Dalam beberapa kali dialog antar
kandidat calon kepala daerah pemilukada yang dilakukan oleh TV swasta terlontar
pertanyaan menarik, terakhir dilontarkan oleh Ramlan Surbakti, dosen
Universitas Airlangga Surabaya pada dialog antar kandidat calon walikota Surabaya . Pertanyaan
tersebut adalah : “Bagaimana politik anggaran yang akan dilakukan mengingat
lebih dari 50 % anggaran APBD merupakan gaji dan belanja pegawai ?”. Hampir
semua kandidat menyatakan akan memaksimalkan penerimaan anggaran. Belum ada
yang menyatakan akan memangkas belanja pegawai apalagi memangkas gaji PNS, yang
tentu apabila ini dilontarkan akan mengurangi dukungan suara dari kalangan PNS
dan keluarganya.
Rasanya kurang enak mendengar
lebih dari setengah anggaran APBD habis untuk gaji dan belanja pegawai. Berarti
hanya kurang dari setengah untuk pembangunan, atau dengan kata lain, kurang
dari setengah untuk rakyat non PNS.
Lantas, bagaimana jalan keluarnya
???
Perlu dilakukan pemangkasan
jumlah PNS. Pemangkasan pegawai negara sudah beberapa kali dilakukan di
beberapa BUMN dan hasilnya cukup efektif untuk meningkatkan produktifitas
perusahaan. Memang birokrasi bukan perusahaan tapi harus diingat bahwa
birokrasi perlu produktifitas, efektif dan efisien. Dengan memangkas jumlah PNS
maka persentase anggaran pembangunan untuk rakyat bisa ditingkatkan. Menurut
saya persentase pembangunan untuk rakyat minimal 70 %, sedangkan gaji dan
belanja pegawai cukup maksimal 30 % saja.
Tentunya pemangkasan jumlah PNS ini yang biasa disebut pensiun dini harus
dengan pesangon. Paling tidak pesangon tersebut sama dengan jumlah gajinya pada
sisa masa aktifnya sebagai PNS.
Dari mana dana untuk pesangon pensiun dini tersebut ?
Kenapa bingung ? Toh pemerintah tidak bingung waktu memberi dana talangan
550 trilyun kepada perbankan pada tahun 1998 dulu, atau 6,7 trilyun untuk abang
century. Bila memang berniat baik dan bertujuan untuk meningkatkan
produktifitas birokrasi harusnya dana ini bisa dipikirkan sumbernya.
Bagaimana agar pesangon pensiun dini tersebut tidak dibelanjakan secara
konsumtif dan langsung habis begitu saja sementara gaji sebagai PNS sudah tidak
ada lagi sementara gaji pensiunan baru bisa diperoleh menunggu masa pensiun
yang sebenarnya tiba ?
Di sini arti penting selektifitas pensiun dini. Program pensiun dini harus memiliki persyaratan
yang cukup ketat. Bila bertujuan untuk meningkatkan produktifitas maka yang
boleh mengajukan diri untuk pensiun dini adalah para PNS yang sudah tidak
produktif lagi ditinjau dari prestasi, kinerja dan psikotest. Dan harus
diwajibkan mengajukan proposal penggunaan dana pesangon. Dana pesangon hanya
boleh direncanakan dan dibelanjakan untuk hal – hal yang produktif terutama
untuk membuka usaha. Dan pencairan dana pesangon tersebut harus dilakukan
secara bertahap sejalan dengan tahapan yang ditawarkan pada proposal penggunaan
dana tersebut.
Dengan demikian maka pensiun dini ini akan mengurangi jumlah PNS yang sudah
tidak produktif, mengurangi beban anggaran APBD untuk gaji dan belanja pegawai,
juga bisa membuka lapangan kerja usaha baru.
Dalam beberapa dialog informal dengan rekan – rekan PNS senior yang sudah
tidak produktif lagi ditinjau dari kemampuannya menjalankan administrasi dan
teknis birokrasi, ternyata mereka cukup piawai dan punya visi bisnis yang cukup
bagus, terutama pada bisnis perkebunan dan peternakan.
Dan saya yakin dan percaya bahwa program pensiun dini ini jauh lebih ampuh
daripada program remunerasi dalam meningkatkan produktifitas birokrasi
Salam reformasi
Rahmad Daulay
4 juni 2010
* *
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar