Berkaca dari pengalaman
kesemrawutan tata kelola dan manajemen pemerintahan daerah maka saya melihat rencana
pembentukan pemerintahan desa sebagai sebuah eksperimen tata negara penting
menuju kesejahteraan rakyat desa dengan payung hukum UU nomor 6 tahun 2014
tentang Desa maka perlu penekanan penting tentang peraturan yang mengatur
perangkat desa dan kaitannya dengan pengelolaan keuangan dan aset. Mumpung
peraturan turunan dari UU Desa belum diterbitkan maka perlu disampaikan informasi
agar kelak penyakit pemerintahan daerah tidak menular ke pemerintahan desa.
Perangkat desa diatur pada pasal
48 UU Desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana kewilayahan
dan pelaksana teknis. Peraturan turunan yang akan mengatur tentang perangkat
desa harus memperhatikan faktor SDM desa yang sangat variatif, potensi desa dan
antisipatif penyimpangan dan kondisi terburuk atas normatif dan praktek.
Apabila dikaitkan dengan akan besarnya jumlah dana yang akan dikelola, jauh
lebih besar dari jumlah dana kecamatan atau kepala bagian sekretariat pemda,
maka SDM sekretaris desa dan jajarannya seharusnya lebih kuat dan lebih handal
dari SDM kecamatan. Di sini perlu dikaji ulang tentang persyaratan sekretaris
desa jangan lagi dari PNS minimal golongan II tapi dari golongan III berlatar
belakang sarjana administrasi, ekonomi atau akuntansi dan menguasai peraturan
tentang desa, keuangan dan aset. Sedangkan jajaran di bawah sekretaris desa
berupa staf sekretariat desa perlu dikaji di mana struktur organisasi
sekretariat desa perlu dilakukan penyeragaman terutama di bidang seksi
keuangan, seksi aset dan pemeliharaan, seksi permasalahan hukum. Ketiga seksi
ini diharapkan terdiri dari PNS berlatar belakang yang sesuai. Mengenai asal
usul PNS tersebut memang dilematis, apabila diwajibkan berasal dari desa
tersebut maka bagaimana kalau dari desa tersebut tidak tersedia SDMnya. Maka
perlu dipikirkan agar masalah asal-usul SDM bisa fleksibel dengan mengakomodir
para perantau atau dari desa terdekat. Ketiga seksi ini diharapkan standar
semua desa karena akan melaksanakan standar tata kelola keuangan desa,
pengelolaan aset desa dan penangan hukum intern dan ekstern desa. Diprediksi
konflik akan meningkat di desa akibat persaingan menjadi kepala desa dan aparat
desa mengingat jumlah dana yang akan dikelola akan menarik minat berbagai
kepentingan untuk memanen uang dalam jumlah besar tersebut. Aspek
pertanggungjawaban keuangan juga perlu distandarkan dan perlu dikaji apakah
perlu dibentuk aparat pengawasan intern desa sebagai fungsi pengawasan dan
pembinaan, atau apakah diserahkan kepada inspektorat pemda, atau bagaimana ?
Menurut saya perlu dibentuk satu struktur yang berfungsi sebagai aparat
pengawas intern desa dengan fungsi pembinaan dan pengawasan agar aparat desa
lebih mawas diri, sturkturnya bisa di desa atau bisa juga meliputi beberapa
desa di kecamatan. Rentang kendali akan menjadi kendala bagi Inspektorat pemda dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan. Agar fungsi pertanggungjawaban lebih
berkualitas maka BPK pada waktu audit rutin ke pemda perlu juga mengaudit pemerintahan
desa secara acak minimal 3 desa perkecamatan agar pemerintahan desa juga lebih
meningkatkan kualitas administrasinya.
Regulasi pengelolaan SDM,
keuangan dan aset perlu dilakukan sesederhana mungkin mengingat tahap awal
pelaksanaan pemerintahan desa diperlukan kelonggaran dan fleksibilitas tanpa
mengesampingkan aspek kualitas dan keandalan pertanggungjawaban. Efek samping
tender pada pemerintahan daerah diupayakan bisa dihindari dengan mengedepankan penetapan
harga standar menyerupai kataloque tingkat desa. Sedangkan kelengkapan berkas
administrasi belanja diupayakan jangan terlalu rumit dan bertele-tele, kalau
bisa cukup 1 lembar saja setiap pembelanjaan dalam bentuk bon faktur dengan
beberapa stempel telah diterima dan stempel telah diperiksa.
Selain itu, aspek keuangan desa
yang diatur pada pasal 71-75 UU Desa mengamanatkan 10 % APBN akan diserahkan ke
seluruh desa seIndonesia. Berkah ini bisa berubah menjadi bencana apabila tumpahan
dana ini tidak diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi penyimpangan sistemik
maupun ketidakakuratan prediksi terburuk. Hasil kalkulasi APBN saat ini bila 10
% dialokasikan pada seluruh desa maka perdesa akan mendapat sekitar 1,2 milyar
pertahun yang bila dibagi rata perbulannya akan mendapat sekitar 100 juta
perbulan. Dari semula hanya mengelola sekitar puluhan hingga ratusan juta dari
alokasi dana desa sumber dana APBD meloncat menjadi milyaran tentu ini
memunculkan kekhawatiran akan kesanggupan desa mengelola dana secara baik dan
benar. Untuk itu perlu dilakukan pentahapan dalam penguncuran dana ini. Paling
tidak diperlukan 3 tahapan yaitu tahap pertama sebagai tahap persiapan, tahap
madya dan tahap final. Tahap persiapan dipandang sebagai start dalam bentuk
persiapan dan pembinaan menyeluruh terhadap kesiapan baik SDM, ujicoba sistem
tata negara di desa, aspek pengawasan dan pertanggungjawaban. Pada tahap
persiapan ini di akhir tahun akan diuji bagaimana hasil penerapan tahap
persiapan. Penguji bisa dari gabungan pemda, perguruan tinggi dan tokoh masyarakat
lokal. Pada tahap persiapan ini alokasi dana cukup 1/3 dari yang seharusnya.
Dengan adanya tahap persiapan ini maka pemerintahan desa akan berusaha agar
tingkatan yang mereka miliki bisa naik kelas ke tahap madya. Apabila tidak
lulus ujian maka tahap persiapan akan diperpanjang terus sampai mereka siap
untuk memasuki tahap madya. Beberapa pembinaan dan rotasi pejabat dilakukan
untuk percepatan pencapaian kenaikan tahapan. Tahap madya juga memiliki
parameter yang lebih tinggi dari tahap persiapan dan diuji di akhir tahun.
Apabila tidak lulus ujian maka tahap madya bisa diperpanjang terus. Tapi
apabila hasil ujian ternyata hasilnya sangat tidak baik maka status bisa
diturunkan dari tahap madya kembali ke tahap persiapan. Tahap madya
dialokasikan dananya 2/3 dari yang seharusnya. Satu desa yang telah memasuki
tahap final ini akan menyerupai sebuah desa berkualitas tinggi dengan SDM dan
pengelolaan mendekati sempurna.
Pentahapan ini penting agar pemerintahan
desa tidak pandang enteng terhadap kualitas pengelolaan pemerintahan desa
sebagaimana pandang entengnya pemerintahan daerah terhadap opini BPK yang
diberikan kepada mereka. Opini disclaimer pada pemda tidak merubah perilaku
pemda. Posisi pentahapan yang dikaitkan dengan jumlah alokasi dana yang mereka
peroleh akan membuat mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kinerja
terbaiknya.
Sadar bahwa pemerintahan desa
dalam kondisi terbaik akan mempercepat kesejahteraan rakyat. Tapi juga harus disadari
bahwa pemerintahan desa merupakan sarana penghancuran negara apabila tidak
dipersiapkan secara matang. Jangan sampai para aparat desa terjerumus dalam
kasus hukum akibat sistem yang dibentuk secara serampangan tanpa
mempertimbangkan kondisi objektif pedesaan seIndonesia yang sangat variatif.
Ada banyak desa yang walau tanpa persiapan sudah siap 1000 % untuk menjalankan
UU Desa. Tapi juga ada banyak desa yang sama sekali tidak siap untuk
menjalankan UU Desa. Parameter paling mudah untuk mengukurnya saat ini adalah
sudah berapa desa yang memegang naskah UU Desa ?
Jangankan di tingkat desa,
ditingkat propinsi, kabupaten dan kota saja masih banyak yang belum memegang
naskah UU Desa.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
5 juni 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar