Industri otomotif menjadi salah
satu parameter meningkatnya perekonomian rakyat di mana pembelian kenderaan
adalah telah menjadi sebuah kebutuhan baik sebagai kebutuhan mobilitas primer
maupun kebutuhan mobilitas rekreatif. Meningkatnya perekonomian rakyat di
samping menjadi pendukung daya beli rakyat akan kenderaan juga membawa
konsekuensi tingginya kebutuhan bahan bakar minyak alias BBM. Semakin bagus
mobilnya akan semakin tinggi kebutuhan BBMnya. Tingginya konsumsi BBM akan
identik dengan tingginya subsidi BBM yang sudah pasti akan membuat repot APBN.
Berbagai cara telah banyak
dilakukan untuk menurunkan angka subsidi BBM mulai dari pengurangan subsidi
BBM, konversi minyak tanah ke gas, energi alternatif, sarana angkutan massal
dan sebagainya. Beberapa alternatif belum dilakukan seperti mengoplos pertamax
dengan premium dalam komposisi masing-masing 50 % dalam artian apabila
minsalnya pengendara membeli 10 liter BBM maka 5 liter merupakan pertamax dan 5
liter lagi adalah premium. Namun mengingat konsumsi BBM dan kenderaan pribadi
bukan hanya sekedar kaitan dengan sarana transportasi namun juga kenyamanan.
Sebagian pengendara lebih memilih memakai kenderaan pribadi roda 4 karena lebih
nyaman walaupun dengan resiko terkena macet. Mereka mensiasatinya dengan
berangkat lebih pagi dan pulang lebih lambat untuk menghindari kemacetan.
Beberapa kenyamanan yang dibutuhkan di antaranya kenyamanan membawa
barang-barang tertentu untuk keperluan pekerjaan seperti berkas, arsip dan alat
elektronik seperti laptop. Kenyamanan ini tentu takkan bisa diperoleh apabila
mempergunakan kenderaan umum seperti KRL atau busway atau angkutan umum lainnya.
Bayangkan betapa repotnya membawa itu semua, kedua tangan membawa berkas
sementara bahu menyandang laptop. Bisa-bisa dengan keadaan seperti ini terkena
aksi pencopetan. Belum lagi bila hari hujan. Maka memakai kendaraan pribadi roda
4 menjadi pilihan utama.
Hanya saja kenderaan roda 4 ini
ternyata boros BBM dalam artian energi yang dihasilkan akibat pembakaran BBM
ternyata tidak sebanding dengan energi real yang diperlukan dengan kata lain
energi yang dihasilkan akibat pembakaran BBM terlalu banyak untuk sekedar membawa
pengendara dan barang bawaannya. Atau dengan kata lain sebenarnya kenderaan
berkapasitas mesin 500 cc sudah mencukupi namun kenyataannya yang dipakai
adalah kenderaan berkapasitas mesin 1000 cc sampai dengan 2000 cc. Kenderaan
roda 4 dengan mesin 1000 sampai 2000 cc tentu akan membakar banyak BBM. Sehingga
dengan kalkulasi ini maka keseluruhannya akan membuat konsumsi BBM yang tidak
seharusnya terjadi alias boros BBM.
Untuk itu maka lahirlah pemikiran
akan mobil hibrida, mobil listrik, mobil BBG dan lainnya dalam rangka
mengurangi konsumsi BBM secara drastis.
Ada satu yang terlupakan yaitu
apakah kapasitas mesin tidak bisa diturunkan menjadi di bawah 1000 cc ?
Misalnya menjadi 500 cc atau 300 cc ? Dengan tujuan meminimalkan konsumsi BBM
sampai sesuai kebutuhan. Mobil murah yang sedang dipersiapkan untuk membanjiri
pasar harus diwajibkan memiliki kapasitas mesin dengan dibawah 1000 cc. Atau
merancang kenderaan roda 2 beratap dan berbagasi sehingga aman dari hujan dan
bisa membawa barang keperluan kerja/kantor. Tentunya roda 2 harus dimodifikasi
menjadi roda 3 menyerupai bajaj. Ini akan sangat menghemat drastis konsumsi BBM
untuk keperluan transportasi bekerja setiap harinya. Ini hanya akan menghemat
konsumsi BBM namun belum mengurangi kemacetan. Diharapkan pengendara akan
beralih dari kenderaan roda 4 berkapasitas mesin di atas 1000 cc beralih ke kenderaan
roda 4 berkapasitas mesin di bawah 1000 cc atau ke kenderaan roda 2 beratap
berbagasi.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
26 mei 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar