Salah satu isu yang mengedepan
pada debat capres/cawapres adalah isu ketahanan pangan. Kedua capres/cawapres menjadikan
isu ketahanan pangan menjadi isu andalannya.
Sebagai akibat dari ledakan
penduduk, ditambah dengan zaman industri dan informatika serta ekonomi maka
lahan pertanian secara drastis dirubah menjadi lahan permukiman dan
perdagangan, sedangkan profesi pertanian menjadi profesi yang tidak menguntungkan
dan membanggakan. Sedangkan politik pembangunan tidak mendukung sama sekali
pada bidang pertanian. Nusantara yang begitu luas, laut yang begitu luas dan
SDM yang begitu banyak tidak bisa menjadi modal utama mendukung ketahanan
pangan. Justru jumlah penduduk Indonesia menjadi pasar dari komoditas pertanian
negara lain alias pasar impor. Organisasi milik negara mulai dari kementrian
pertanian, dinas pertanian di setiap pemerintah daerah, penyuluh pertanian tidak
bisa menggerakkan ketahanan pangan. Pak tani justru tidak mau anaknya jadi
petani. Sawah ladang dijualnya agar anaknya bisa sekolah tinggi dan agar tidak
menjadi petani seperti dirinya.
Di sisi lain, Indonesia mencoba
untuk bersaing dengan negara lain di bidang industri. Berbagai institusi
pendidikan bidang industri didirikan mulai dari perguruan tinggi pendidikan
teknik, sekolah menengah kejuruan teknik dan balai latihan kerja industri.
Semua didirikan untuk mendukung program pemerintah menuju negara industri.
Kenyataan membuktikan Indonesia kewalahan untuk menjadi negara industri dengan
penyebab utama teknologi tidak bisa diberikan begitu saja dan SDM handal justru
tidak mendapat imbalan yang layak bila bekerja di Indonesia dan mereka lebih
sejahtera bila bekerja di negara lain.
Indonesia harus berkaca pada diri
sendiri. Kejayaan masa lalu nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya dan kerajaan
Majapahit adalah pada kejayaan maritim dan agraris. Penjajahan yang dialami
oleh Indonesia selama berabad-abad adalah akibat perburuan produk agraris
terutama rempah-rempah. Indonesia memulai langkah pertama dalam usaha menjadi
negara industri pada tahun 1970-an sedangkan pesaingnya yaitu negara barat
justru sudah memulai pada tahun 1700-an.
Bagaimanapun juga ketahanan
pangan mutlak harus dipertahankan. Salah satu penyebab defisit perdagangan
adalah akibat besarnya laju impor pangan yang hampir pada seluruh komoditi
pertanian, peternakan dan perikanan.
Namun, apa daya, banyak hal yang menjadi
faktor penghambat pergerakan program ketahanan pangan, mulai dari lahan,
permodalan, profesi dan pendidikan. Lahan potensial pertanian sudah beralih
fungsi menjadi permukiman dan perdagangan. Permodalan terutama perbankan kurang
berminat berekspansi ke bidang pertanian. Profesi petani kurang bergengsi. Pendidikan
pertanian mulai dari jurusan teknik pertanian sampai sekolah menengah kejuruan
pertanian semuanya berada di perkotaan. Sedangkan potensi pertanian ada di
pedesaan.
Rasanya sudah berat mensinergikan
antara program ketahanan pangan dengan realiata yang berkembang di masyarakat.
Namun ada satu potensi yang
terlupakanyaitu potensi balai latihan kerja (BLK). BLK berada di hampir seluruh
kabupaten baik itu milik pemerintah daerah maupun milik swasta. BLK mendidik
peserta latihan untuk menjadi tenaga kerja siap pakai baik untuk bekerja di
perusahaan maupun membuka usaha sendiri. BLK didominasi oleh kurikulum
keteknikan (otomotif, elektronik, pertukangan) maupun tata busana serta
administrasi perkantoran.
Saya melihat potensi BLK yang
tersebar hampir di selururh kabupaten merupakan potensi yang terlupakan dalam
mewujudkan program ketahanan pangan. Kurikulum BLK perlu diperluas dengan
menyusun kurikulum berbasis pertanian, peternakan dan kelautan. Pelatihan BLK
bentuk baru seperti pelatihan budidaya komoditi tertentu seperti budidaya ikan
lele, budidaya ikan hias, budidaya kacang kedelai, budidaya ayam buras,
budidaya rumput laut, budidaya mutiara dan lain sebagainya perlu dikembangkan
dengan target menciptakan para pengusaha di bidang budidaya komoditi tertentu.
Pemerintah membantu dengan menciptakan pasar, bantuan modal terutama modal
kredit usaha rakyat (KUR) dan penyediaan lahan dengan pola pinjam pakai. Wawasan
ekonomi rayat tentang budidaya komoditi tertentu harus dibuka seluas-luasnya
sehingga rakyat terutama angkatan kerja muda akan lebih tertarik menjadi
wirausaha sektor pertanian, peternakan dan kelautan daripada menjadi pekerja di
sektor industri. Justru wirausaha sektor pertanian, peternakan dan kelautan ini
bila berkembang akan menjadi cikal bakal pengembangan industri berbasis
pertanian, peternakan dan kelautan dengan merubah bahan mentah menjadi bahan
baku dan merubah bahan baku menjadi bahan jadi. Contohnya budidaya kelapa
dirubah menjadi kopra dan seterusnya dirubah menjadi produksi minyak goreng.
Siapapun capres/cawapres yang
akan memenangkan pemilu presiden nantinya harus memanfaatkan BLK yang tersebar
di seluruh pelosok negeri menjadi tulang punggung di garda terdepan pergerakan
program ketahanan pangan sehingga Indonesia bukan hanya akan terlepas dari jeratan
impor pangan namun bisa menjadi produsen dan eksportir komoditi pangan terbesar
di dunia.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
20 juni 2014
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar