Pajak adalah salah satu sumber
pendapatan negara terbesar kontribusinya pada APBN. Pada APBN 2014 target pajak
sebesar Rp. 1.110 trilyun. Sedangkan pada APBN 2013 realisasi penerimaan pajak
sebesar Rp. 1.071 trilyun. Dalam kondisi penuh ketidakpercayaan saja penerimaan
pajak sudah melebihi 1.000 trilyun. Bisa dibayangkan apabila tata kelola pajak
diselimuti oleh atmosfer penuh kepercayaan dengan kebocoran mendekati nol. Atau
apabila diversifikasi pajak berhasil dilakukan.
Sebagai salah satu upaya
memaksimalkan penerimaan pajak maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencoba
untuk mengakses rekening nasabah bank. Tentu ini di samping melanggar UU
Perbankan juga menuai protes dari nasabah bank itu sendiri.
Belum ada kejelasan apa motif dan
tujuan dari DJP untuk membuka rekening nasabah bank selain memaksimalkan
penerimaan pajak. Apakah ada unsur ketidakpercayaan atas nominal pembayaran
pajak selama ini atau tidak.
Salah satu ketertarikan nasabah
menyimpan uang dalam berbagai bentuknya di bank adalah kenyamanan. Apabila
kenyamanan terganggu maka nasabah akan memindahkan uangnya dari bank tertentu
ke bank lain yang lebih nyaman. Apabila DJP berhasil memperoleh legalitas untuk
membuka rekening nasabah, terlepas dari apa faktor penyebab ketidaknyamanan,
maka dikhawatirkan ketidaknyamanan akan dirasakan nasabah. Apabila DJP hanya
bisa memperoleh legalitas untuk membuka rekening nasabah pada perbankan
nasional saja, maka dikhawatirkan nasabah akan memindahkan dananya dari
perbankan nasional ke perbankan asing.
Atas uraian singkat di atas,
perlu dipikirkan agar di satu sisi upaya memaksimalkan penerimaan pajak bisa
diwujudkan tapi di sisi lain kenyamanan nasabah juga bisa terjaga.
Salah satu instrumen yang bisa
dipakai adalah pemberian pajak atas bunga bank yang diperoleh nasabah. Bunga
bank adalah salah satu penghasilan nasabah. Sedangkan peraturan perpajakan
mewajibkan setiap penghasilan pribadi dikenai pajak dengan kelompok dan besaran
tertentu. Untuk itu perlu kiranya DJP berkoordinasi dengan BI, OJK, Perbanas
dan beberapa bank berpengaruh untuk duduk bersama merumuskan tata cara dan
besaran pajak penghasilan atas bunga bank dalam berbagai bentuknya baik itu
tabungan biasa, deposito dan lainnya. Dengan cara ini DJP tak perlu membuka
rekening nasabah, cukup sistem perbankan melakukan pemotongan otomatis atas
pajak penghasilan bunga bank nasabah dan menyetorkan secara berkala oleh bank
tersebut kepada kantor pajak terdekat. Audit bisa dilakukan oleh BI atau OJK
sesuai ketentuan selama ini. Sedangkan penerapan kepada perbankan asing yang
beroperasi di Indonesia bisa dikomunikasikan secara resmi dan azas saling
menguntungkan.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
18 maret 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar