Preman identik dengan kekerasan, keamanan, kriminal,
urbanisasi, tato.
Preman hadir pada umumnya di
wilayah yang tidak terjangkau oleh negara selama 24 jam. Preman ada di jalanan,
bukan di perkantoran. Preman eksis secara riel di lapangan. Sepanjang yang saya
tahu preman menguasai pengamanan areal tertentu seperti parkir, hiburan, pusat
perbelanjaan, pasar dll.
Preman sering berkelompok, yang
pada umumnya berbasis kedaerahan dan sebagai efek urbanisasi. Berbicara
urbanisasi maka kita bicara tentang lapangan pekerjaan. Daerah asal hanya
menjanjikan pekerjaan bertani, berladang dan dagang kelas kampung. Dan ini
bukan pekerjaan yang bergengsi. Maka para putra daerah ini mencoba mengadu
nasib ke kota. Bagi yang memiliki keterampilan mereka bisa bekerja di sektor
riel formal. Bagi yang hanya modal nekad mereka siap bekerja dengan modal
keberanian. Di kota bagi yang tak memiliki keluarga, mereka akan mencari
komunitas sedaerah. Bergabunglah mereka dengan kelompok-kelompok kedaerahan.
Bagi yang kebetulan bergabung dengan kelompok berbasis preman, maka merekapun
terpaksa mempremankan dirinya. Yang tak pernah perkelahi terpaksa harus belajar
berkelahi. Demikian seterusnya preman tumbuh subur seiring dengan urbanisasi
dan minimnya lapangan pekerjaan di desa.
Saya lebih tertarik dengan eksistensi
preman di bidang pengamanan dan parkir. Negara sudah memiliki organisasi yang
bertanggung jawab di bidang keamanan yang memiliki struktur dari pusat sampai
ke tingkat desa. Negara juga sudah memiliki organisasi yang menangani
perparkiran yang sudah didelegasikan kepada pemerintah daerah sebagai amanah
otonomi daerah. Namun mengingat luasnya wilayah yang membutuhkan penanganan
keamanan dan parkir maka aparat keamanan tidak bisa hadir di seluruh wilayah yang
membutuhkan pengamanan. Dan instansi pemda yang menangani perparkiran tidak
bisa menangani semua jalan yang sering diparkiri kenderaan. Muncullah jasa
pengamanan nonformal yang secara riel dan nyata bisa berikan oleh preman. Dan
muncullah jasa parkir nonformal yang secara riel dan nyata ditangani oleh
preman. Dan keributan sering muncul akibat dari rebutan lahan antar kelompok
preman ini.
Saya melihat bahwa perlu dikembangkan
hubungan simbiosis mutualisma dan formalisasi wilayah keamanan dan parkir antara
organisasi negara dengan para preman dalam artian preman direkrut dan diseleksi
secara khusus oleh negara menjadi jasa pengamanan swasta perseorangan dan jasa
parkir swasta perseorangan. Preman direkrut dan diseleksi untuk kemudian
dilatih secara formal menjadi tenaga keamanan dalam bentuk yang kita kenal
selama ini sebagai satpam dan dipekerjakan dan digaji secara layak oleh pihak
yang membutuhkan jasa keamanan seperti dunia hiburan, pasar dan lainnya. Dan
bagi yang memenuhi syarat formal bisa direkrut menjadi aparat keamanan sesuai
potensinya. Ini penting untuk memutus mata rantai dan kaderisasi preman di
lapangan. Preman juga bisa direkrut dan diseleksi serta dibina untuk menjadi
jasa parkir legal berbadan usaha perseorangan dan memiliki ijin usaha perseorangan.
Legalisasi sektor yang digarap
secara nonformal menjadi sektor formal bisa meminimalkan tubuhkembangnya
preman.
Dalam skala kecil, benih-benih
preman sudah mulai tumbuh di bangku sekolah SD. Di setiap ruang kelas selain
eksistensi terbaik sebagai juara kelas, juga eksis para murid bandel dan sering
tinggal kelas. Mereka eksis dan sering bertindak preman skala sekolah. Dan
mereka juga sering menjadi promotor tawuran antar sekolah. Mereka ini adalah
cikal bakal preman yang setelah dewasa akan pergi merantau dan bergabung dengan
para seniornya di perkotaan. Kurangnya perhatian dan pembinaan terhadap para
preman cilik ini justru merupakan masalah tersendiri dalam jangka panjang.
Untuk itu maka saya melihat pembinaan dini perlu dibuat dan diprogramkan
terhadap mereka. Kegiatan ekstrakurikuler perlu digiatkan untuk menjadi wadah
pembinaan meminimalisir bakat preman seperti Patroli Keamanan Sekolah, olah
raga dan beladiri, Pramuka dan lainnya.
Terlepas dari segala macam
masalah yang telah terjadi dengan preman, mereka tetap saja masih warga negara
kita, dan menjadi kewajiban negara untuk memberi pembinaan dan penghidupan yang
layak secara kemanusiaan. Dan sebagian besar preman justru akibat tekanan
keadaan atau dengan kata lain jadi preman untuk cari makan. Preman sudah jadi
profesi. Dan bakat utama mereka dalam bentuk nyali besar dan keberanian harus
diwadahi dan disalurkan menjadi sarana mencari makan secara legal formal dan
bermartabat.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
19 april 2013.
- * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar