Kemaren UU tentang desa disahkan,
hiruk pikuk dari pendukung pembentukan UU desa ini tentu gegap gempita, seperti
hiruk pikuk pada tahun 1999 ketika UU Otonomi Daerah disahkan.
Hati saya bergemuruh ketika
melihat bahwa UU Desa disahkan. Sebagai individu yang banyak bersentuhan dengan
desa dan lingkungannya, saya jadi merinding membayangkan segala macam ekses
negatif yang kini melanda pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kota) akan
berpindah ke desa dengan segala macam metamorfosanya. Walaupun pada sisi yang
lain UU Desa ini akan memberi harapan kehidupan desa yang lebih baik kalau
dikelola dengan baik namun dalam hati saya perbandingan antara optimisme dan
apatisme lebih besar pada apatisme, walaupun saya berkeinginan unsur optimisme
yang menjadi pemenang.
Saya mencoba memulai dari unsur
optimisme. Letak pertama keoptimisan saya adalah bahwa peraturan yang telah
dilahirkan masih pada level UU, sedangkan peraturan turunannya seperti
peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan daerah
masih belum ada. Semua peraturan turunan ini, terutama pada tingkat peraturan
menteri dan peraturan daerah sangat diharapkan untuk menjadi sebuah sistem
untuk membuat desa berjalan pada rel dan ruh serta suasana kebatinan pembentukan
UU desa. Bagaimanapun juga UU desa akan tetap di bawah pengaruh UUD 1945 yang
mana tujuan pembentukan pemerintahan desa dalam payung hukum UU desa ini harus
mendukung tujuan kemerdekaan terutama memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Semua
peraturan turunan dari UU desa harus mampu menjaga secara sistemik agar
perjalanan pemerintahan desa tidak lari atau malah berlawananan arah dengan
tujuan kemerdekaan tersebut. Untuk itu maka perlu dilakukan pemetaan dan
pendataan potensi masalah yang akan terjadi dengan melakukan workshop tertutup
berjenjang mulai dari bawah yaitu workshop tertutup intern pemerintah
kabupaten/kota pada unsur terkait dengan semua camat di bawahnya. Hasil
workshop tertutup ini dibawakan ke forum pemerintah provinsi dan seterusnya
dibawakan ke forum tingkat menteri dalam negeri serta kementrian terkait
lainnya. Ini penting mengingat pengalaman negatif dalam menjalankan roda
pemerintahan daerah harus menjadi pelajaran yang sangat mahal dalam
mengantisipasi munculnya permasalahan yang sejenis di tingkat pemerintahan
desa.