Apa hubungan pajak dan swa sembada pangan ?
Salah satu objek yang dikenakan
pajak adalah tanah. Kalau di atas tanah ada bangunan maka pajaknya dinamai
pajak bumi dan bangunan yang biasa disingkat pajak PBB.
Banyak kepemilikan tanah tidak
terdata dengan baik. Banyak tanah pribadi yang dibiarkan kosong begitu saja
atau dengan kata lain menjadi lahan tidak produktif.
Sementara pada pemberitaan di
media elektronik disebutkan bahwa 100 % komoditi pertanian ternyata diimpor.
Sudah waktunya dipikirkan
berbagai cara paksaan untuk menghapus impor komoditi pertanian menuju
swasembada pangan.
Salah satu caranya adalah dengan
memberikan denda pajak atas kepemilikan tanah yang menjadi lahan tidak
produktif. Berikan denda 33 % terhadap seluruh kepemilikan tanah tidak
produktif. Setiap pembayaran pajak tanah harus disertakan foto lahan tanah
tersebut yang diketahui/ditandatangani oleh kepala RT/RT/kepala lingkungan.
Apabila foto menunjukkan bahwa tanah kepemilikannya tidak ditanami apa – apa
dan hanya ditumbuhi rumput ilalang atau tandus maka pajak tanahnya dikenakan
denda 33 %.
Tentunya masyarakat tidak akan
mau mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar denda 33 % tersebut. Mereka akan
berusaha menanami tanahnya dengan komoditi apa saja. Dan itu seharusnya tidak
sulit. Apa susahnya menanami ubi, jagung, tebu, tinggal tancapkan saja ke
tanah, selesai. Namun akan lebih baik apabila proses penanaman lahan tidak
produktif ini dibimbing oleh para penyuluh pertanian yang ada di daerah.
Pemilik tanah tidak harus mengerjakan sendiri bercocok tanamnya, bisa saja
menyewakan tanahnya pada orang lain dengan sistem bagi hasil.
Dan ini harus diikuti dengan
perbaikan sistem informasi perpajakan terintegrasi. Masih banyak kepemilikan
tanah yang belum bersertifikat tanah, terutama di pedesaan. Harus ada program
gratis pengurusan sertifikat tanah sampai ke pedesaan dengan melibatkan aparat
pemerintahan desa dan datanya dibuat secara online agar pemerintah pusat bisa
mengakses dan menganalisis datanya.
Bayangkan apabila 10 % saja tanah
nusantara dipakai untuk bertani dan berladang, saya rasa jangankan untuk
swasembada pangan, untuk menjadi negara pengekspor komoditi pertanianpun kita
siap.
Pertanian sehat negara kuat.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay.
16 juni 2011.
* * *.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar