Salah satu program andalan dari
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemeritah (LKPP) adalah e-katalog
dengan website https://e-katalog.lkpp.go.id
yang sudah menjadi basis dalam pengadaan
kebutuhan pemerintah pusat dan daerah. E-katalog secara umum memuat daftar
harga, spesifikasi dan perusahaan penyedia barang. Pada umumnya hampir seluruh
kebutuhan pemerintah pusat dan daerah yang berbentuk fabrikan sudah ada di
e-katalog.
Di sisi lain, pengadaan
barang/jasa pemerintah baik pusat maupun daerah masih didominasi oleh pengadaan
jasa konstruksi baik itu konstruksi terknologi sederhana maupun konstruksi
teknolgi tinggi, baik itu meliputi sarana transportasi, distribusi air,
permukiman, penataan ruang maupun gedung. Mulai dari hanya sekedar tanah timbun
sampai pada pelabuhan laut maupun udara. Dari sekedar jalan setapak maupun
jalan tol. Dari sekedar saluran air sawah maupun bendungan besar.
Bila kita bicara tentang pengadaan
jasa konstruksi maka dengan nilai anggaran di atas Rp. 200 juta rupiah akan
digunakan metode pelelangan, baik itu pelelangan sederhana, pelelangan terbatas
maupun pelelangan umum. Sistem evaluasi yang digunakan mulai dari sistem gugur
(harga terendah) ataupun sistem nilai. Sistem nilai yang identik dengan skoring
juga masih didominasi oleh bobot biaya yaitu antara 70-90 % dari total skor.
Sistem gugur biasanya dipergunakan pada pelelangan dengan teknologi sederhana. Sedangkan
sistem nilai biasanya dipergunakan pada pelelangan dengan teknologi menengah
dan teknologi tinggi.
Baik sistem gugur maupun sistem
nilai akan dimenangkan oleh penawar terendah yang responsif dengan kata lain
penawar terendah yang memiliki kelengkapan administrasi dan teknis. Kecil kemungkinan
walau pada sistem nilai si penawar terendah bisa kalah karena bobot 70 % biaya
tidak akan mudah untuk mengalahkannya.
Secara teori dalam penganggaran jasa
konstruksi memiliki keuntungan + overhead sebesar 15 % dari keseluruhan
anggaran. Namun di sisi lain, tidak ada satu aturanpun yang akan menggugurkan
penawaran yang penurunan harganya melebihi 15 %. Dari logika bisnis adalah
tidak mungkin apabila sebuah perusahaan mau bekerja merugi. Namun pada
kenyataannya trend akhir-akhir ini terjadi banting-bantingan harga pada
pelelangan jasa konstruksi dengan penurunan di atas 15 %. Tidak sedikit yang
menurunkan harga di atas 20 %.
Tentu kondisi ini akan sangat
berpengaruh pada kualitas pelaksanaan kontrak di mana kualitas produk berupa
infrastruktur akan dipertanyakan kualitasnya. Hal ini akan membuat
pimpro/pejabat pembuat komitmen dalam posisi yang sulit bagai buah simalakama. Tentu
harus ada solusi terhadap korelasi antara penurunan harga penawaran dan
kualitas produk pekerjaan konstruksi ini.
Saya melihat bahwa solusi terbaik
dari upaya menghambat banting-bantingan harga ini adalah e-katalog material/barang
konstruksi. Dalam artian semua material/barang pabrikan yang diperlukan dalam
pengerjaan konstruksi harus dimasukkan dalam daftar e-katalog. Walaupun jenis
barang dan material pabrikan yang dibutuhkan pada pekerjaan konstruksi bermuara
pada hanya beberapa produsen nasional. Hanya ada beberapa material yang
bersifat lokal seperti aspal. Sisanya adalah material nonfabrikan seperti batu,
pasir, tanah timbun dan lain sebagainya.
Di sini, peran BPS harus
mengeluarkan indeks terhadap kabupaten/kota sebagai variasi harga dari harga
distribusi tingkat pertama dari produsen. Tentunya pembuatan daftar indeks
kabupaten/kota ini harus dibuat seakurat mungkin sehingga apabila indeks
dikalikan harga distribusi tingkat pertama akan hampir sama dengan harga
material/barang di tiap kabupaten/kota.
Dengan dimasukkannya semua
material/barang pabrikan jasa konstruksi pada daftar e-katalog maka semua harga
material/barang pabrikan pada penawaran pelelangan konstruksi akan sama di
wilayah yang sama. Pada kenyataannya harga material/barang fabrikan tersebut
memang hampir sama di seluruh toko material di daerah yang sama. Walaupun
nantinya total penawaran harga pelelangan konstruksi bisa berbeda antar
perusahan maka faktor pembedanya bukan pada harga material/barang fabrikan lagi
tapi pada faktor keuntungan, upah tenaga kerja, ongkos angkut atau angkut
sendiri serta faktor nonfabrikan lainnya. Bisa dipastikan bahwa penurunan harga
penawaran pelelangan jasa konstruksi akan bisa dikendalikan tidak akan melebihi
15 % harga. Dengan demikian maka kualitas produk pekerjaan konstruksi akan bisa
dijaga dengan baik.
Sedangkan upah tenaga kerja harus
dipatok tidak boleh di bawah upah minimum kabupaten/kota. Demikian juga sewa
peralatan juga harus dipatok sedemikian rupa tidak berada di bawah sewa
peralatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Konstruksi sehat negara kuat.
Salam reformasi, dari Madina
Untuk Indonesia.
Rahmad Daulay
18 Mei 2017.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar