Telah berkembang wacana penjualan
BBM 2 harga. Ini akan menjadi masalah di lapangan. Bila dijual 2 harga, apakah
SPBU juga akan membeli 2 harga ? Tentu harus dibuat jalur yang berbeda antara
angkutan umum dan angkutan pribadi. Bagaimana dengan angkutan barang/jasa
akankah wajib membeli BBM nonsubsidi ? Bila ini terjadi akan menimbulkan
kenaikan harga bahan pokok. Bagaimana dengan para petani dan peladang serta
pekebun pedesaan yang memakai kenderaan pribadi sebagai sarana pengangkutan
hasil pertaniannya ? Tentu harga BBM nonsubsidi akan masuk pada komponen modal
pak tani dan harus diperhitungkan dalam menentukan harga jual hasil
pertaniannya.
Dan apakah BBM 2 harga akan
menjadi satu-satunya kebijakan yang akan diambil pemerintah ?
Saya melihat bahwa pemerintah
pusat terutama Kementrian ESDM tidak mengetahui kondisi riel rakyat
pengkonsumsi BBM. Mereka hanya tahu bahwa BBM subsidi dipakai oleh yang tidak
berhak yaitu kenderaan pribadi. Mereka tidak tahu bahwa banyak kenderaan
pribadi justru menjadi sarana mencari penghidupan rakyat dan menjadi komponen
modal yang menjadi salah satu faktor penentuan harga jual produk komoditi
barang/jasa terutama barang kebutuhan pokok. Dan angkutan umum juga akan
berpotensi pengembangan mata pencaharian baru berupa menjual BBM dari tangkinya
kepada kenderaan pribadi secara diam-diam tanpa bisa terawasi.
Kenaikan harga BBM walau
dijadikan 2 harga akan menimbulkan efek psikologi luar biasa bila pemerintah
hanya menjadikan kenaikan harga BBM sebagai satu-satunya kebijakan. Padahal
masih banyak instrumen lain yang bisa dipakai seperti menaikkan pajak mobil
mewah, kewajiban memakai pertamax terhadap jenis mobil mewah tertentu,
kewajiban mengembangkan dan memakai energi nonBBM terhadap konsumen energi
nonkenderaan. Membagikan solar sel kepada rakyat pedalaman. Seperti kita ketahui
industri dan pembangkit listrik juga merupakan konsumen BBM yang cukup besar.
Kenderaan sendiri mengkonsumsi BBM pada waktu terjadi kemacetan. Dan ini
tingkat konsumsi BBMnya sangat tinggi, melebihi ketika kenderaan melaju di
jalanan.
Kenaikan harga dari semua Rp.
4.500 menjadi rencana Rp. 6.000 akan sangat menggiurkan munculnya spekulan
menimbun BBM baik spekulan kelas kakap maupun spekulan kelas jerigen. Ada
baiknya kalau memang mau dinaikkan harganya dilakukan secara bertahap Rp. 250
rupiah perbulan. Bila memang akan dinaikkan sekali naik harganya sebaiknya
pengumumannya direkayasa untuk menghindari antrian panjang di SPBU. Bila
aktualnya direncanakan akan naik bulan mei maka umumkan saja ke publik bahwa
kenaikan harga akan diberlakukan bulan juli sehingga di akhir april tidak
terjadi antrian panjang di SPBU dan ketika 1 mei langsung saja berlakukan
kenaikan harga BBM tanpa harus menyaksikan antrian panjang BBM.
Namun saya punya pemikiran lain.
Batalkan saja BBM 2 harga tersebut. Namun ciptakan nama dan jenis baru BBM
seharga Rp. 6.000. Untuk semula premium Rp. 6.000 beri nama Pertamax Medium
campuran 2/3 bensin dan 1/3 pertamax. Sedangkan untuk solar Rp. 6.000 beri nama
Solar Plus dengan perbaikan kualitas. Tentunya BBM jenis baru seharga Rp. 6.000
ini akan membawa konsekuensi penambahan sarana prasarana infrastruktur namun
ini akan lebih aman dibanding BBM 2 harga dengan nama yang sama. Hanya saja
untuk BBM subsidi diberikan bukan hanya untuk sarana transportasi umum tapi
juga untuk transportasi barang dan jasa termasuk kenderaaan pribadi pak tani
yang berplat hitam.
Bila kenaikan harga BBM ini tidak
didahului oleh instrumen lain maka percayalah reaksi negatif bersifat psikologi
massa akan sangat dominan dan akan menghiasi hari-hari yang panjang dan ongkos
sosial yang tidak murah. Dan ini akan berpengaruh pada elektabilitas
partai-partai berkuasa.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
19 april 2013.
- * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar