Bila kita bedah anatomi penempatan guru, sebagian besar guru
lebih suka bertugas di perkotaan, paling tidak di ibukota kabupaten, daripada
di pedesaan. Banyak tinjauan yang menyebabkan kondisi yang seperti itu, mulai
dari suasana sosial, keluarga dan fasilitas umum yang mana semuanya masih bisa
diterima secara manusiawi..
Diperlukan beberapa upaya agar para
guru bisa bertahan lama bertugas di pedesaan. Pola rekrutmen guru saat ini
masih bertumpu pada seleksi PNS daerah yang penempatannya juga diatur di daerah.
Secara perlahan tapi pasti, para guru yang ditempatkan di pedesaan mulai
mengurus pindah ke perkotaan, minimal ke ibukota kabupaten. Yang tinggal
mengajar di pedesaan hanyalah yang tidak mampu mengurus pindah atau memang
kampung halamannya berada di tempatnya mengajar.
Diperlukan pola baru rekrutmen guru di daerah yang didesain sehingga mereka bisa bertahan lama bertugas di pedesaan. Dan ini tidak mudah, apalagi menyuruh para guru berkualitas untuk mengajar di pedesaan. Para guru berkualitas lebih banyak mendapat godaan dan ajakan untuk pindah tugas ke perkotaan dan alasan utamanya biasanya untuk pengembangan diri. Perlu desain khusus sehingga para guru berkualitas bisa bertahan lama bertugas di pedesaan.
Diperlukan pola baru rekrutmen guru di daerah yang didesain sehingga mereka bisa bertahan lama bertugas di pedesaan. Dan ini tidak mudah, apalagi menyuruh para guru berkualitas untuk mengajar di pedesaan. Para guru berkualitas lebih banyak mendapat godaan dan ajakan untuk pindah tugas ke perkotaan dan alasan utamanya biasanya untuk pengembangan diri. Perlu desain khusus sehingga para guru berkualitas bisa bertahan lama bertugas di pedesaan.
Kita coba
melihat ke sisi lain. Di perkotaan banyak sarjana, baik itu sarjana
kependidikan ataupun sarjana nonkependidikan, sibuk mencari pekerjaan di dunia
swasta yang pada umumnya terbatas dan membutuhkan kompetensi yang lebih
dibanding hanya sekedar sarjana. Banyak pemikiran yang timbul untuk mengerahkan para
sarjana dalam mengembangkan pedesaan. Namun kelihatannya umpannya belum pas. Di
bidang kesehatan sedikit lebih maju dengan membuat program dokter PTT (pegawai
tidak tetap) yang berhasil membuat para dokter yang baru lulus untuk berpraktek
di pedesaan. Pola ini bisa dijadikan contoh untuk diterapkan di bidang pendidikan.
Saya melihat
bahwa walaupun para sarjana, baik itu sarjana pendidikan ataupun sarjana
nonkependidikan, lebih menyukai untuk bekerja di swasta, dikarenakan
penghasilan yang lebih tinggi, juga pada kepuasan di dalam bekerja. Namun,
akibat keterbatasan daya tampung kerja di swasta, maka para sarjana, baik itu
sarjana kependidikan maupun sarjana nonkependidikan, mulai melirik pekerjaan di
pemerintahan. Saya melihat di sini ada peluang bagaimana agar sarjana yang
belum mendapat pekerjaan yang bertahan mencari pekerjaan di perkotaan
direkayasa secara sistematis untuk bersedia bekerja menjadi guru di pedesaan.
Dan ini tidak mudah.
Bagaimana kalau
pola dokter PTT diterapkan di bidang pendidikan ???
Perlu didesain
pola rekrutmen gaya baru terhadap guru pedesaan. Saya mengusulkan agar dibuat
program GURU PTT dengan masa kerja 5 tahun. Apabila setelah 5 tahun sang guru
PTT tersebut masih bersedia mengajar 5 tahun lagi maka bisa diangkat menjadi
guru tetap. Setelah lewat masa 10 tahun maka terserah mau pindah atau terus
bertugas di pedesaan tersebur tidak masalah. Dan saya mengusulkan agar para
sarjana nonkependidikan juga diberi kesempatan untuk menjadi guru PTT. Bila
sarjana nonkependidikan bertugas di pedesaan maka di samping mengajar, mereka
juga bisa menjalankan fungsi lain seperti aktif di pemerintahan desa ataupun
penggerak pembangunan desa.
Salam reformasi
Rahmad Daulay
3 Oktober
2010
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar