Percayalah, contek masal adalah
hal yang biasa, bukan hanya milik para pelajar, kita – kita yang merasa
berpendidikan tinggi dan mengaku intelektual juga pernah merasakan nikmatnya
mencontek.
Yang luar biasa adalah kenapa
ketahuan dan dipublikasikan secara bombastis di media elektronik.
Dalam menanggapi kasus contek
masal pada ujian nasional di salah satu kota
besar, seorang pakar pendidikan nasional menyayangkan kejadian tersebut dan menyatakan
bahwa lulus tidak lulus pada ujian nasional adalah bukan tujuan. Tidak lulus
tidak masalah demikian katanya. .
Lulus tidak lulus adalah hal
biasa merupakan tradisi dan kebiasaan di perguruan tinggi, tidak bisa
dipaksakan pada pendidikan dasar dan menengah. Pada perguruan tinggi, jangan
tidak lulus dalam persentase kecil, tidak lulus 100 % pun bukanlah suatu
masalah. Tapi pada pendidikan dasar dan menengah, ketidaklulusan adalah perkara
besar, baik pada individu dan keluarga anak didik, nama baik sekolah dan dinas
pendidikan daerah juga nama baik daerahnya.
Kondisi rakyat sudah sedemikian
parah di segala bidang. Jangan lagi ditambah bebannya dengan hantu
ketidaklulusan ujian nasional.
Berikan saja kewenangan kepada
masing – masing sekolah untuk menentukan kelulusan siswanya melalui ujian akhir
sekolah dan rata – rata nilai persemester. Sedangkan diluluskan saja mereka
sudah tidak jelas masa depannya, apalagi tidak lulus.
Lantas, apa fungsi ujian nasional
?
Kembalikan saja peran dan fungsi
ujian nasional seperti peran dan fungsi Ebtanas zaman saja sekolah dulu dengan
beberapa modifikasi. Ebtanas dulu tidak memiliki hubungan apapun dengan
kelulusan siswa. Ebtanas hasilnya berupa NEM (nilai ebtanas murni). NEM
diperoleh dengan suasana santai, tidak mencekam dan tidak ada ketegangan baik
di kalangan siswa, guru, sekolah ataupun kepala dinas pendidikan. Hanya para
siswa yang berpacu dalam prestasi yang berusaha mati – matian untuk memperoleh
NEM setinggi –tingginya. Toh, NEM tinggi waktu itu tidak mempengaruhi kelulusan
pada PMDK ataupun UMPTN. Tapi NEM tinggi merupakan prestasi dan prestise.
Biasanya pemilik NEM tertinggi di daerahnya mendadak menjadi selebriti dadakan.
Sekarang bagaimana ?
Biarkan saja UN (ujian nasional)
berjalan wajar apa adanya dengan tanpa memberikan hubungan apapun dengan kelulusan
siswa. Berikan kewenangan kelulusan kepada sekolah dengan mempertimbangkan
nilai ujian akhir sekolah dan rata – rata nilai persemesternya. Sedangkan peran
dan fungsi UN diberikan hubungan langsung dengan PMDK dan jalur khusus pada
semua perguruan tinggi milik negara (PTN dan kedinasan seperti Akademi TNI,
STPDN, STAN dan lainnya). Dengan mengkaitkan hasil nilai UN dengan PMDK dan
jalur khusus pada perguruan tinggi milik negara maka tentunya hasilnya akan
jauh lebih maksimal daripada mengkaitkan nilai UN dengan ketidaklulusan.
Mengkaitkan nilai UN dengan PMDK
dan jalur khusus perguruan tinggi milik negara berarti kita memberi perhatian
kepada para SISWA TERBAIK BANGSA.
Tapi bila kita mengkaitkan nilai
UN dengan ketidaklulusan siswa berarti kita memberi perhatian kepada para SISWA
TERBURUK BANGSA.
Bila perlu, dana DAK dan BOS
Kemendiknas sebagian dialokasikan dalam bentuk beasiswa kepada seluruh siswa
pada tingkatan 25 % nilai terbaik pada seluruh kecamatan dengan syarat bila
mereka berasal dari keluarga tidak mampu.
Pendidikan sehat negara kuat.
Salam reformasi.
Rahmad Daulay
16 juni 2011.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar