Kemdikbud menyatakan bahwa paling
lambat 2015 bagi guru yang belum memperoleh gelar kesarjanaan maka guru
tersebut akan dilarang mengajar dan akan dijadikan pegawai administrasi atau
posisi non guru lainnya. Hal ini katanya merupakan amanah dari UU nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Sebagai salah satu produk
reformasi maka terjadi pemerintahan desentralisasi yang mengakibatkan tidak
adanya mobilitas vertikal dari pemerintahan daerah ke pemerintahan pusat dengan
kata lain para pegawai daerah sampai pensiun akan tetap menjadi pegawai daerah.
Dan pegawai pusat sampai pensiun akan tetap menjadi pegawai pusat. Dengan
kondisi ini maka dikhawatirkan akan tercipta pegawai daerah yang kurang
memahami kondisi pusat dan akan tercipta pegawai pusat yang kurang memahami
kondisi daerah. Sehingga dalam penerapan sebuah kebijakan dan peraturan maka
para petinggi negara di pusat dalam keadaan ketidakfahaman kondisi daerah
mereka menjalankan sebuah peraturan yang walaupun bertujuan baik namun akibat
kendala kondisi daerah mengakibatkan tujuan baik peraturan tersebut tidak
tercapai, justru yang terjadi adalah keadaan yang lebih buruk yang tidak
terprediksi sebelumnya oleh mereka.
Saya memandang bahwa Kemdikbud
belum membaca data tentang kondisi guru persekolah seIndonesia. Kemdikbud
mungkin hanya membaca persentase guru antara guru sarjana dan guru nonsarjana. Berapa
banyak sekolah terutama SD pedesaan yang memiliki guru nonsarjana 100 % ? Itupun
karena mereka adalah penduduk setempat atau penduduk desa tetangga serta sudah
berumur mendekati masa pensiun. Bayangkan bila mereka tidak dapat meraih titel
sarjana pada tahun 2015, saya tidak bisa membayangkan siapa yang akan mengajar
di SD pedesaan yang seperti itu. Dan jumlah sekolah yang seperti ini tidaklah
sedikit. Dan tidaklah mudah untuk menempatkan guru sarjana ke sekolah seperti
itu. Kalaupun ada kesediaan, bagaimana dengan mobilitas keseharian, padahal
untuk kondisi pedesaan tidaklah mudah untuk mencari rumah kontrakan. Untuk
bolak-balik dari rumah luar desa ke sekolah juga akan memakan biaya
transportasi yang tidak sedikit dan jarak yang sangat jauh yang akan memakan
waktu yang lama untuk sampai di tujuan. Yang lebih menyedihkan adalah berapa
banyak sekolah terutama SD pedesaan yang hanya memiliki 1 orang guru PNS yang
merupakan kepala sekolah sedangkan tenaga pengajarnya 100 % adalah guru
honorer. Kondisi-kondisi seperti ini akan sangat jauh dari jangkauan dan
pantauan Kemdikbud.
Tentu dengan membaca data ini
maka Kemdikbud tentu akan lebih arif bijaksana dalam menerapkan sebuah
peraturan. Dan akan lebih arif bijaksana bila kemdikbud mengupayakan program
pendukung untuk mencapai guru 100 % sarjana pada tahun 2015 tersebut.
Banyak hal yang bisa dilakukan.
Salah satunya adalah seperti mengizinkan kuliah jarak jauh khusus guru pedesaan
terpencil. Syaratnya adalah selain pedesaan terpencil, juga di daerah yang
berdekatan tidak ada perguruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan. Hal ini
dilakukan dengan mendatangkan para dosen untuk mengajar ke desa tersebut dengan
mahasiswa para guru nonsarjana kumpulan dari berbagai sekolah dan kuliah pada
waktu sabtu minggu. Hal ini disamping tidak mengganggu jam mengajar, juga
menghemat biaya. Bisa juga dengan memberi ijin kepada perguruan tinggi yang
belum memiliki fakultas keguruan untuk diberi insentif dan kemudahan untuk
membuka fakultas baru berupa fakultas keguruan di daerah yang belum memiliki
perguruan tinggi dengan jurusan yang terpencar di beberapa daerah. Ini juga
merupakan salah satu gerakan pemerataan pendidikan tinggi untuk rakyat. Bisa
juga dengan memperluas beasiswa sarjana keguruan kepada para tamatan SMU terbaik
pedesaan untuk ikatan dinas yang apabila telah selesai pendidikannya wajib
mengajar di desanya.
Ada baiknya Kemdikbud mengkaji
secara mendalam rencana guru sarjana 100 % tahun 2015 tersebut dengan
mengumpulkan data kondisi persekolah seIndonesia. Salah satu yang harus dikaji
adalah seandainya program tersebut dijalankan maka ada berapa ratus sekolah
yang akan macet proses belajar mengajarnya karena ketiadaan guru sarjana. Bagaimanapun
juga program guru sarjana 100 % tahun 2015 adalah bertujuan baik, dan kita
mendukung sepenuhnya tujuan baik tersebut. Namun kita juga tidak mendukung
apabila tujuan baik tersebut ternyata menimbulkan masalah baru.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
31 juli 2013.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar