Dalam debat capres keduanya
sama-sama mengusung isu perkuatan KPK dalam bentuk penambahan anggaran dan
staf.
Sudah banyak yang mempertanyakan
efektifitas pemberantasan korupsi dalam bentuk penindakan. Contoh paling mutakhir
adalah kasus yang sedang menjerat SDM mantan Menteri Agama. Padahal beberapa
tahun sebelumnya mantan Menteri Agama SAHM juga terjerat masalah. Keduanya
sama-sama terjerat dalam masalah yang saling berakitan yaitu pengelolaan dana
haji.
Misi KPK dalam bentuk koordinasi,
supervisi, pencegahan dan monitoring benar-benar dipertanyakan. Hal ini tak
lepas dari keterbatasan yang dimiliki oleh KPK, mulai dari keterbatasan
anggaran, keterbatasan personel dan keterbatasan rentang kendali karena
kantornya hanya di Jakarta. Sedangkan lahan yang harus digarap meliputi seluruh
lembaga negara pusat dan daerah dari Sabang sampai Merauke, bahkan sampai pada
pihak swasta yang berurusan dengan lembaga negara. Bila semua personel KPK
diturunkan serentak dibagi rata ke seluruh lembaga negara pusat dan daerah maka
akan ada lembaga negara yang tidak kebagian personel KPK.
Keterbatasan anggaran dan
personel sudah dijanjikan penambahannya oleh kedua capres. Yang belum
disinggung adalah keterbatasan rentang kendali. Belum ada pola hubungan yang
jelas antara KPK dengan lembaga yang searah dengan tugas pokok dan fungsinya
seperti kejaksaan, kepolisian, BPKP, BPK, Inspektorat jenderal dan daerah. KPK
memang banyak dibantu personel kepolisian, kejaksaan dan BPKP namun pasca
penugasan di KPK tidak jelas arah dan pola promosi jabatannya. Saya melihat
perlu dibangun pola promosi jabatan terhadap para mantan personel KPK yang
berasal dari institusi kepolisian dan kejaksaan. Misalnya diprioritaskan
menjadi pimpinan di berbagai tingkatan seperti di polres dan polda atau di
kejari dan kejati atau di BPKP perwakilan regional. Sedangkan terhadap
rekrutmen dari Inspektorat Jernderal atau Inspektorat Daerah atau jajaran
birokrasi pusat dan daerah belum dilakukan rekrutmen dalam jumlah yang berarti
padahal baik modus dan cara pencegahan korupsi para birokrasilah yang paling
paham. Untuk itu ke depan untuk perkuatan bidang pencegahan maka perlu
dilakukan rekrutmen terbuka terhadap aparat birokrasi pusat dan daerah untuk
menempati pos bidang pencegahan korupsi di KPK.
Mengenai rentang kendali, perlu
dipikirkan untuk membentuk kantor perwakilan regional di beberapa wilayah seperti
regional Sumatra, regional Kalimantan, Regional Sulawesi, Regional kepulauan
Indonesia Timur dan regional kepulauan Indonesia Selatan. Kantor perwakilan
regional ini difokuskan pada maksimalisasi upaya pencegahan korupsi dan
maksimalisasi rentang kendali sehingga fungsi koordinasi, supervisi, pencegahan
dan monitoring bisa berjalan dengan baik. Mengernai standar rekrutmen harus
sama dengan standar rekrutmen dengan personel KPK pusat serta memperluas
rekrutmen terhadap jajaran birokrasi dalam upaya pencegahan korupsi.
Satu hal yang sangat menarik
perhatian adalah pemberantasan korupsi berbentuk penindakan korupsi menyerupai
permainan petak umpet, terutama di daerah. Katakanlah sebuah tokoh birokrasi
daerah tersandung kasus korupsi dan ditangani KPK. Selama proses hukum
berlangsung akan ada suasana mencekam di daerah tersebut terutama di
instansi/dinas yang menjadi masalah korupsi. Mencekam karena agen KPK
dipastikan berkeliaran di daerah tersebut. Puncak situasi mencekam terjadi
ketika pembacaan vonis diumumkan dan sang tokoh birokrasi daerah ternyata tidak
banding karena dikhawatirkan hukumannya justru bertambah lama. Nah, pasca vonis
tersebut lama kelamaan situasi mencekam semakin lama semakin melemah. Kira-kira
3 bulan kemudian situasi kembali normal seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Modus operasi korupsi mulai berjalan lagi, dengan modifikasi di beberapa sudut
dan dilakukan lebih hati-hati, terutama upaya menghindari penyadapan dalam
bentuk komunikasi tanpa ponsel. Kondisinya menyerupai permainan petak umpet.
Efek jera tidak terasa karena pola operasi korupsi saling terkait satu sama
lain melibatkan banyak pihak sehingga penangkapan dan penghukuman terhadap
tokoh puncak justru tidak menghilangkan korupsi karena akan muncul tokoh puncak
pengganti dan sistem korupsi berjalan lagi seperti sedia kala.
Kenapa pola petak umpet ini bisa
terjadi ? Faktor utamanya adalah karena “KPK telah pergi”. KPK telah pergi
kembali ke Jakarta sedangkan antara daerah dan Jakarta sedemikian jauh. Rentang
kendali yang terbatas menyebabkan penindakan korupsi seperti permainan petak
umpet.
KPK regional merupakan solusi
terhadap perluasan rentang kendali KPK tapi harus diarahkan terhadap dominasi
pencegahan korupsi, membangun sistem pola promosi pasca tugas di KPK dan pola
hubungan antar KPK dengan lembaga terkait seperti penegak hukum dan birokrasi.
KPK regional bertugas dalam rangka maintenance pasca penindakan korupsi.
Terlalu banyak harapan kepada
KPK, terlalu banyak pula keterbatasan yang dimiliki KPK. Keterbatasan ini harus
diselesaikan dengan penambahan anggaran, personel dan rentang kendali.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
27 juni 2014
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar