Kisruh antara KPK dan Polri kali
ini sungguh menyita energi bangsa ini, bukan hanya energi dalam arti sempit
namun juga dalam arti luas di mana para koruptor yang seharusnya menjadi objek
pemberantasan korupsi oleh KPK dan Polri justru terlupakan. Kisruh ini harus
segera diakhiri dengan cara yang bijaksana dan high politic. Para bapak bangsa
perlu dilibatkan agar masalah ini bisa diselesaikan dengan arif.
Hikmah terbesar dari kejadian ini
adalah bahwa manajemen pemberantasan korupsi yang dijalankan oleh KPK dengan
mengedepankan penindakan korupsi sering menghasilkan reaksi yang tidak bisa
dianggap enteng. Terlihat KPK kewalahan atau kalau tidak salah nyaris berada
pada posisi di bawah angin ketika elemen masyarakat tertentu mengadukan indikasi
penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa pimpinan KPK. Momentum kisruh ini
harus dimanfaatkan dalam rangka menataan ulang pola pemberantasan korupsi yang
dijalankan oleh KPK. Dengan kata lain perlu dilakukan reformasi KPK.
Yang pertama yang perlu dilakukan
adalah reformasi unsur pimpinan KPK. Unsur pimpinan KPK harus lengkap dengan
kata lain unsur ini harus mewakili unsur di lapangan. Saya mengusulkan pimpinan
KPK terdiri dari 7 orang yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan,
birokrasi, LSM, pengacara, pengusaha dan akademisi. Unsur kepolisian diseleksi
oleh pansel dari perwira aktif kepolisian berpangkat minimal bintang dua dan
perwira polisi terpilih akan merangkap sebagai Kabareskrim. Unsur kejaksaan diseleksi
oleh pansel dari jaksa aktif minimal pernah menjabat sebagai kepala kejaksaan
tinggi dan jaksa terpilih akan merangkap sebagai Jampidsus. Jabatan rangkap
antara pimpinan KPK terpilih dari unsur polisi dan jaksa ini untuk meningkatkan
sinergi, koordinasi dan menghindari gesekan yang tidak perlu antara
KPK-Polri-Jaksa. Diharapkan Kabareskrim merangkap pimpinan KPK ini menjadi
kandidat kuat calon Kapolri di masa yang akan datang. Demikian juga Jampidsus
yang merangkap sebagai pimpinan KPK ini menjadi kandidat kuat calon Jaksa Agung
di masa yang akan datang. Unsur birokrasi diambil dari mantan minimal eselon 2
pemerintah pusat dan daerah terutama mantan inspektur jenderal atau inspektur
pemda. Unsur pengusaha diambil dari mantan ketua asosiasi pengusaha atau
asosiasi importir. Unsur akademisi, LSM dan pengacara diambil dari yang
berpengalaman dan memiliki visi pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Hal paling strategis dari
reformasi unsur pimpinan KPK ini adalah pada jabatan rangkap Kabareskrim dan
Jampidsus dalam unsur pimpinan KPK. Bila Kabareskrim merangkap pimpinan KPK ini
kelak menjadi Kapolri tentu akan meningkatkan daya dukung antara KPK dan Polri.
Demikian juga bila Jampidsus merangkap pimpinan KPK ini kelak menjadi Jaksa
Agung akan meningkatkan daya dukung antara KPK dan Kejaksaan.
Yang kedua yang perlu dilakukan
adalah mengedepankan visi pencegahan korupsi. Unsur pimpinan KPK yang merangkap
Kabareskrim, Jampidsus dan birokrasi akan menjadi puncak gunung es reformasi
internal dan sistemik Polri, Kejaksaan dan brokrasi. Pencegahan korupsi dilakukan
dengan pembenahan dan reformasi intern. Untuk itu bidang pencegahan KPK harus
merekrut sebanyak mungkin SDM yang selama ini terlibat langsung dalam permainan
korupsi terutama tender pengadaan barang/jasa. Seleksi harus sedemikian rupa
sehingga mantan pelaku korupsi ini bisa dibina untuk benar-benar bisa menyusun
pola pencegahan korupsi dari pengalaman mereka selama ini.
Yang ketiga adalah membentuk KPK
regional di daerah. Struktur ini dimungkinkan oleh UU KPK dan untuk
meningkatkan rentang kendali dalam rangka pencegahan korupsi di daerah. Namun
tetap saja KPK regional ini memiliki keterbatasan terutama tidak sebandingnya
jumlah KPK regional dengan birokrasi pusat dan daerah yang harus dibina. Maka
oleh karena ini KPK regional harus membangun pola kerjasama kemitraan antara
KPK regional dengan Kejati-Kejari, Polda-Polres, Pemprov-Pemkab-Pemko.
Kerjasama kemitraan resmi ini harus bergerak secara diam-diam tanpa publikasi
dan keanggotaan tanpa SK sehingga tidak ada hambatan apapun terhadap personil yang
tergabung dalam kerjasama kemitraan ini. Yang menjadi masalah adalah pada
fungsi inspektorat daerah di mana bentuk inspektorat daerah sekarang ini lebih
pada upaya audit intern yang mengarah pada post audit. Berbeda dengan fungsi
Propam Polri. Untuk itu perlu perkuatan peran dan fungsi inspektorat daerah
agar dalam tugas pokok dan fungsinya diperluas menyerupai fungsi Propam Polri
sehingga inspektorat daerah bisa menjadi pihak pertama yang melakukan
pemeriksaan atas semua penyimpangan birokrasi daerah. Hasil pemeriksaan ini
akan menjadi bahan utama penyusunan pola pencegahan korupsi. Bila hasil
pemeriksaan ditemukan indikasi pidana barulah inspektorat daerah melimpahkan
kasusnya ke lembaga penegak hukum.
Yang keempat adalah pola promosi
karir staf KPK. Staf KPK banyak direkrut dari Polri, kejaksaan, lembaga audit
seperti BPKP dan staf umum. Status staf KPK ini bersifat temporer dan bila masa
tugas berakhir maka mereka akan dikembalikan pada institusi asalnya.
Sekembalinya mereka pada institusi asal mereka tidak bisa membawa atmosfer KPK
di tempat asalnya karena mereka kembali menjadi staf biasa dan terikat pada
perintah. Perlu disusun pola promosi jabatan mantan staf KPK yang mana bila
mereka dikembalikan ke institusi asal maka mereka langsung dipromosikan menjadi
pimpinan struktural sesuai dengan kepangkatan mereka sehingga ilmu dan atmosfer
KPK bisa mereka tularkan di institusi asalnya.
Reformasi adalah sesuatu yang
dinamis. Semua harus direformasi termasuk KPK. KPK harus terus berubah. Apabila
KPK tidak berubah maka KPK akan diselimuti kejumudan gerakan dan kejumudan
berpikir.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
5 februari 2015
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar