Pada beberapa pemberitaan
disebutkan bahwa KTP manual akan dinyatakan tidak berlaku mulai 1 januari 2014.
Saya tidak tahu apakah para pemangku kebijakan di pusat sudah memahami dan
menguasai perkembangan dan hambatan pada penerapan E-KTP tersebut..
Pertanyaan pertama adalah apakah
sudah semua penduduk yang sudah memenuhi persyaratan telah melakukan perekaman
data e-KTP ? Banyak hal yang harus dipenuhi secara teknis agar proses perekaman
e-KTP bisa dilaksanakan dengan baik. Mulai dari listrik yang mendukung, apakah
semua kecamatan dan desa sudah dialiri listrik ? Kalaupun dialiri listrik
apakah listriknya sudah stabil dan bisa menghidupkan peralatan perekaman e-KTP
? Kenyataan menunjukkan bahwa belum semua kecamatan dan desa bisa dialiri listrik
dan kalaupun dialiri listrik ternyata masih banyak listrik yang byar pet dan
kurang daya sehingga tidak bisa menghidupkan peralatan e-KTP dengan baik. Nah,
dari sini sudah bisa disimpulkan bahwa masih banyak penduduk yang sudah
memenuhi syarat yang seharusnya sudah bisa ikut perekaman data e-KTP ternyata
karena kendala teknis tidak bisa terekam datanya. Hal ini harus diatasi dengan
penyelesaian teknis juga.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah
sudah semua penduduk yang sudah melakukan perekaman e-KTP telah mendapatkan e-KTP
? Kenyataan membuktikan bahwa belum semua penduduk yang telah melakukan
perekaman e-KTP juga sudah mendapatkan e-KTP. Dan kalaupun sudah mendapatkan e-KTP
ternyata data di dalamnya juga masih ada yang perlu diperbaiki. Harus dilakukan
pendataan yang akurat berapa lagi jumlah penduduk yang belum memperoleh
e-KTPnya dan harus diatur bagaimana mekanisme perbaikan data e-KTP tersebut.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
mekanisme pengurusan e-KTP apakah bisa diurus setiap saat ? Setiap hari selalu
saja terjadi pertambahan jumlah penduduk yang memenuhi syarat untuk memperoleh
KTP karena pertambahan umur. Tentu mereka harus memiliki e-KTP baik untuk
persyaratan pribadi maupun untuk urusan administrasi lainnya seperti pengurusan
SIM, kepemilikan kenderaan dan lainnya. Bila pengurusan e-KTP hanya bisa pada
waktu tertentu saja dan tidak setiap hari maka ini akan memacetkan kehidupan
administrasi penduduk yang bersangkutan.
Bagaimanapun juga harus dilakukan
evaluasi menyeluruh terhadap penerapan e-KTP ini, apakah sudah maksimal dari
segi kualitas maupun kuantitas. Bagaimanapun juga harapan terhadap e-KTP ini
cukup besar, mulai dari basis data tunggal kependudukan, e-KTP multiguna,
koneksi e-KTP dengan e-voting dan lainnya.
Bila diamati bahwa proses
pencetakan e-KTP tidak praktis dalam artian pencetakan tidak dilaksanakan di
kecamatan tersebut atau di kabupaten/kota tersebut. Padahal ruh dari basis data
tunggal dalah datanya yang tunggal, bukan pencetakannya. Seharusnya pencetakan
e-KTP dilakukan saja di Dinas Kependudukan Daerah sebagaimana pencetakan kartu
SIM di semua cabang samsat kabupaten/kota sehingga bisa dilakukan pengurusan
e-KTP dalam sehari sudah bisa terealisasi seperti halnya pengurusan SIM bisa
dilakukan dalam satu hari. Bila dilakukan secara sentralistik tidak akan
efisien dan bisa mengganggu mobilitas dan efektifitas kehidupan administrasi
penduduk yang bersangkutan.
Saya menilai bahwa tenggang waktu
1 januari 2014 sebagai waktu pencabutan status KTP manual harus ditinjau kembali
karena akan memacetkan administrasi sebagian penduduk. Pencabutan status KTP
manual cukup diberikan kepada penduduk yang telah memperoleh e-KTP saja. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah pembenahan, perbaikan dan evaluasi terus
menerus terhadap manajemen e-KTP harus dilakukan. Pemerintah pusat harus
memperoleh data dan keadaan yang sebenarnya tentang perkembangan e-KTP di
lapangan, jangan hanya menerima laporan tertulis yang cenderung bermanis muka.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
24 september 2013
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar