Tidak ada kata lain kecuali
tragis, demikian ungkapan pertama yang dialamatkan kepada Kementrian Agama.
Indonesia mungkin satu-satunya,
atau paling tidak satu di antara sedikit negara yang menempatkan agama dalam
pengelolaan negara. Pengelolaan ini merupakan amanah dari Pancasila dan UUD
1945. Atas dasar inilah bisa difahami mengapa kasus dugaan korupsi yang melanda
Kementrian Agama lebih mengecewakan rakyat dibanding kasus dugaan korupsi di
instansi yang lain.
Kementrian Agama juga merupakan
pemecah rekor pimpinan tertinggi instansi negara yang telah dua kali tersandung
kasus dugaan korupsi. Yang pertama menteri SAHM menjadi tersangka dan terdakwa
kasus Dana Abadi Umat periode 2002-2004 dan telah divonis bersalah oleh
pengadilan. Sejak kasus ini tidak ada perubahan yang berarti yang dilakukan di
Kementrian Agama terutama di Direktorat Jenderal yang menangani ibadah haji. Baru
setelah penunjukan AA sebagai Dirjen Haji maka beberapa perubahan signifikan
mulai dilakukan. Sayang sekali reformasi di manajemen haji belum tuntas, muncul
masalah dugaan korupsi yang menimpa SDA sebagai Menteri Agama pada waktu itu.
Baik SAHM maupun SDA adalah orang
baik. Saya sendiri tidak begitu mengenal mereka namun ketika presiden memilih
mereka menjadi Menteri Agama membuktikan bahwa mereka berdua adalah orang baik.
Pada waktu menjalankan tugas sebagai menteri, saya yakin, mungkin kita semua
juga yakin dan percaya, bahwa mereka berdua tidak akan punya niat yang tidak
baik. Saya sendiri tetap memandang bahwa rimba birokrasi yang membuat mereka
berdua terjerembab dalam kasus dugaan korupsi. Sebagai menteri yang berasal
dari non PNS tentu mereka berdua tidak faham tentang administrasi pengelolaan
keuangan negara, tidak faham mana proses yang benar dan mana proses yang salah.
Bila ada berkas yang harus ditandatangani di mejanya, mereka tidak akan sempat
membaca secara mendalam, apalagi di samping namanya di surat sudah ada paraf
koordinasi bertingkat mulai dari eselon terendah sampai eselon tertinggi. Tentu
saringan bertingkat ini tidak akan menimbulkan dugaan atau kecurigaan bagi
mereka berdua apakah penandatanganan ini akan berakibat fatal di kemudian hari.
Saya tidak bermaksud membela
mereka berdua. Saya hanya ingin menegaskan bahwa mereka berdua merupakan
sebagian kecil dari korban rimba birokrasi. Sudah banyak SDM kelas berat dan
SDM terbaik bangsa ini yang terjerat masalah dugaan korupsi akibat tata kelola
birokrasi keuangan negara yang amburadul. Sistem yang rusak masih terlalu kuat
untuk merusak SDM sekuat apapun, paling tidak sampai saat ini masih begitu
kondisinya.
Apapun alasannya, perbaikan harus
terus berjalan Kemenag harus menjadikan kasus dugaan korupsi kepada SDA sebagai
peringatan terakhir. Saya yakin masih banyak SDM di Kementrian Agama yang punya
komitmen dan kemampuan untuk membenahi Kementrian Agama.
Beberapa hal yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
Yang pertama, mengkaji keberadaan
Direktorat Jenderal Haji dan Umrah untuk dipisahkan dari Kementrian Agama
menjadi sebuah lembaga terpisah dan tersendiri langsung di bawah Presiden,
namanya terserah, apakah menjadi Badan Penyelenggaraan Ibadah haji dan Umrah (BPIHU)
atau apapun namanya itu tidak penting, yang penting adalah pisahkan dulu
lembaganya. Ini penting, di samping untuk memisahkan sejarah masa lalu, juga
untuk mempermudah reformasi pengelolaan ibadah haji dan umrah dengan memutus
langsung semua hubungan dari Kementrian Agama.
Yang kedua, menyaring SDM di mana
perlu dilakukan seleksi ulang untuk menjadi staf dan pejabat di BPIHU. Salah
satu saringan terpenting adalah menyaring potensi korupsi dengan mengembangkan
metode psikotest yang bisa membaca potensi seseorang untuk korupsi.
Yang ketiga adalah mengangkat
Kepala BPIHU dari kelompok profesional dengan membentuk panitia seleksi
independen dengan saringan ketat menyerupai seleksi pimpinan KPK.
Yang keempat adalah membentuk
struktur Staf Ahli bidang pencegahan korupsi. Ini penting dan direkrut dari
mantan personel KPK.
Yang kelima adalah menata ulang
keseluruhan manajemen pengelolaan dana haji dan penggunaannya. Pengelolaan dana
haji tak perlu lagi dipindahkan sejak setoran awal ke kas instansi negara tapi
tetap saja dibiarkan di rekening calon haji tersebut dan bunganya menjadi milik
mereka. Setelah jumlahnya genap baru diserahkan kepada BPIHU untuk dikelola
sebagaimana mestinya. Sebagian dari bunga simpanan ini diambil sebagai saham
milik pribadi calon haji dalam mengembangkan BUMN atau perusahaan yang bergerak
di bidang kehajian seperti travel, saham penerbangan, perhotelan, transportasi
yang kesemuanya bergerak di Arab Saudi. Antrian haji dirubah dinamis sesuai
pelunasannya dan daftar antrian dapat diakses secara online.
Yang keenam adalah membentuk
pengawas independen yang terdiri dari elemen penggiat anti korupsi. Kita
memiliki banyak lembaga anti korupsi dan sesungguhnya sangat efektif untuk
dibina hubungan kerjasama pengawasan pengelolaan dan manajemen haji.
Banyak hal yang harus dibenahi.
Keenam hal di atas hanyalah sedikit dari banyak langkah reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi yang cepat
digerakkan akan membantu para pentinggi negara dari kejamnya rimba birokrasi.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
30 mei 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar