Sebagian besar prediksi
menggambarkan pemilu 2014 masih akan didominasi oleh politik uang. Politik uang
bukan hanya akan ditawarkan oleh para oknum politisi busuk tapi juga sangat
diharapkan atau bahkan sangat diwajibkan oleh sebagian rakyat. Walau tak
didukung oleh data namun sebagian besar pemilih akan memandang sebelah mata
terhadap kontestan pemilu 2014 yang hanya akan bermodal visi misi tanpa menabur
uang.
“kapan lagi kita menguras uang
mereka, toh selama ini mereka telah menguras uang kita sebagai rakyat. Terima
saja semua pemberian mereka siapapun yang akan datang memberi, masalah pilihan
itu soal lain” Demikian kira-kira uangkapan sinis sebagian rakyat terhadap
calon wakil rakyatnya.
Kenyataan ini sudah memaksa para
calon wakil rakyat yang bertype baik untuk ikut-ikutan bermain politik uang dan
itupun belum tentu menang. Tentu ini akan sangat merugikan kita semua karena
bila para calon wakil rakyat yang masih baik ini telah ikut-ikutan maka tentu
mereka akan sama saja dengan para politisi busuk itu, akan sibuk mengembalikan
modal politiknya dan mengesampingkan rakyat yang harus diperjuangkannya.
Kalau boleh dikatakan bahwa
setiap momentum pemilu adalah saat di mana rakyat membalaskan dendamnya dengan
menguras uang para calon wakil rakyat. Kenapa harus begitu ? Karena pengalaman
membuktikan bahwa siapapun calon wakil rakyat yang terpilih toh nasibnya takkan
pernah berubah. Jalan becek depan rumahnya tetap akan becek terus. Saluran air
sawahnya yang rusak tetap akan rusak terus, kalaupun diperbaiki bukan karena
peranan wakil rakyat yang menampung aspirasinya tapi karena adanya dana PNPM.
Listrik di kampung mereka takkan pernah disambungkan. Desa mereka akan terus
terisolir. Banjir masih harus mereka alami. Dan demikian seterusnya berbagai
bentuk apatisme rakyat yang akan sangat mempengaruhi perilaku politik rakyat
pada pemilu 2014. Hampir tidak ada lagi tokoh calon wakil rakyat yang mereka
percayai. Jangankan untuk dipercayai, untuk dikenal rakyat saja sudah berat.
Sebagian besar gambar pada poster dan spanduk ternyata tidak dikenal baik oleh
rakyat. Para politisi sebagian besar sudah teralienasi dari rakyatnya. Para
wakil rakyat kehabisan akal dan kehabisan cara untuk memperkenalkan dirinya
apada rakyat. Sedangkan rakyatpun tidak punya niat untuk memperdalam informasi
tentang para calon wakil rakyat yang terpampang pada spanduk dan poster. Sementara
itu para calon wakil rakyat sangat butuh suara, dan rakyat sangat butuh duit
untuk makan dan keperluan sehari-hari. Di sini situasi kondisi menemukan titik
temunya, bersatunya kepentingan dan kebutuhan pada titik sentral yang bernama
politik uang.
Jangankan rakyat miskin, rakyat
kelas menangahpun akan silau pada yang namanya uang. Bayangkan bila calon
anggota DPR, calon anggoya DPRD propinsi, calon anggota DPRD kabupaten/kota dan
calon anggota DPD masing masing 3 orang, berarti berjumlah 12 orang, oknum
tersebut menawarkan jasa transportasi pencoblosan sebesar Rp. 100 ribu perorang
sehingga total berjumlah Rp. 1,2 juta. Bagaimana kalau masing-masing yang
menawarkan jasa lebih dari 3 orang ? Bagaimana kalau lebih dari Rp. 100 ribu ?
Bayangkan hiruk pikuk panen raya yang akan dinikmati oleh rakyat pada waktu
pesta demokrasi pemilu 2014. Dan bayangkan bagaimana nasib para politisi bersih
yang tidak ikut-ikutan bermin politik uang, masihkah akan ada yang memilih
mereka ?
Nah, di sini kompetisi dimulai,
kompetisi permainan politik uang dengan permainan bersih. Permainan politik
uang dilengkapi dengan modal yang luar biasa besar dan sukarelawan yang siap
bergerak oleh mesin uang. Sedangkan permainan bersih berjalan tertatih-tatih
dan tidak terorganisir, bahkan cendrrung mendapat cibiran.
Namun harapan harus terus
ditumbuhkembangkan. Harus ada rekayasa sistematis dan pikiran cerdas untuk
mendukung dan memenangkan para politisi bersih.
Bila kita coba menerawang ke dalam
hati sanubari rakyat, ternyata di bilik hati mereka yang terdalam masih
memimpikan para ratu adil untuk hadir di bumi nusantara ini. Gegap gempita dan
euforia dukungan atas kemenangan Jokowi-Ahok di Jakarta membuktikan hal ini.
Inilah secercah harapan untuk mendukung para politisi bersih memenangkan pemilu
2014.
Bagaimanapun juga kebutuhan
rakyat akan kebutuhan sehari-hari yang bisa diatasi dengan uang dari politik
uang takkan bisa terhapuskan. Biarkan saja semua itu terjadi karena itu bukan
inti masalah. Inti masalahnya adalah kepada siapa rakyat akan menjatuhkan
pilihan. Harus ada propaganda terhadap rakyat untuk bagaimana tetap mengambil
semua uang yang ditawarkan tapi pilihannya tetap pada yang terbaik dan terbersih.
Karena pemilu 2014 adalah taruhan 5 tahun ke depan. Propaganda ini tidak mudah
diterapkan karena budaya luhur rakyat terutama di pedesaan masih sangat
menjunjung tinggi balas jasa dan menjunjung tinggi komando pemimpin informal seperti
tokoh adat dan tokoh agama. Akan ada rasa berdosa di hati rakyat bila telah
menerima uang namun tidak mencoblosnya, sampai-sampai ada rakyat yang menerima
uang dari banyak pemberi dan waktu pencoblosan rakyat tersebut mencoblos semua
nama orang yang telah memberinya uang.
Di sini diperlukan kelihaian dari
kelompok pendukung politisi bersih untuk bermain dengan menggunakan semua
potensi yang ada.
Potensi pertama adalah tokoh
populer. Para tokoh populer seperti Jokowi, Ahok, Dahlan Iskan, Abraham Samad
dan lainnya, para tokoh agama seperti Din Samsuddin, Safii Maarif, Hasyim
Muzadi dan didukung oleh para tokoh dari semua lapisan harus menjadi provokator
mendukung program AUPTHN (ambil uangnya pilihan tetap hati nurani). Para tokoh
ini harus bekerja keras mempropagandakan dan mematahkan balas jasa atas politik
uang ini. Mereka harus menjadi icon pilih politisi bersih.
Potensi kedua adalah media massa
seperti media elektronik, media cetak dan internet. Mereka harus menyediakan
ruang dan waktu yang mencukupi secara gratis untuk propaganda ini.
Potensi ketiga adalah pertemuan
rutin keagamaan dan kemasyarakatan sebagai wahana propaganda mendukung politisi
bersih seperti khutbah Jum’at dan lainnya. Sakralitas aktifitas menjadi magnet.
Potensi keempat adalah fatwa
keagamaan. Belum ada fatwa yang keras dan menakutkan yang diterbitkan tentang
politik uang ini. Bila dibandingkan mana yang lebih menakutkan antara makan
daging babi bagi yang muslim dengan makan uang hasil politik uang maka sudah
bisa dipastikan takkan ada rakyat yang beragama muslim mau makan daging babi
tapi makan uang dari politik uang ternyata masih dianggap biasa saja. Di sini
perlu ada fatwa yang berstadium tinggi bahwa politik uang dengan memilih
politisi busuk hukumnya haram, tapi politik uang dengan pilihan tetap sesuai
hati nurani hukumnya makruh.
Potensi kelima adalah sekretariat
organisasi massa vertikal dari pusat sampai ke desa. Sekretariat ini bisa
menjadi tempat propaganda politik bersih, minimal memasang poster dan spanduk
para tokoh populer di atas.
Selain propaganda mendukung
politisi bersih, para calon wakil rakyat yang merasa dirinya bersih harus
memberanikan diri untuk tidak lagi mengikuti arus permainan politik uang. Rakyat
harus diberi kepastian yang mana politisi busuk dan mana politisi bersih.
Taruhan ini harus tegas. Para politisi bersih juga harus memperkenalkan dirinya
dan minimal lewat brosur yang dibagikan door to door minimal berisikan latar
belakang pendidikan, organisasi, pekerjaan dan visi misi. Biasanya rakyat akan
mengasumsikan kualitas pribadi dengan latar belakang pendidikannya dan
mengasumsikan kulitas bersihnya dari organisasi yang diikutinya.
Satu hal lagi yang perlu
dilakukan adalah menetralisir peranan para broker suara. Para broker suara ini
sangat berperan besar dalam mengorganisir pilihan rakyat. Penetralisiran ini
membutuhkan seni tersendiri karena keuntungan besar yang mereka peroleh selama
pemilu tentu tak bisa diimbangi dengan cara serupa.
Salam refromasi
Rahmad Daulay
13 desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar