6,1 juta orang memiliki iuran dana abadi tetap Rp. 100.000
maka akan diperoleh angka Rp. 610 milyar setiap bulan dan Rp. 7,32 trilyun. Bila
10 tahun maka akan terkumpul dana Rp. 73 milyar. Iuran ini bisa dikelola oleh
Yayasan Dana Abadi Korpri dan diinvestasikan dalam bentuk usaha profit dan
pembelian saham unggulan nasional dan internasional. Pengelolaannya dilakukan
seefisien mungkin dengan organisasi yang minimalis agar tidak menyedot anggaran
dan diaudit secara independen agar tidak menjadi sapi perahan baru oleh oknum
yang serakah. Hasil dari usaha profit dan saham unggulan ini sebagian akan
dibagikan sebagai deviden setiap bulan, setiap Lebaran dan hari Natal dan Tahun
Baru. Sebagian lagi dipakai untuk ekspansi usaha profit lainnya.
Namun
angka di atas sebenarnya belum proporsional. Penghasilan dari setiap pegawai
sangat bervariasi, mulai dari gaji pokok, tunjangan TPP, serta variasi lainnya
seperti di BUMN. Pada level jabatan tertentu di BUMN bisa lebih dari Rp. 100
juta perbulan, bahkan pada level top manajemen ada yang lebih dari Rp. 500 juta
perbulan. Maka iuran dana abadi Rp. 100.000 perbulan menjadi tidak rasional. Lebih
rasional apabila kita lakukan iuran dana abadi berdasarkan persentase. Bila kita
ambil sampel gaji pokok seorang PNS golongan IIIA pengalaman 0 tahun sebesar
Rp. 2.456.700. Bila kita asumsikan iuran dana abadi sebesar 3 % maka dari gaji
pokoknya saja sudah diperoleh iuran sebesar Rp. 73.000. sedangkan prinsip iuran
dana abadi adalah diambil dari total penghasilan. Bila si PNS golongan IIIA
tersebut memiliki tunjangan TPP Rp. 2 juta perbulan ditambah gaji pokok maka
iuran dana abadinya menjadi sebesar Rp. 133.700 perbulan. Bila top manajemen
BUMN dengan penghasilan Rp. 500 juta perbulan maka iuran dana abadinya bila 3 %
akan menjadi sebesar Rp. 15.000.000 perbulan. Dengan demikian bila iuran dana
abadi kita pakai prinsip proporsional antara 2 % atau 4 % (2 % untuk
penghasilan di bawah Rp. 50 juta/bulan, 3 % untuk penghasilan Rp. 50-100 juta/bulan
dan 4 % untuk penghasilan di atas Rp. 100 juta/bulan) maka jumlahnya akan lebih dari Rp. 7,3 milyar
perbulan dan akan lebih dari Rp. 73 milyar pertahun. Diprediksi bisa mencapai
Rp. 10 milyar perbulan dan Rp. 100 milyar per 10 tahun.
Saya
tidak tahu apakah angan-angan saya ini terlalu muluk dan melambung tinggi. Namun
sebagai salah satu anggota Korpri maka wajar apabila Panca Prasetya Korpri yang
kelima saya pertanyakan sekaligus saya berikan solusi. Kita semua berharap
wadah Korpri bisa memenuhi peningkatan kesejahteraan anggotanya. Dan bukan
hanya sekedar menjadi KORban PeRIntah. Bila sudah sejahtera maka tidak perlu
lagi memikirkan mencari penghasilan tambahan dengan cara yang tidak halal
seperti menipu dan KORUPSI.
Mengingat
saat ini adalah masa kampanye, apakah ada calon presiden atau calon legislatif
yang setuju dengan ide di atas ?
Selamat
Hari Korpri.
Salam
reformasi.
Rahmad
Daulay
29
November 2018.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar