(Materi yang sama dimuat pada website www.birokratmenulis.org pada link http://birokratmenulis.org/reformulasi-dak-dan-did-sebagai-alternatif-pencegahan-korupsi/).
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah
alokasi dana APBN kepada pemerintah propinsi/kabupaten/kota untuk membiayai
kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah sesuai prioritas
pembangunan nasional. Arah kegiatan dana DAK meliputi : bidang pendidikan,
bidang kesehatan, bidang infrastruktur jalan, bidang infeastruktur irigasi,
bidang infrastruktur air minum, bidang infrastruktur sanitasi, bidang prasarana
pemerintahan desa dan bidang sarana kawasan perbatasan.
Sejak penyusunan APBN tahun
anggaran 2011, pemerintah menciptakan skema pendanaan berbasis insentif
berbentuk Dana Insentif Daerah (DID) untuk meningkatkan komitmen pemerintah
daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat. Pada
awalnya di APBN tahun anggaran 2011 alokasi anggaran DID sebesar Rp. 1,38
trilyun. Pada APBN tahun anggaran 2018 telah mencapai Rp. 8,5 trilyun. Penyaluran
DID memiliki formula berdasarkan kriteria utama dan kriteria kinerja. Kriteria
utama berbentuk opini BPK yaitu WTP (wajar tanpa pengecualian) dan penetapan
Perda APBD tepat waktu (yang seharusnya juga meliputi penetapan rincian
penjabaran APBD tepat waktu). Sedangkan kriteria kinerja meliputi kesehatan
fiskal, pelayanan publik dasar dan ekonomi kesejahteraan.
Di sisi lain, beberapa pemerintah
daerah yang meliputi 6 propinsi yaitu Aceh, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara,
Riau, dan Banten beserta seluruh kabupaten/kota di dalamnya telah
menandatangani komitmen bersama pencegahan korupsi terintegrasi dengan Satgas
Terpadu KPK. Fokus utamanya adalah penerapan e-government, Tunjangan Perbaikan
Penghasilan PNS (TPP PNS) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Mandiri. Mengingat
MOU ini baru berjalan pada tahun pertama maka masih diperlukan banyak masukan
dalam rangka mengefektifkan pencapaian hasil dari MOU tersebut baik dari
tataran konsep dan ramuan pencegahan dari KPK maupun teknik meningkatkan
keseriusan Kepala Daerah dalam menindaklanjuti MOU.
Instrumen pertama yang bisa dijadikan
sebagai stimulan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK). Banyak pemerintah daerah
berusaha dengan segala daya upaya untuk meningkatkan alokasi dana DAKnya. Dan
akan stress apabila terjadi pemotongan dana DAK seperti yang pernah terjadi
pada beberapa tahun sebelumnya. Mengingat MOU masih meliputi 6 propinsi beserta
kabupaten/kotanya maka untuk instrumen DAK tahun anggaran 2018 dengan cara
memberi ancaman kepada pemerintah daerah yang tidak serius melaksanakan isi MOU
dengan penilaian dari KPK yang mendapatkan nilai di bawah standar akan dikenakan pemotongan alokasi
dana DAK 10 % misalnya, semakin banyak potongan akan semakin menakutkan. Yang
mendapatkan angka rata-rata normal maka tidak ada memperoleh pemotongan dana
DAK. Sedangkan yang memiliki prestasi dalam menerapkan isi MOU memperoleh
tambahan dana DAK 10 % misalnya, semakin banyak tambahan alokasi dana akan
semakin bagus hasilnya. Sedangkan untuk tahun anggaran 2019 diharapkan MOU
diterapkan di seluruh pemerintah propinsi/kabupaten /kota seIndonesia dengan ancaman
apabila tidak menerapkan isi MOU sesuai pentahapan dan ketentuan maka terancam
tidak memperoleh dana DAK. Pentahapan misalnya tahun 2019 sudah mulai
menerapkan e-planning, TPP dan ULP Mandiri. Seluruh proyek dana DAK wajib
ditenderkan oleh ULP Mandiri. Tahun 2020 sudah menerapkan e-budgeting
terintegrasi dengan sistem rencana umum pengadaan (SIRUP) dan layanan pengadaan
secara elektronik (LPSE).
Instrumen kedua yang bisa
dijadikan stimulan adalah Dana Insentif Daerah (DID). Banyak pemerintahan pusat
dan daerah yang berusaha untuk memperoleh DID ini terutama pada kriteria opini
BPK berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Perlu diciptakan kriteria
tambahan di samping kriteria yang sudah ada yaitu kriteria pencegahan korupsi
terintegrasi yaitu isi dari MOU antara pemerintah daerah dengan Satgas terpadu
KPK. Adapun penilaiannya adalah apabila penerapan isi MOU seusai rencana dan
tepat kualitasnya maka akan memperoleh DID dengan besaran tertentu. Misalnya
pencapaian di tahun pertama memperoleh dana DID Rp. 10 milyar. Apabila bisa
mempertahankan prestasinya pada tahun kedua akan memperoleh dana DID yang
meningkat yaitu Rp. 20 milyar. Demikian terus bertambah Rp. 10 milyar pertahun
sampai dengan konstan Rp. 50 milyar pada tahun kelima dan seterusnya. Dan pada
tahun kelima pemerintah daerah yang bersangkutan pada jabatan tertentu diberi
kesempatan berkarir di KPK pada bidang pencegahan korupsi.
Kedua instrumen ini, dana DAK dan
dana DID, sebagai instrumen berbentuk fiskal kami pandang sangat efektif dalam
upaya pencapaian pencegahan korupsi terintegrasi. Ini juga akan lebih efektif
dari instrumen penindakan seperti operasi tangkap tangan (OTT) dan sebagainya.
Serta bisa merubah nama KPK dari Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi
Pencegahan Korupsi.
Pencegahan sehat, negara kuat.
Salam reformasi
8 April 2018.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar