Sertifikasi guru memiliki
landasan hukum Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Sertifikasi guru diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesi
guru. Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan proses dan mutu hasil
pendidikan serta profesionalitas guru. Yang tak kalah pentingnya adalah
meningkatkan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru diperoleh melalui ujian
kompetensi guru. Bagi yang lulus ujian diwajibkan untuk memiliki jam pelajaran
24 jam minimal dalam seminggu. Untuk itu maka atas kompetensi dan kinerjanya
diberikan tunjangan sertifikasi guru sebesar 1 bulan gaji setiap bulannya.
Sedangkan bagi guru yang tidak lulus ujian sertifikasi guru diberi tunjangan
non sertifikasi guru yang jumlahnya juga tidak sedikit.
Setelah beberapa tahun diterapkan
kini sertifikasi guru mulai dipertanyakan efektifitasnya. Parameter utama yang
menjadi dasar pemikiran adalah kualitas pendidikan yang belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Dari sini muncul pemikiran dari beberapa pemerhati
pendidikan untuk mengevaluasi kembali program sertifikasi guru. Beragam
pendapat yang muncul tentang evaluasi yang ditawarkan, mulai dari ujian ulang
sampai pada penghentian program dan tunjangan sertifikasi guru.
Sebagai sebuah program maka sudah
sewajarnya sertifikasi guru dievaluasi. Namun untuk menjadikan program
sertifikasi guru sebagai program yang diprioritaskan yang dikaitkan dengan
kualitas pendidikan maka ini tidak akan menyelesaikan masalah. Justru akan
menimbulkan masalah baru.