Densus Tipikor Polri sebagai sebuah gagasan
seharusnya patut diacungkan jempol. Sayang
sekali gagasan Densus Tipikor tidak berumur panjang. Sebagai sebuah gagasan
seharusnya diberi kesempatan untuk memperkaya ide-ide di dalamnya, tukar
menukar konsep serta penyesuaian terhadap lingkungan serta daya tahan terhadap
berbagai kepentingan yang akan melingkupinya. Gagasan tentang Densus Tipikor
tidak sempat melakukan itu semua dan ternyata harus kandas di tengah jalan.
Gagasan tentang Densus Tipikor merupakan lanjutan
dari upaya pemberantasan korupsi di mana tidak sedikit lembaga yang sudah
dilahirkan untuk mencapai tujuan pemberantasan korupsi seperti Kejaksaan,
Kepolisian, KPK, Saber Pungli. Kesemuanya lebih dominan dalam pencapaian
pemberantasan korupsi pada pola penindakan. Saat ini pola penindakan sudah
dipertanyakan efektifitasnya. Beberapa penindakan terjadi secara berulang di
instansi yang sama. Panasnya penindakan hanya bisa bertahan sebentar saja untuk
kemudian berangsur-angsur situasi kembali seperti sediakala tanpa ada perubahan
yang signifikan akibat dari penindakan sebelumnya. Tercatat ada kementerian dan
pemerintah provinsi yang mengalami penindakan berulang. Hal ini diakibatkan
pola penindakan tidak menyentuh akar permasalahan penyebab korupsi serta posisi
korupsi sebagai akibat membuat penindakan korupsi tidak menghentikan
sebab-sebab timbulnya korupsi.
Saat ini KPK sendiri sudah menyadari
ketidakefektifan pola penindakan korupsi dan mengembangkan pola pencegahan korupsi. Koordinasi
dan Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi dibentuk dalam upaya meningkatkan
upaya tata kelola pemerintahan yang baik dan membangun sistem pencegahan
korupsi di instansi pusat dan daerah. Sedangkan Kejaksaan mengembangkan sistem
TP4 (Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan) di mana seluruh
struktur Kejaksaan dari pusat sampai daerah dibentuk sehingga pemerintah pusat
dan daerah bisa berkonsultasi, meminta pendampingan serta bekerjasama agar
proses pembangunan yang dilaksanakan tidak bermasalah secara hukum. Saya
sendiri memandang TP4 sebaiknya dirubah menjadi sebuah struktur permanen, bukan
tim, agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya.
Gagasan Densus Tipikor yang ada saat ini sepertinya
lebih mengedepankan pola penindakan. Tentunya ini akan memutar balik arah jarum
jam. Ketika semua instansi penegak hukum sudah mengembangkan pola pencegahan,
Densus Tipikor justru mengedepankan pola penindakan. Ditambah dengan kemungkinan
tumpang tindih kewewenangan, kebutuhan anggaran yang tidak sedikit, serta
landasan hukum yang akan mendasari. Di sini gagasan Densus Tipikor harus
melakukan banyak penyesuaian agar gagasan ini tidak melawan arus pemberantasan
korupsi berbasis pencegahan.
Walaupun pada rapat tertutup yang dipimpin langsung
oleh Presiden diambil keputusan bahwa Densus Tipikor tidak jadi dibentuk. Namun
saya melihat bahwa pematangan konsep Densus Tipikor harus terus digulirkan
dengan catatan harus bisa bersinergi dengan seluruh instansi penegak hukum yang
ada dan harus mengedepankan pola pencegahan korupsi. Desain Densus Tipikor
harus ditata ulang kembali dengan mengikuti mazhab pencegahan. Pencegahan di
sini bukan hanya pencegahan korupsi di kalangan instansi birokrasi saja tapi
juga harus bisa melakukan pembenahan intern. Pembenahan intern ini paling
dibutuhkan. Bila pembenahan intern belum selesai sebaiknya jangan dulu bergerak
ke pembenahan birokrasi. Bagaikan membersihkan rumah maka sapunya harus bersih
terlebih dahulu. Keberhasilan pembenahan intern akan sangat menentukan dalam
mencapai keberhasilan pembenahan birokrsasi dari sisi pencegahan.
KPK dengan konsep Koordinasi dan Supervisi Pencegahan
Korupsi Terintegrasi belum bisa menangani keseluruhan bidang dan urusan
pencegahan korupsi. Kejaksaan dengan konsep Tim Pengawal dan Pengaman
Pemerintahan dan Pembangunan (TP4) juga belum bisa menangani keseluruhan bidang
dan urusan pencegahan korupsi. Di sini Densus Tipikor sebagai sebuah gagasan
harus hadir dengan warna yang berbeda dan saling isi mengisi dalam mewujudkan pencegahan
korupsi bersama dengan instansi penegakan hukum lainnya.
Banyak lahan pencegahan korupsi yang bisa digarap
oleh Densus Tipikor di luar bidang garapan KPK dan Kejaksaan. Apalagi
Kepolisian memiliki struktur organisasi yang memiliki jangkauan yang lebih luas
dibandingksan dengan KPK dan Kejaksaan. Kepolisian bisa menjangkau sampai
tingkat desa di mana hal ini tidak bisa
dijangkau oleh KPK dan Kejaksaan. Daya jangkau ini tentu menjadi nilai plus
bagi Densus Tipikor dengan pola pencegahannya.
Saya sendiri memandang bahwa postur dan struktur
Densus Tipikor nantinya harus ramping namun memiliki kualitas tinggi sebagaimana
halnya Densus 88. Densus Tipikor tidak perlu memiliki struktur paralel dengan
struktur teritorial. Densus Tipikor tidak perlu membentuk struktur yang gemuk
dan birokratis. Densus Tipikor harus lebih mengedepankan sifat kekhususannya.
Densus Tipikor cukup bergerak di wilayah strategis dan menjadi otak pemikir
gagasan yang nantinya teraplikasi di seluruh struktur Kepolisian sampai ke
tingkat terbawah.
Mari kita dukung redefenisi dan restrukturisasi
gagasan Densus Tipikor pola pencegahan. Gagasan harus terus dilahirkan karena
kemerdekaan bangsa ini juga berawal dari sebuah gagasan. Bahkan manusia bisa ke
bulan juga berawal dari sebuah gagasan.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
26 Oktober 2017.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar