Calon presiden pada pilpres 9
juli 2014 sudah mengerucut pada 2 pasangan capres/cawapres yaitu Jokowi/JK dan
Prabowo/Hatta. Kristalisasi ini setelah melalui serangkaian safari politik yang
alot dan berliku. Suatu hiruk pikuk yang nyaris membuat kita lupa akan carut
marut pemilu legislatif. Dengan hanya 2 pasangan ini maka dipastikan pemilu
presiden akan berlangsung 1 putaran. Ini meleset dari prediksi semula di mana sempat
diprediksi akan ada 4 poros atau 3 poros koalisi.
Bagaimanapun juga politik
paternalistik dan figuritas masih akan mendominasi atmosfer perpolitikan pemilu
presiden. Faktor-faktor subjektifitas diprediksi masih akan dominan. Faktor
kedaerahan juga masih akan dominan, meskipun tidak mudah untuk memastikan
dukungan bulat dari Sumatra pada pasangan tertentu atau memastikan dukungan
bulat dari Indonesia Timur pada pasangan tertentu mengingat rakyat juga sudah
semakin kritis dalam memandang politik.
Sebagaimana biasanya rakyat masih
diliputi dengan suasana disinformasi di mana masyarakat masih sangat tidak
melek informasi. Ingatan masyarakat masih sangat pendek. Informasi yang
diperoleh bukan informasi yang utuh dan bulat. Sifat masyarakat juga bukan
pencari informasi. Sebagian besar masyarakat ternyata sangat mudah mengalami
distorsi informasi. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya berkembang suatu gosip
yang bernada kampanye hitam terhadap pasangan capres/cawapres. Belum lagi pola
komunikasi politik yang didesain oleh tim sukses yang mayoritas adalah elit
intelektual membuat materi komunikasi politik cenderung berbahasa elitis dan
sulit untuk difahami dan diterima oleh masyarakat awam yang menjadi mayoritas pemilih.
Saya memandang bahwa politik
paternalistik figuritas tidak bisa diandalkan dalam pendidikan politik rakyat.
Politik paternalistik figuritas harus diimbangi dengan objektifitas politik
visi misi. Rakyat harus dididik untuk lebih mengenal visi misi pasangan
capres/cawapres dan memilih dengan mempertimbangkan visi misi di samping faktor
paternalistik figuritas. Sedangkan elit tim sukses pasangan capres/cawapres
juga harus dididik untuk memperkenalkan dan mengkampanyekan visi misi dengan
teknik komunikasi politik yang membumi dengan rakyat sesuai situasi diri
pemilihnya. Komunikasi politik kepada elit intelektual dan masyarakat terdidik
di perkotaan tentu akan berbeda dengan teknik komunikasi politik kepada
masyarakat pedesaan yang agraris dan maritim. Bila masyarakat terdidik
perkotaan bisa disajikan visi misi secara makro dan menasional maka masyarakat
agraris/maritim pedesaan hanya akan memahami bila disajikan visi misi secara
mikro dan lokalistik seperti penjaminan ketersediaan sandang, pangan, papan,
infrastruktur dasar, sekolah, perobatan dan sedikit hiburan. Mereka takkan
memahami apa itu kasus century, hambalang, pemberantasan korupsi, ketahanan
pangan. Mereka hanya akan memahami pembangunan jalan tanah menjadi jalan aspal
menghapus keterisoliran, saluran air sawah menjadi irigasi, rumah papan menjadi
rumah beton, biaya sekolah gratis, SMP/SMA perdesa, perguruan tinggi kejuruan
tiap kabupaten, perobatan gratis, dokter masuk desa, pasar tradisional baru, listrik
dan channel tv swasta masuk ke rumahnya. Atau isu yang lebih elit tapi
bernuansa lokal seperti jalan tol trans Sumatra, jembatan Selat Sunda, jembatan
Jawa-Bali, jembatan Kalimantan-Sulawesi, pelabuhan bebas di beberapa pulau atau
pemekaran daerah otonomi baru.
Oleh karena itu saya melihat
pentingnya visi misi ini disampaikan langsung masuk ke rumah rakyat melalui
brosur singkat paling tidak berisi latar belakang hidup, pendidikan, pekerjaan
dan visi misi. Brosur ini terbagi tiga bagian yaitu visi misi nasional, visi
misi lokal propinsi dan visi misi lokal kabupaten/kota. Biaya pembuatan dan
distribusi brosur takkan sampai bernilai milyaran. Sebagian akan memandang
sepele kepada brosur ini. Namun sebagian lagi akan mencoba membaca. Dengan
membaca mereka akan tahu masing-masing pribadi capres/cawapres itu berasal dari
mana, pernah sekolah dan kuliah di mana, pernah aktif di organisasi apa saja, pernah
bekerja sebagai apa, rekam jejak singkat seperti apa, prestasi apa saja yang
telah dilakukan, apa yang akan mereka lakukan apabila terpilih menjadi
presiden/wakil presiden dan apa untungnya bagi rakyat bila mereka terpilih
serta siap menerima sangsi apabila janji tak ditepati. Yang akan lebih
spektakuler adalah apa program kerjasama dengan capres/cawapres yang kalah. Sebagian
pemilih tidak akan terpengaruh namun sebagian lagi akan terpengaruh. Yang
diharapkan adalah adanya keseimbangan penilaian antara figuritas dan visi misi.
Bagaimanapun juga realita dan
takdir politik menunjukkan bahwa kita hanya diberi 2 pilihan capres/cawapres.
Mereka masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya sama-sama
memiliki komitmen untuk memajukan bangsa ini. Kedua pasangan ini sama-sama
pernah dibesarkan di perguruan tinggi milik negara (UGM/Unhas dan Akmil/ITB) dan
ini seharusnya memberi nilai lebih akan komitmen kenegaraan dan komitmen
kerakyatan..
Semoga nantinya kemenangan satu
pihak akan didukung oleh pihak lain yang kalah. Siapapun yang menang adalah wujud
kemenangan rakyat. Dan kemenangan rakyat ini harus terwujud dalam kabinet
dominan presidensial.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
26 mei 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar