Baik pemilu legislatif maupun
pemilu presiden menyisakan beberapa masalah penting.
Masalah pertama betapa negeri ini
masih menyimpan kesenjangan pembangunan di mana di perkotaan begitu mudah
mendistribusikan kotak suara dan surat suara sedangkan di pedesaan kondisinya
bervariasi di mana sebagian dengan mudah dijangkau kenderaan roda 4 karena
transportasi jalan sudah bagus, ada yang jalannya rusak sehingga kenderaan roda
4 tidak bisa melaju mulus, ada yang hanya bisa dilalui kenderaan roda 2 karena
jalannya masih berupa tanah, ada yang harus melalui sungai tanpa jembatan
sehingga harus melintasi air sungai, ada yang naik boat melintasi laut atau
sungai besar, mungkin ada yang harus dengan helikopter karena berada di
pegunungan. Saya tidak tahu apakah ada yang harus diantar dengan berjalan kaki.
Keadaan ini harus diselesaikan oleh presiden terpilih di mana pada APBN 2015
semua desa terisolir harus sudah dibangun jalan sebagai sarana transportasi.
Biaya untuk membangun jalan membebaskan desa terisolir akan bervariasi mulai
dari kelas ratusan juta sampai milyaran. Tak perlu dengan konstruksi yang
terlalu bagus karena dengan konstruksi lapen/lapis penetrasi saja asalkan
dikerjalan dengan dengan baik, dilengkapi dengan sarana drainase dan hanya
dilintasi kenderaan bertonase biasa untuk keperluan pedesaan dan tidak dilalui
kenderaan berat bertonase berat seperti truk pengangkut kayu maka jalan lapen
tersebut akan sangat memadai sebagai jalur transportasi menuju pedesaan
terisolir. Kenapa kita begitu asyik dengan angka ratusan triryun untuk jembatan
selat sunda, kereta api cepat Jakarta-Surabaya, jalan tol trans sumatra tapi
untuk membebaskan seluruh desa terisolir yang paling banter hanya membutuhkan
belasan trilyun kita tak mampu membahasnya ?
Desa terisolir selain identik
dengan ketiadaan jalan untuk transportasi juga identik dengan tidak adanya
listrik untuk penerangan rumah. Presiden terpilih juga harus membebaskan
seluruh desa tidak berlistrik menjadi desa berlistrik melalui APBN 2015, bisa
dengan fasilitas listrik dari PLN bisa juga mengembangan energi alteratif
seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga mikro hidro atau tenaga surya.
Masalah kedua yang tersisa adalah
sulitnya mengendalikan dan mengawasi perhitungan suara di mana di beberapa tempat
terjadi kecurangan oleh penyelenggara dan di kalangan rakyat terjadi politik
uang sedangkan kita sudah punya program e-KTP. Menuju pemilu 2019 maka program
e-KTP harus dikembangkan menuju e-voting. Tidak ada alasan rakyat belum siap
karena sudah hampir semua rakyat pandai memakai HP dan peralatan elektonik
seperti TV dan menjadi aktifis warnet baik itu main game atau browsing. Kasus
e-KTP yang sekarang sedang menjadi pasien KPK kasusnya harus segera dituntaskan
agar program e-KTP bisa segera dikembangkan menuju e-voting.
Masalah ketiga yang tersisa
adalah korupsi. Presiden terpilih mendapat warisan korupsi masa lalu yang
jumlahnya tidak sedikit dan menjadi ranah KPK dan institusi penegak hukum
lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Yang menjadi pertanyaan besar adalah
sejauh mana presiden terpilih nantinya bisa mencegah terjadinya korupsi di masa
depan. Untuk ini konsep dan sistem gerakan pencegahan korupsi harus
dikembangkan semaksimal mungkin. Lembaga KPK telah memiliki organ pencegahan
korupsi walau fungsinya belum maksimal. Sedangkan kepolisian dan kejaksaan
belum memiliki organ pencegahan korupsi. Untuk ke depan presiden terpilih harus
mengembangkan organ pencegahan korupsi di lembaga kepolisian dan kejaksaan.
Sedangkan di birokrasi ada inspektorat jenderal di kementrian dan inspektorat
di pemerintahan daerah. Fungsi inspektorat juga belum memiliki fungsi
pencegahan, mereka hanya memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan. Ke depan
presiden terpilih harus mengembangkan organ Inspektorat dalam bidang pencegahan
korupsi. Semua organ pencegahan korupsi di berbagai lembaga negara ini harus
disatupadukan dalam satu koordinasi agar terjadi sinergi dan kesamaan gerak
langkah. Untuk itu perlu dikembangkan sebuah lembaga khusus pencegahan korupsi
atau membentuk kementrian pencegahan korupsi yang memiliki struktur vertikal ke
daerah dengan fungsi koordinasi organ pencegahan korupsi di semua lembaga
seperti kepolisian, kejaksaan dan inspektorat. Apalagi birokrasi memiliki
banyak sumber daya pelaku korupsi dan sebagian dari pelaku korupsi ini memiliki
pemikiran tentang tata cara pencegahan korupsi. Tentu sumber daya ini sangat
efektif dalam menyusun program dan sistem gerakan pencegahan korupsi.
Pemerintahan kabinet presiden
terpilih harus mengedepankan gerakan pencegahan korupsi. Sistem rekrutmen
terbuka pejabat negara yang tercantum dalam UU Aparatur Sipil Negara akan sangat
efektif bila didukung dengan kementrian pencegahan korupsi ini.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
21 Juli 2014
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar