Secara hukum, apakah seseorang
yang tidak mengetahui aturan hukum karena memang aturan hukum tersebut tidak
sampai padanya ataupun sampai secara formal maupun informal tapi tidak ada
sosialisasi terhadap aturan hukum tersebut sehingga aturan hukum tersebut tidak
terterapkan ataupun diterapkan tidak sebagaimana mestinya akan membawa pada
implikasi hukum ?
Pertanyaan ini sering terjadi
ketika lembaga pemeriksa seperti KPK, BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen
dan Inspektorat Pemerintah Propinsi / Kabupaten / Kota melakukan pemeriksaan
rutin ataupun insidentil yang menyampaikan temuan penyimpangan yang terjadi
pada suatu instansi tertentu dengan menghubungkannya dengan peraturan tertentu.
Sehingga timbul kesan bahwa ketidaktahuan tersebut menjadi alasan utama dalam
menyatakan suatu masalah menjadi sebuah temuan penyimpangan atas pemeriksaan
pada instansi tersebut.
Sebagai akibat dari otonomi
daerah yang kebablasan maka intensitas penyampaian produk hukum antar lembaga
pusat dan daerah menjadi tidak terarah. Pemerintah pusat, mulai dari presiden
(dan menterinya), lembaga tinggi negara dan pemerintah daerah menjadi seperti
sibuk sendiri dengan urusan masing – masing dan bekerja tanpa mekanisme kerja
dan hubungan antar lembaga yang rapuh. Lihat saja, berapa banyak peraturan
pemerintah pusat mulai dari UU, peraturan pemerintah, keputusan menteri,
peraturan menteri, surat
edaran menteri dan lain sebagainya yang diterbitkan setiap tahun tidak
tersampaikan dengan baik ke pemerintah daerah. Bahkan UUD hasil amandemen
sendiri banyak yang tidak tahu isinya yang terakhir yang mana. Sementara
pemerintah daerah sendiri sibuk menerbitkan perda (peraturan daerah) yang kalau
dihimpun bisa ribuan jenis dan jumlahnya tanpa perlu memeriksa apakah perda
yang diterbitkan tersebut sudah sejalan dengan peraturan yang lebih tinggi atau
tidak. Sehingga setelah dicocokkan ternyata banyak perda yang tidak sesuai
dengan aturan yang lebih tinggi dan perda tersebut dibatalkan. Ironisnya, pemerintah
daerah yang bersangkutan tidak tahu menahu bahwa perda miliknya sudah mengalami
pembatalan.
Bagi pemerintah daerah yang rajin
membuka internet dan punya inisiatif untuk mendownload peraturan dari website
terkait bisa mendapatkan informasi yang mutakhir namun tetap saja tidak bisa
mendapatkan semua informasi peraturan yang dibutuhkan. Bagaimana dengan
pemerintah daerah yang tidak punya akses internet dan tidak punya inisiatif
untuk mencari peraturan yang terkini ? Sementara mereka juga punya hak atas
informasi tersebut dan ikut terikat pada peraturan tersebut ?
Komunikasi antar lembaga
pemerintah yang seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut – larut. Di samping
menimbukan disharmoni dan inefisiensi, juga hanya akan memakan korban hukum di
tingkat menengah ke bawah karena di level tersebutlah tataran operasional
berlangsung. Kasus terakhir, Peraturan Presiden RI nomor 95 tahun 2007 tentang
perubahan ketujuh atas Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang / jasa pemerintah kami (penulis) peroleh bukan
dari jalur komunikasi resmi pemerintahan tapi lewat bantuan para kakanda dan
rekan di milis ini. Dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah kami
(penulis) peroleh tanpa sengaja karena melihatnya di toko buku gramedia.
Padahal kedua peraturan tersebut sangat penting bagi para pengambil kebijakan
di pemerintahan daerah.
Untuk
itu, perlu kiranya dibangun kembali sistem dan jaringan informasi antara
lembaga negara pusat dan daerah. Di samping komunikasi manual (surat menyurat), sudah
saatnya dibangun jaringan komunikasi berbasis elektronik / internet. Bisa
berbentuk sistem jaringan yang terkoneksi ke semua lembaga pusat dan daerah. Atau
yang paling sederhana adalah via email atau mailing list gratis yang
beranggotakan semua sekretaris jenderal lembaga negara / pusat dan sekretaris daerah
pemda. Dengan demikian, semua informasi penting terutama produk hukum yang
mengikat semua lembaga pusat dan daerah bisa tersampaikan langsung hari itu
juga via jaringan informasi berbasis elektronik / internet tersebut. Sekretariat
Negara merupakan yang paling cocok untuk menangani sistem jaringan informasi
ini.
Dan
teknologi untuk ini adalah bukan sesuatu yang asing lagi. Mahasiswa sendiri
saya rasa bisa mendesain programnya.
Malu
rasanya bernegara ini ketika akan merancang sebuah program kegiatan setiap saat
bingung mencari dasar peraturan tertentu dan sibuk mengakses internet buka
website ini itu dan download ini itu menghabiskan uang pribadi padahal gaji
yang didapat hanya cukup untuk kakus (kata Iwan Fals).
Salam
reformasi
Rahmad
daulay
30
maret 2008
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar