Dalam Pembukaan UUD 1945
disebutkan bahwa salah satu tujuan kemerdekaan negara RI adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut diterjemahkan lebih lanjut dalam
peraturan di bawahnya yang salah satunya adalah Undang-Undang nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Banyak hal yang diuangkapkan dalam undang-undang
tersebut, salah satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan bahwa beban
mengajar guru adalah minimal 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam
tatap muka perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai beban kerja guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah. Menindaklanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor
74 tahun 2008 tentang Guru, pada salah satu pasalnya yaitu pasal 52 ayat 2
menegaskan kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang mewajibkan beban
kerja guru minimal 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap muka
perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa guru yang tidak bisa memenuhi
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam tatap muka perminggu dihilangkan haknya
untuk memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan
fungsional dan maslahat tambahan.
Sertifikasi guru adalah salah satu
isu sentral dalam dunia pendidikan di mana guru yang telah lulus ujian
kompetensi guru dan telah mengukuti diklat sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan setfikasi guru
sebesar 1 kali lipat gaji pokok setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus
ujian kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru. Tidak semua guru yang
telah lulus ujian kompetensi guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru dengan
baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak semua guru yang telah lulus
sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi guru. Mengapa ?
Kewajiban 24 jam mengajar perminggu
tingkat pemenuhannya memiliki banyak parameter, di antaranya yang utama adalah
jumlah murid dan jumlah guru mata pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi
maka kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu bukanlah masalah dengan
catatan perbandingan murid dan perbandingan jumlah guru mata pelajaran sejenis memiliki
komposisi yang memungkinkan untuk membagi jam pelajaran sehingga kewajiban
beban mengajar minimal 24 jam perminggu bisa terpenuhi. Masalah muncul bila
jumlah murid tidak terpenuhi akibat fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak
stabil. Jumlah murid pertahun yang tidak stabil ini berbanding lurus dengan
tingkat kemajuan daerahnya. Di daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah
karena tingkat kepadatan penduduk perkotaan cenderung bertambah. Di pedesaan
terutama desa terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup tinggi. Bisa saja
pada tahun tertentu jumlah murid membludak tapi di tahun lain jumlah murid
sangat kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas setengahnya saja tidak bisa
dipenuhi. Pada kondisi ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam perminggu
menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena tidak rela tunjangan
sertifikasinya tidak terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk mengajar di
sekolah lain. Pada daerah perkotaan mencari jam mengajar di sekolah lain
bukanlah perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan. Masalah muncul
apabila guru tersebut mengajar di desa yang mana biasanya di setiap desa hanya
ada 1 sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada beberapa sekolah SMP dan lebih
sedikit lagi sekolah SMU/SMK sederajat. Kondisi ini diperparah lagi dengan
jarak antar desa yang membawa konsekuensi jarak antar sekolah menjadi tidak
mudah untuk dicapai terutama di daerah pegunungan, perbukitan, pantai ataupun daerah
yang berlalu lintas rendah seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan
bahwa pencapaian kewajiban beban mengajar minimal 24 jam mengajar semakin mudah
dipernuhi di perkotaan dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun berbanding
terbalik dengan kualitas pendidikan di mana semakin ke desa maka kualitas
pendidikan semakin rendah.
Kondisi pedesaan ini di mana
kualitas pendidikan yang semakin rendah akan diperparah dengan kewajiban beban
kerja minimal 24 jam mengajar bila tidak terpenuhi. Tentu ini akan membuat
semangat kerja guru menjadi terganggu dan akan berusaha agar tunjangan
sertifikasi gurunya bisa diraihnya sehingga salah satu yang bisa ditempuhnya
adalah pindah mengajar ke daerah yang memungkinkan baginya untuk memperoleh beban
mengajar minimal 24 jam perminggu. Tentu ini akan memperparah kondisi
pendidikan di daerah.
Oleh karena itu maka beban
mengajar minimal 24 jam perminggu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor
74 tahun 2008 tentang Guru pasal 63 ayat 2 bisa lebih disempurnakan lagi (direvisi)
dengan mengakomodir kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru untuk memenuhi jam
mengajar minimal 24 jam perminggu tersebut. Apalagi dengan semakin banyaknya
guru yang lulus sertifikasi guru maka pembagian jumlah mata perlajaran kepada
guru menjadi semakin sedikit dan bisa jadi bila semua guru 100 % telah lulus
sertifikasi guru justru kewajiban 24 jam perminggu tersebut justru tidak
terpenuhi. Belum lagi faktor semakin bertambahnya jumlah guru akibat penerimaan
CPNS dan adanya guru tidak tetap/honorer.
Maka dari itu untuk selain
mengakomodir kesulitan para guru dalam pemenuhan jam mengajar minimal 24 jam
perminggu tersebut, perlu dipikirkan agar 24 jam mengajar perminggu dijadikan
sebagai faktor pembagi 100 % dari tunjangan sertifikasi guru yang dibayarkan.
Artinya bila guru tersebut bisa memenuhi kewajiban 24 jam mengajar perminggu
maka dia berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi guru 100 % kali gaji
pokoknya. Bila guru tersebut tidak bisa memenuhi jam mengajar 24 jam perminggu,
misalnya hanya bisa 20 jam perminggu atau kurang maka jumlah jam tersebut
dibagi 24 jam mengajar kali gaji pokoknya sehingga bila misalnya hanya 20 jam
mengajar perminggu berarti tunjangan sertifikasi guru yang diperolehnya sebesar
20/24 X 100 X gaji pokoknya. Dengan demikian maka guru bersertifikat walau
tidak bisa memenuhi kewajiban 24 jam mengajar perminggu masih tetap bisa
mendapat tunjangan sertifikasi guru walau jumlahnya berkurang. Kondisi ini
lebih bijak dan bisa mendukung peningkatan kualitas pendidikan terutama di
pedesaan. Dan yang lebih penting lagi adalah guru tidak perlu lagi stres
mencari 24 jam mengajar perminggu.
Salam reformasi
Rahmad Daulay, ST
17 februari 2014.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar