Anggaran untuk subsidi BBM pada APBN Perubahan 2014 sebesar Rp. 350,3
trilyun dari total anggaran APBN Perubahan 2014 sebesar Rp. 1.876,9 trilyun
atau 18,6 %. Sebagian besar subsidi BBM ini dinikmati oleh kenderaan pribadi.
Anggaran subsidi BBM ini diperkirakan takkan mencukupi sampai akhir
tahun 2014 sehingga pemerintah sempat membuat kebijakan melakukan pengurangan
suplai BBM ke seluruh SPBU yang ternyata memancing kepanikan pasar dan
spekulasi sehingga terjadi antrian panjang kenderaan di SPBU.
Pada waktu antrian BBM subsidi tersebut saya mencoba berkomunikasi
dengan beberapa teman yang pernah ikut antrian BBM subsidi. Mulai dari pemakai
kenderaan roda 2, kenderaan roda 4 dan sebagian teman yang berbisnis angkutan
umum baik barang maupun penumpang. Ternyata mereka memiliki pemikiran yang
simpel, yakni daripada antrian BBM subsidi berjam-jam kehilangan waktu juga
kehilangan omzet angkutan barang maupun penumpang, lebih baik tidak usah ikut
antrian panjang BBM subsidi tapi membeli saja BBM nonsubsidi jenis pertamax
apabila ada di SPBU tersebut. Toh nantinya tinggal menyesuaikan dengan ongkos
angkutan. Apalagi untuk kenderaan roda 2 paling banter hanya menambah biaya
pembelian BBM nonsubsidi beberapa belas ribu rupiah saja.
Kebijakan mengurangi suplai BBM subsidi memang memiliki niatan baik
yaitu agar subsidi BBM mencukupi sampai akhir tahun 2014. Hanya saja ketika
kebijakan pengurangan suplai tersebut ternyata tidak diimbangi dengan pasokan
BBM nonsubsidi membuat tidak seimbangnya antara permintaan dan ketersediaan
barang membuat antrian panjang BBM terjadi yang pada akhirnya membuat gangguan
perekonomian rakyat kecil. Seharusnya diatur pola keseimbangan di mana apabila
dilakukan pengurangan pasokan BBM subsidi misalnya 5 % maka pasokan BBM
nonsubsidi ditambah sebesar 5 % sehingga ketersediaan BBM secara keseluruhan
tidak terganggu.
Para elit pembuat kebijakan terlalu memikirkan parameter ekonomi
saja dan kurang memperhitungkan faktor sosial dan psikologi pasar. Sehingga
pengurangan pasokan BBM subsidi justru memancing kepanikan dan spekulasi. Apabila
dalam kondisi normal sebuah kenederaan masih tenang-tenang saja bila tangki
BBMnya sampai tinggal seperempat volume tapi setelah terjadi kepanikan pasar
maka kenderaan tersebut berusaha setiap hari untuk mengisi penuh tangki BBMnya.
Fenomena yang paling menarik adalah beberapa kenderaan pribadi
justru tidak mau ikut pusing antrian panjang BBM di SPBU tapi malah membeli BBM
di pedagang eceran walau harganya lebih mahal 2 ribu sampai 3 ribu perliternya.
Antrian panjang BBM ternyata menyentuh hati para elit pembuat
kebijakan. Pengurangan pasokan BBM subsidi sudah dihentikan. Antrian panjang di
SPBU berangsur-angsur berkurang dan sudah kembali pulih seperti sedia kala.
Namun sesekali masih terlihat antrian kenderaaan antara 5 sampai 10 kenderaan.
Namun masalah keterbatasan subsidi masih tetap menjadi masalah.
Jumlah subsidi yang menggerogoti anggaran APBN masih tetap menjadi perdebatan.
Saya melihat bahwa politik pengurangan pasokan BBM subsidi harus
kembali dilakukan tapi dengan cara yang tepat. Saya mengusulkan agar dilakukan
pengurangan pasokan BBM subsidi secara perlahan paling tidak 1 % setiap
bulannya. Pengurangan pasokan ini harus diimbangi dengan penambahan pasokan BBM
nonsubsidi sehingga ketersediaan barang BBM tetap jumlahnya. Pengurangan
pasokan secara bertahap ini perlu diujicoba dengan harapan masyarakat yang
tidak sabar ikut antrian akan beralih ke BBM nonsubsidi.
Cara ini secara politis dan secara sosial akan lebih damai
ketimbang mengurangi subsidi secara drastis dengan cara mengumumkan kenaikan
harga BBM yang akan diwarnai dengan gejolak politis dan ekonomis yang membuat
harga barang dan jasa justru naik persentasenya melebihi persentase kenaikan
harga BBM subsidi.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
14 september 2014
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar