Sebagai salah satu wujud otonomi
daerah maka pengelolaan dana pendidikan yang bersumber dari APBN yang
diperuntukkan ke pemerintah daerah yang biasa dikenal dengan dana DAK (dana
alokasi khusus) bidang pendidikan dikelola langsung oleh Dinas Pendidikan Pemda.
Dalam penggunaan dananya dengan dipandu oleh petunjuk teknis yang diterbitkan
oleh Menteri Pendidikan. Petunjuk teknis ini sangat mengunci pembelanjaan
anggaran dana DAK baik itu untuk infrastruktur pendidikan berupa rehabilitasi
gedung dan isinya, belanja buku, alat peraga, alat olah raga dan buku panduan
guru semuanya dikunci dalam petunjuk teknis.
Dana DAK ini salah satu fungsinya
adalah membantu dana pemda dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan
prasarana pendidikan mulai dari pendiidkan dasar sampai pendiidkan menengah
umum maupun menengah kejuruan. Dalam arti kata mengurangi pusingnya kepala
dinas pendidikan pemda dalam memikirkan sumber-sumber pembiayaan pengadaan
sarana prasarana pendidikan. Mahalnya biaya sarana prasarana pendidikan tentu
akan membuat pening kepala para kepala dinas pendidikan pemda dan para kepala
sekolah. Maka keberadaan dana DAK bidang pendidikan bersumber dari APBN yang
dibagikan ke pemerintah daerah ini sudah barang tentu merupakan hal yang sangat
menggembirakan bagi pemerintah daerah terutama kepala dinas pendidikan pemda
dan kepala sekolah.
Namun apa daya, anugrah yang
bernama dana DAK bidang pendidikan ini ternyata harus juga membawa masalah
baru. Masalah baru itu berupa efek negatif dari tender. Hampir semua tender
pemerintah daerah yang melibatkan dana besar akan sangat menguras pikiran para
kepala dinas pendidikan pemda karena pimpro dan panitia tender berasal dari
staf dinas pendidikan pemda. Kerasnya persaingan para pengusaha dalam
memperebutkan proyek yang ditenderkan membuat mau tidak mau dan suka tidak suka
akan merembet pada stabilitas dan ketenangan bekerja di dinas pendidikan pemda.
Apalagi bila tender diduga bermasalah dan berujung pada sanggahan, sanggahan
banding dan pengaduan kepada pihak penegak hukum membuat tenaga dan waktu
kepala dinas pendidikan pemda, pimpro dan panitia tender harus terkuras habis
menghadapi masalah hukum tersebut. Sudah barang tentu kepala dinas pendidikan pemda,
pimpro dan panitia tender akan kewalahan apabila berhadapan dengan pengusaha
regional dan pengusaha nasional yang memiliki pengalaman dan jaringan yang kuat
sehingga tidak jarang para pejabat dinas pendidikan pemda tersebut bernasib
tragis di pengadilan. Paling tidak nasibnya gantung antara bebas atau terhukum
dan tidak jarang jadi ATM berjalan.
Kita coba lihat ke sisi lain.
Bahan material untuk infrastruktur gedung sekolah berupa semen dan besi
harganya standar seIndonesia. Paling banter beda 10 ribu atau 20 ribu itupun
karena biaya angkut dari ibukota kabupaten/kota ke kecamatan. Buku-buku yang
terdaftar pada petunjuk teknis semuanya memiliki harga standar seIndonesia dan
dijual bebas di semua toko buku seIndonesia, terutama toko buku swalayan
seperti toko Gramedia dan lainnya. Demikian juga alat peraga, alat olahraga dan
buku panduan guru, semuanya adalah barang pabrikan. Semuanya memiliki harga
standar nasional dan tak perlu lagi tawar menawar dalam membelinya. Nah, bila memang
demikian, kenapa harus ditenderkan???
Bila kita lihat LKPP (Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang bertanggung jawab dalam
kesuksesan tender secara nasional telah membuat program e-kataloque yang sampai
saat ini telah memuat daftar barang yang bisa dibeli secara penunjukan langsung
dengan memakai fasilitas kontrak payung antara LKPP dengan produsen atau
distributor barang tersebut. Sampai saat ini e-kataloque telah memuat berbagai
macam barang kenderaan bermotor, internet service provider, alat mesin
pertanian dan obat-obatan. Nah, tentu sudah selayaknya bila LKPP mengembangkan
juga daftar barangnya dengan peralatan bidang pendidikan tersebut seperti buku,
alat peraga, alat olahraga dan panduan guru tersebut ke dalam e-kataloque.
Hanya diperlukan pembicaraan strategis antara Menteri Pendidikan dengan Kepala
LKPP untuk kemudian ditindaklanjuti secara teknis oleh pusat perbukuan, ikatan
penerbit, produsen serta manajemen e-kataloque. Tentu tidak akan membutuhkan
waktu lama untuk merampungkan semua itu. Dan tentunya bila didukung oleh semua
pihak maka untuk APBN 2014 semua dana DAK bidang pendidikan pemda tidak perlu
lagi ditenderkan, cukup melalui penunjukan langsung dengan memanfaatkan
fasilitas e-kataloque LKPP. Tak perlu lagi ada konflik tak terurus di bidang
tender dan segala ekses negatifnya. Dan para kepala dinas pendidikan pemda dan
kepala sekolah bisa dengan tenang menjalankan tugasnya dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
18 oktober 2013.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar