Minggu, 23 Maret 2025

Pola Promosi Karir Aparatur Sipil Negara

Sejarah Pegawai Negeri Sipil jauh lebih tua dari umur negara Republik Indonesia. Dimulai pada masa penjajahan Belanda, pendirian Hoofden School (sekolah para pemimpin) antara tahun 1865 hingga 1878 sebagai awal mula pendidikan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia yag dahulu disebut ambtenaar. Pada tahun 1900, Pemerintah Kolonial Belanda mengubah Hoofden School menjadi Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau Sekolah Pendidikan Pegawai Bumi Putera yang bertujuan untuk mendidik sumber daya manusia untuk menjalankan pekerjaan birokrasi. Pada tahun 1927, OSVIA berubah menjadi Middelbaar Opleiden Schoolen voor Indische Ambtenaren (MOSVIA) yang menerima lulusan MULO (Meer Uitgebreid Lager) yang berarti Pedidikan Dasar yang lebih luas, pendidikan setingkat SMP. Setelah lulus mereka ditempatkan di pemerintahan. Sekitar tahun 1900, Pegawai Negeri Sipil pribumi sudah mencapai jumlah sekitar 1.500 orang. Pada tahun 1932, jumlahnya meningkat menjadi 103.000 orang. 

         Setelah Indonesia merdeka, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mr. Kasman Singodimedjo menyatakan bahwa Presiden Soekarno memutuskan pegawai-pegawai Indonesia dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi Pegawai Negara Republik Indonesia. Pemerintah menerbitkan UU Nomor 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian sebagai dasar hukum pengaturan Pegawai Negeri Sipil.

 Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto membentuk organisasi pegawai, yaitu Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) melalui Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia. Menurut aturan ini, Pegawai Republik Indonesia adalah Aparatur Pemerintah yang terdiri atas PNS sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 18 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan Umum (Perum), Pegawai Perusahaan Jawatan (Perdjan), Pegawai Daerah, Pegawai Bank Milik Negara, serta pejabat atau petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa. 

 Pada tahun 1974, UU Nomor 18 Tahun 1961 dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ini, Pegawai Negeri terdiri atas PNS dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). PNS sendiri dibagi menjadi PNS Pusat, PNS Daerah, dan PNS lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

           Pada era Reformasi, diterbitkan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang  Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ini, Pegawai Negeri terdiri atas PNS, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lima belas tahun kemudian, diterbitkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam UU ini, Pegawai Negeri dalam konteks pemerintahan Indonesia diganti menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2023, pemerintah menetapkan UU UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

        Pegawai Negeri Sipil di Indonesia memiliki peran strategis dalam menjalankan roda pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di pemerintah daerah, pola karir PNS sangat dipengaruhi oleh regulasi yang berlaku serta kebutuhan organisasi. Kita akan membahas pola karir PNS yang mencakup pengembangan kompetensi, promosi jabatan, hingga tantangan yang dihadapi.

Tahapan Karir PNS

Karir PNS dimulai dari tahapan paling awal, yakni seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil. Setelah lulus dari serangkaian tes, seseorang resmi menjadi CPNS dan menjalani masa percobaan selama satu tahun. Selama masa percobaan ini, CPNS dinilai kinerjanya sebelum diangkat menjadi PNS penuh. Setelah menjadi PNS penuh, karir seorang PNS umumnya akan mengikuti jalur-jalur tertentu berdasarkan golongan dan jabatan. PNS di pemerintahan terbagi menjadi beberapa golongan yang menggambarkan jenjang karir mereka. Setiap golongan memiliki tingkat (I hingga IV) yang menentukan gaji, tunjangan, dan peluang untuk promosi.

 Jalur Karir Struktural dan Fungsional

Karir PNS di pemerintahan terbagi menjadi dua jalur besar: struktural dan fungsional.

1.   Jalur Struktural: Ini adalah jalur karir untuk mereka yang memegang posisi kepemimpinan atau manajerial. Jabatan struktural umumnya meliputi kepala dinas, kepala bidang, kepala bagian atau kepala seksi. Promosi ke jabatan struktural biasanya didasarkan pada pengalaman kerja, hasil penilaian kinerja, dan pelatihan kepemimpinan yang telah diikuti.

2.   Jalur Fungsional: Jalur ini lebih mengutamakan keahlian dan keterampilan tertentu. Misalnya, jabatan fungsional di pemerintahan bisa mencakup posisi seperti guru, dokter, perencana, auditor, dan sebagainya. Dalam jalur ini, PNS tidak selalu terlibat dalam tugas-tugas manajerial, tetapi lebih berfokus pada pengembangan keahlian profesional.

Pengembangan Kompetensi dan Diklat

Peningkatan kompetensi menjadi hal penting dalam pola karir PNS. Pemerintah menyelenggarakan berbagai Diklat (Pendidikan dan Pelatihan), baik yang bersifat teknis, manajerial, maupun kepemimpinan. Selain Diklat, PNS juga diwajibkan mengikuti program pengembangan kompetensi lainnya seperti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya.

 Promosi dan Rotasi

Promosi dalam karir PNS di pemerintahan didasarkan pada kinerja, masa kerja, dan kompetensi. Selain promosi, rotasi jabatan juga sering dilakukan untuk memberikan pengalaman yang lebih luas bagi PNS dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Rotasi ini bisa terjadi antar-bidang di dalam satu instansi, atau bahkan lintas instansi di lingkungan pemerintahan. Promosi ke jabatan yang lebih tinggi tidak hanya tergantung pada prestasi kerja, tetapi juga pada tersedianya jabatan yang kosong. Karena itu, persaingan untuk menduduki jabatan struktural bisa sangat ketat, terutama untuk jabatan eselon II atau I.

 Tantangan dalam Pola Karir PNS

Beberapa tantangan yang sering dihadapi oleh PNS di pemerintahan terkait pola karir antara lain:

1.   Birokrasi yang panjang: Proses promosi jabatan dan kenaikan pangkat sering kali memakan waktu yang cukup lama karena banyaknya tahapan administratif.

2.   Rotasi yang terlalu sering: Meskipun rotasi dapat meningkatkan pengalaman, terkadang terlalu seringnya perpindahan posisi membuat PNS kesulitan untuk benar-benar mendalami suatu bidang atau mengimplementasikan program kerja secara optimal.

3.   Kesenjangan kompetensi: Tidak semua PNS memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi. Hal ini dapat menghambat peluang promosi bagi PNS yang bekerja di daerah terpencil.

4.   Transparansi dalam promosi: Isu terkait transparansi dan objektivitas dalam proses promosi kadang menjadi masalah, terutama jika ada pengaruh faktor eksternal, seperti hubungan politik atau patronase.

Reformasi Birokrasi dan Pola Karir ke Depan

Dalam rangka meningkatkan kinerja PNS, pemerintah terus mendorong adanya reformasi birokrasi, termasuk di pemerintah daerah. Salah satu fokus utama reformasi ini adalah penerapan Sistem Merit, yaitu sistem yang menjamin bahwa setiap promosi dan rotasi dilakukan berdasarkan kompetensi dan kinerja, bukan karena hubungan personal atau faktor non-profesional lainnya. Pemerintah juga terus meningkatkan kualitas Diklat dan pelatihan bagi PNS, serta mendorong penggunaan teknologi dalam pengelolaan manajemen SDM, termasuk melalui aplikasi e-government yang memudahkan pengelolaan karir PNS.

             Pada UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 71 diatur tentang Pola Karir PNS. Ayat (1) menjelaskan untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun pola karir PNS yang teritegrasi secara nasional. Ayat (2) menjelaskan setiap instansi pemerintah menyusun Pola Karir PNS secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan Pola Karir Nasional. Ketentuan ini diperbaharui pada UU nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 46-48 yang mengatur tentang pengembangan talenta dan karir PNS.

             Secara lebih teknis Pola Karir PNS diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22 tahun 2021 tentang Pola Karir PNS. Pola Karir PNS harus menggambarkan kepastian arah alur karir, mendorong peningkatan kompetensi dan prestasi kerja, memberi kesempatan yang sama untuk meniti karir yang lebih tinggi. Pola Karir dapat berbentuk karir horizontal, karir vertikal ataupun karir diagonal.      

             Pola Karir PNS bisa juga berbetuk Pola Karir Nasional dan Pola Karir Instansi. Pola Karir Nasional bersifat antar Kementerian/Lembaga atau dengan Pemerintah Daerah. Pola Karir Nasional akan menjadi solusi terhadap banyaknya Jabatan Pimpinan Tinggi atau Jabatan Fungsional Ahli Utama atau Ahli Madya untuk menempuh karir yang lebih tinggi baik antar Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah ataupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

             Rencana Pengembangan Karir Tingkat Nasional disusun oleh Badan Kepegawaian Negara. Rencana Pengembangan Karir Instansi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah disusun oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing. Pada Pasal 53 disebutkan pada Ayat (1) setiap tahun instansi Pemerintah melakukan pelaporan pembinaan Pola Karir kepada Menteri PanRB dengan tembusan Badan Kepegawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara dan Komisi Aparatur Sipil Negara. Laporan ini dipergunakan sebagai pertimbangan dalam pemantauan dan evaluasi penerapan manajemen karir di instansi Pemerintah.

       Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyusun dan menetapkan Pola Karir di lingkungan instansi masing-masing paling lambat 2 tahun sejak Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22 tahun 2021 tentang Pola Karir PNS diundangkan atau paling lambat 2 tahun sejak tanggal 10 Mei 2021.

            Namun pada kenyataannya, Pola Karir belum tercermin pada saat pelaksanaan mutasi jabatan di instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah. Masih sering ditemukan dengan mudahnya seorang PNS mendadak menempati sebuah jabatan dan mendadak juga kehilangan jabatan tanpa ada alasan yang jelas. Banyak juga mantan eselon tinggi tidak tahu mau kemana melanjutkan karirnya sehingga luntang lantung tak terurus di instansi pemerintah tempatnya bekerja. Belum lagi isu tak sedap tentang jual beli jabatan membuat konsep Pola Karir ternyata hanya teori belaka tanpa ada pengawasan yang jelas terhadap penerapannya.

          Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang intens antara KepenPanRB, BKN, LAN dan KASN tentang sudah sejauh mana penerapan Pola Karir dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bila diperlukan dilakukan pengawasan menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan melakukan Audit Kinerja terhadap penerapan Pola Karir PNS agar di samping untuk mencapai pelayanan masyarakat yang maksimal juga dalam rangka pencegahan korupsi jual beli jabatan yang sering terjadi pada waktu mutasi jabatan instansi pemerintah.

 Salam reformasi

 Rahmad Daulay, ST

 23 Maret 2025.

 *   *   *                            

Minggu, 29 Desember 2024

Digitalisasi Pemilu/Pilkada Menuju Smart Election 2029

            Indonesia memerdekaan diri pada 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara dengan rakyat berjumlah 80 juta jiwa pada waktu itu memerlukan penyaluran aspirasi politik. Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 tentang Pembentukan Partai Politik. Maklumat ini diterbitkan sebagai upaya membangun demokrasi dan menata kehidupan politik Indonesia yang baru merdeka. Pada waktu itu Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengkonsolidasikan kekuasaan dan dukungan rakyat di tengah tekanan dari Belanda dan sekutunya. Di sisi lain, rakyat membutuhkan wadah untuk menyalurkan aspirasi politik dan partai politik merupakan instrumen penting dalam mengembangakan sistem demokrasi. Maklumat Wakil Presiden bertujuan untk meningkatkan partisipasi politik rakyat dengan memberikan ruang dan kesempatan kepada rakyat untuk berkumpul dalam partai pilitik untuk menyalurkan aspirasinya. Pembentukan partai politik juga menjadi wadah perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Partai politik dimanfaatkan untuk menggalang dukungan terhadap pemerintahan yang sah dan bersama-sama menghadapi ancaman dari Belanda yang ingin kembali merebut kendali atas Indonesia. Setelah Maklumat ini bermunculan beberapa partai politik seperti PNI, Masyumi, PSI dan sebagainya.

            Pemilu pertama dilaksanakan pada tahun 1955 dengan tujuan memilih anggota DPR dan Konstituante dengan partai peserta pemilu sebanyak 172 partai dan beberapa calon independen.  Pemilu kedua sampai keenam pada masa Orde Baru. Pemilu tahun 1971 diikuti 10 partai politik dan 1 Golongan Karya. Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997 diikuti 3 kontestan yaitu 2 partai politik (PPP dan PDI) dan 1 Golongan Karya. Pemilu tahun 1999 sebagai pemilu pertama di era reformasi, diikuti 48 partai politik. Pemilu tahun 2004 diikuti 24 partai politik dan merupakan pemilihan langsung pertama terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu tahun 2009 diikuti 38 partai politik. Pemilu tahun 2014 diikuti 12 partai politik. Pemilu tahun 2019 diikuti 16 partai politik dan merupakan pemilu serentak pertama di mana pemilu legislatif dan presiden dilakukan bersamaan. Pemilu tahun 2024 merupakan pemilu serentak pertama kali antara pemilu legistatif dan presiden pada tahap I dan pemilihan kepala daerah pada tahap II.

            Untuk pelaksanaan pilkada langsung pertama dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pilkada serentak pertama pada tahun 2015 dilaksanakan di 269 daerah yaitu 9 provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota. Pilkada serentak kedua pada tahun 2017 dilaksanakan di 101 daerah. Pilkada serentak ketiga di tahun 2018 pada 171 daerah. Pilkada serentak keempat tahun 2020 pada 270 daerah. Dan pilkada serentak kelima tahun 2024 pada seluruh provinsi, kabupaten dan kota.

            Sejak pemilu tahun 1955 sampai pemilu/pilkada tahun 2024 semua dilaksanakan secara konvensional, dengan melakukan pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara di bilik suara. Membutuhkan biaya dan sumber daya yang sangat besar baik dari sisi struktur penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) maupun kontestan pemilu/pilkada itu sendiri. Sifat manual dan konvensional membawa pengaruh mudahnya terjadi kesalahan baik kesalahan human error maupun kesalahan parsial maupun terstruktur sistemik dan masif. Kesalahan ini akan berujung pada pengaduan ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Biaya besar dan rawan konflik membuat kualitas pemilu/pilkada menjadi tidak sinergis dengan semangat dari Maklumat Wakil Presiden tahun 1945 dari tujuan pembentukan Partai Politik dalam mendukung pembangunan nasional dalam upaya memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Yang tak kalah pentingnya adalah kerusakan mental di kalangan masyarakat akibat politik uang yang merajalela hampir di seluruh lapisan masyarakat.

            Tingginya biaya politik, konflik sosial dan perilaku koruptif pasca pemilu/pilkada pada pemerintahan menjadi alasan utama untuk mengkaji ulang pelaksanaan pemilu/pilkada langsung. Alternatif pertama adalah dikembalikannya pemilu/pilkada dengan sistem perwakilan untuk Presiden dan Kepala Daerah serta pemilu sistem tertutup berdasarkan nomor urut calon calon yang disusun oleh partai. Ini akan kembali pada sistem pemilu/pilkada pada masa Orde Baru.

            Pertanyaannya : apakah kembali ke sistem pemilu/pilkada perwakilan akan menghapus biaya tinggi, konflik sosial dan perilaku koruptif pemerintahan ?

            Untuk penghematan biaya dari sisi penyelenggara pemilu/pilkada pada jajaran KPU dan Bawalu ya, akan terjadi penghematan besar-besaran karena proses demokrasi akan diperwakilkan pada MPR, DPR dan DPRD. Untuk penghematan dari sisi sumber daya tim sukses peserta pemilu/pilkada ya karena tidak diperlukan lagi struktur tim sukses sampai ke tingkat desa karena pertarungan terpusat di MPR, DPR dan DPRD.

            Tapi untuk penghematan biaya dari sisi kandidat pada pemilu/pilkada masih menjadi pertanyaan besar. Calon legislatif akan mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan nomor urut atas. Pemilihan calon kepala negara maupun calon kepala daerah di MPR, DPR dan DPRD tidak ada yang bisa menjamin tidak akan terjadi transaksional dan sangat tergantung pada tingkat kompetisi dan ambisi terhadap jabatan yang diperebutkan. Mekanisme ekonomi pasar sesuai hukum permintaan dan penawaran akan terjadi.

            Oleh karena itu rencana perubahan dari pemilu/pilkada langsung menjadi pemilu/pilkada perwakilan masih belum bisa menjawab tantangan biaya tinggi, konflik sosial dan perilaku koruptif pemerintahan.

            Saya sendiri memandang perlu untuk kita kaji pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/Pilkada. Kita memiliki banyak lembaga riset dan penelitian yang siap mengembangkan Digitalisasi Pemilu/Pilkada. Dengan digitalisasi maka banyak proses manual konvensional yang bisa kita hapus dan bisa menghemat biaya besar-besaran. Dengan digitalisasi kita tidak membutuhkan lagi struktur penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu dengan struktur dan sumber daya yang sangat banyak. Dengan didukung oleh operator seluler kita bisa mengembangkan kampanye online sehingga tidak dibutuhkan lagi jumlah tim sukses yang terlalu besar untuk memperkenalkan kepada masyarakat. Dengan dukungan kebijakan perbankan dengan cara pembatasan peredaran dan transaksi mata uang tunai maka volume politik uang akan jauh berkurang.

            Digitalisasi pemilu/pilkada dengan mengintegrasikan teknologi digital dalam semua tahapan pemilu/pilkada untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, keamanan, dan partisipasi pemilih. Digitalisasi pemilu/pilkada mencakup penggunaan perangkat lunak, perangkat keras, dan infrastruktur digital untuk mendukung aktivitas pemilu/pilkada mulai dari pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara. Pendaftaran pemilih elektronik dilakukan dengan menggunakan data kependudukan yang ada pada Dinas Kependudukan seluruh Indonesia. Terhadap penduduk yang belum terdaftar agar segera dilakukan percepatan pendaftaran. Data pemilih disimpan dalam sistem terpusat untuk mempermudah validasi dan mencegah duplikasi.

Pemungutan Suara Elektronik (E-Voting) menggunakan aplikasi berbasis android untuk mencatat suara pemilih secara langsung. Aplikasi dibuat sefamiliar mungkin sehingga bisa dimengerti oleh seluruh kelompok umur pemilih. Saat ini hampir seluruh kelompok umur mulai dari anak-anak yang belum sekolah sampai pada kelompok manula sudah melek teknologi pemakaian telpon seluler dan seluruh fasilitas yang ada di dalamnya.  

            Penghitungan Suara Otomatis dengan memanfaatkan perangkat lunak untuk menghitung hasil pemilu dengan cepat dan akurat. Hal ini mengurangi risiko kesalahan manusia dalam proses penghitungan manual.

            Pengawasan dan Transparansi dilakukan oleh seluruh partai maupun kontestan melalui tim IT yang terdaftar pada Bawaslu sehingga pengawasan secara online dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kecurangan secara elekronik. Juga diberikan rung kepada pemantau independen untuk melakukan pengawasan secara elektronik. Penyampaian Hasil Pemilu disampaikan kepada publik melalui platform digital yang aman dan mudah diakses.

Keuntungan yang bisa diperoleh dari Digitalisasi pemilu/pilkada :

1.    Efisiensi: Mempercepat berbagai proses pemilu, termasuk pendaftaran pemilih, pemungutan suara, dan penghitungan hasil.

2.    Keamanan: Sistem digital dapat dilengkapi dengan mekanisme keamanan seperti enkripsi, autentikasi biometrik, dan blockchain.

3.    Transparansi: Proses yang terekam secara digital memungkinkan pengawasan lebih mudah dan meminimalisasi kecurangan.

4.    Partisipasi yang Lebih Luas: Mempermudah akses bagi pemilih, terutama mereka yang berada di luar negeri atau daerah terpencil.

 

Tantangan terhaap pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/pilkada:

1.    Keamanan Data: adanya ancaman peretasan dan manipulasi sistem dan privasi pemilih yng perlu dijaga. Dibutuhkan sumber daya manusia terbaik untuk mencegah peretasan dan manipulasi sistem.  

2.    Akses Teknologi: belum semua daerah memiliki infrastruktur teknologi yang memadai. Dalam hal ini diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur teknologi IT ke seluruh pelosok negeri. Semua rakyat berhak memperoleh fasilitas teknologi telekomunikasi dan internet.

3.    Kepercayaan Publik: diperlukan kepercayaan publik terhadap kehandalan aplikasi digital yang dipergunakan. Di sini BRIN sebagai otoritas riset tertinggi bekerjasama dengan para pakar IT yang tersebar di seluruh Fakultas IT di seluruh perguruan tinggi terkemuka untuk membangun infrastuktur digitalitalisasi pemilu/pilkada berbasis android.

4.    Biaya Investasi hardware dan software: investasi biaya, peralatan dan sumberdaya manusia sangat besar namun berapapun besarnya masih jauh lebih hemat dibandingkan dengan biaya, peralatan dan sumber daya pada sistem manual konvensional.

5.    Perlu studi banding ke negara yang telah menerapkan digitalisasi pemilu/pilkada seperti India, Estonia, Brazil dan negara lainnya.

             Dengan pelaksanaan Digitalisasi Pemilu/Pilkada maka di samping penghematan biaya, peralatan dan struktur sumber daya serta minimalisasi politik uang dan perilaku koruptif pemerintahan pasca pemilu/pilkada maka yang tak kalah pentingnya adalah akan memancing SDM terbaik bangsa untuk ikut berpartisipasi menjadi kontestan pada pemilu/pilkada sebagaimana terjadi pada masa Konstituante yang berisi para putra terbaik bangsa.

            Digitalisasi pemilu/pilkada ini apabila dinilai layak untuk dikembangkan maka akan mempercepat pencapaian Indonesia Emas dan percepatan pembayaran hutang luar negeri, demokratisasi dan percepatan pemberantasan korupsi karena dengan biaya pemilu/pilkada yang hemat akan memaksimalkan putra putri terbaik bangsa untuk ikut berkompetisi dan pada akhirnya akan lebih serius dalam mengurusi negara dan mempercepat pencapaian tujuan kemerdekaan berupa mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

            Digitalisasi pemilu/pilkada menuju Smart Election 2029 bukan angan-angan belaka namun sesuatu yang sangat mungkin untuk kita capai. Digitalisasi pemilu/pilkada merupakan langkah maju dalam demokrasi dan memastikan setiap suara rakyat terlindungi dari upaya manipulasi. Teknologi digital akan menjadi pilar penting dalam mewujudkan pemilu/pilkada masa depan yang inklusif, adil dan terpercaya.

Semoga.

Rahmad Daulay

29 Desember 2024.

 ***

 

Kamis, 28 November 2024

DIGITALISASI, INTEGRASI DATA DAN AUTODEBET SOLUSI OPTIMALISASI PAJAK NEGARA

Istilah Reformasi Birokrasi sangat sering terdengar di berbagai pidato dan pemberitaan yang seringkali diucapkan oleh pejabat negara. Reformasi birokrasi adalah perbaikan sistem tata kelola pemerintahan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, tata kelola pemerintahan yang baik dan menghilangkan korupsi, kolusi, serta nepotisme. Reformasi meliputi beberapa aspek seperti penataan kelembagaan, penyederhanaan prosedur, pembinaan kapasitas sumber daya manusia, pengelolaan anggaran dan pemanfaatan teknologi informasi. Diharapkan birokrasi dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. 

Dari uraian singkat di atas ternyata di lapangan banyak mengalami kendala teknis dan operasional. Yang paling besar hambatannya adalah belum maksimalnya pemanfaatan teknologi digital, data tersekat-sekat secara sektoral dan korupsi yang makin merajalela.


Pemanfaatan teknologi digital pada praktek administrasi pemerintahan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan kualitas pelayanan publik. Teknologi digital pada pemerintahan seperti e-government, aplikasi layanan daring dan big data, pemerintah dapat mengelola data secara lebih terintegrasi, mempercepat proses administrasi dan menyediakan akses layanan yang lebih mudah bagi masyarakat. Teknologi digital mendukung pengambilan keputusan berbasis data, mengurangi birokrasi manual dan mencegah praktik korupsi melalui sistem yang lebih akuntabel. Contoh implementasi yang sudah dilakukan yaitu layanan perizinan online, sistem informasi pemerintah daerah/e-budgeting, tender online/e-procurement dan portal pelayanan publik lainnya. Pemanfaatan ini memperkuat tata kelola pemerintahan dan mendukung transformasi menuju pemerintahan digital. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

 

Pajak adalah urat nadi pendapatan negara. Pada postur APBN Tahun Anggaran 2024 dari total rencana pendapatan negara sebesar Rp2.802,3 trilyun memiliki komposisi rencana pendapatan Pajak sebesar Rp2.309,9 trilyun, rencana pendapatan bukan Pajak sebesar Rp492 trilyun dan rencana pendapatan hibah sebesar Rp0,4 trilyun. Dengan kata lain Pajak memiliki persentase 82,42 % dari rencana total pendapatan negara pada APBN Tahun Anggaran 2024.

 

Untuk memaksimalkan pendapatan negara dari sektor Pajak maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan PerPajakan, Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dari ketiga peraturan ini membagi kategori Pajak yang terdiri dari Pajak Negara dan Pajak Daerah. Selain Pajak ada lagi Retribusi Daerah. 

 

Pajak secara umum dikenakan terhadap penghasilan ataupun harta yang dimiliki oleh warga negara sebagai Wajib Pajak. Retribusi secara umum dikenakan terhadap pelayanan atau perijinan yang diterima oleh warga negara sebagai Wajib Retribusi. Setiap Wajib Pajak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

Jenis Pajak yang dikelola pemerintah pusat meliputi : Pajak penghasilan, Pajak pertambahan nilai, Pajak penjualan atas barang mewah, bea materai, Pajak bumi dan bangunan (perkebunan, kehutanan dan pertambangan) dan Pajak karbon. Sedangkan jenis Pajak yang dikelola pemerintah daerah meliputi : Pajak kenderaan bermotor, bea balik nama kenderaan bermotor, Pajak kepemilikan alat berat, Pajak bumi dan bangunan perdesaan/perkotaan, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan, Pajak bahan pakar kenderaan bermotor, Pajak barang dan jasa tertentu, Pajak rokok, Pajak reklame, Pajak makan minum, Pajak penghasil tenaga listrik, Pajak perhotelan, Pajak parkir, Pajak hiburan, Pajak sarang burung walet, Pajak air permukaan, Pajak mineral bukan logam dan batuan. Sedangkan Retribusi terdiri atas : Retribusi jasa umum (pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, parkir, pasar dan lalu lintas), Retribusi jasa usaha (penyediaan tempat usaha, penyediaan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan hasil hutan, parkir luar badan jalan dan penginapan) dan Retribusi perijinan tertentu (persetujuan bangunan gedung, penggunaan tenaga kerja asing dan pertambangan rakyat).

Dari sisi kelembagaan, Pajak Negara dikelola oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki 34 Kantor Wilayah yang berdomisili di setiap ibukota provinsi, 4 Kantor Pelayanan Pajak Besar, 29 Kantor Pelayanan Pajak Madya, 319 Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan 204 Kantor pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah pada Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan telah mengembangkan aplikasi Pajak online. Sampai saat ini sudah ada 5 aplikasi meliputi : aplikasi Pajak online e-registration, aplikasi Pajak online e-bupot unifikasi, aplikasi e-filing/e-form/e-SPT Badan, aplikasi Pajak e-faktur dan aplikasi Pajak online e-billing.

Dari semua uraian di atas bisa dikelompokkan menjadi Objek Pajak, Wajib Pajak dan Nilai Pajak. Ketiganya dihubungkan dengan mekanisme kerja penagihan dan pembayaran.

Objek Pajak terdiri dari harta (bergerak dan tidak bergerak) dan sektor usaha yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak terdiri dari orang perorangan dan badan usaha. Nilai Pajak berdasarkan perhitungan tertentu yang ditetapkan melalui peraturan yang baku dan tetap.

Pendataan Objek Pajak sampai dengan sekarang ini masih semrawut. Data tanah dan bangunan di Badan Pertanahan Nasional belum tentu sama dengan data di Badan Pendapatan Daerah. Semua instansi pemerintah mengelola data sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi ketidakefisienan dan beban biaya tinggi atas proses administrasi. Oleh karena itu kementerian Komunikasi dan Digital harus mulai melakukan penyisiran dan penataan seluruh aplikasi yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta BUMN di mana setiap jenis data yang sama harus mulai diintegrasikan dan ditetapkan siapa pemilik data induk. Konsep Satu Data Indonesia menjadi sebuah big data akan sangat mengefektifkan banyak hal. Aplikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang dikelola oleh KPK adalah salah satu aplikasi yang paling terkenal namun justru belum memakai sistem integrasi data sehingga Pejabat Negara bisa saja mengisi data yang tidak benar padahal apabila sistem integrasi data dilaksanakan maka banyak data kekayaan yang diperoleh melalui proses impor data seperti dari Badan Pertanahan Nasional (tanah dan bangunan), Samsat (kenderaan) dan tabungan/deposito pada perbankan. Oleh karena itu penataan dan pendataan Objek Pajak harus dimulai dari integrasi data dan aplikasi seluruh instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BUMN.      

Data Wajib Pajak terkumpul pada data kependudukan pada Dinas Kependudukan Pemerintah Daerah. Data yang hampir sama dikelola oleh banyak instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BUMN. Semua data yang hampir sama ini juga harus dilakukan proses integrasi data dan aplikasi menuju Satu Data Nasional. Nomor Induk Kependudukan bisa menjadi dasar dari seluruh data dan aplikasi.

Nilai Pajak akan berhubungan dengan proses kerja penagihan dan pembayaran. Bagaimana kita selama ini menagih Pajak dan Retribusi ? Apakah semua data Objek Pajak sudah dilakukan penagihan kepada Wajib Pajak ? Bagaimana cara penagihannya ? Berapa persen dari Wajib Pajak dan Objek Pajak yang dilakukan penagihan ? Dan berapa persen yang membayar tagihan ?

Kita bisa memulai dari pendataan Objek Pajak tanah, bangunan dan badan usaha. Integrasi data tanah, bangunan dan badan usaha ini memiliki satu keperluan yang sama yaitu listrik. Rekonsiliasi data tagihan listrik dan surat kepemilikan tanah dan bangunan merupakan langkah awal yang baik untuk langkah selanjutnya dalam hal integrasi data dan aplikasi. Nomor unik identitas pelanggan listrik disinkronkan dengan nomor surat kepemilikan tanah dan bangunan dan badan usaha melalui nomor induk kependudukan. Dari irisan data tersebut kita bisa melakukan optimalisasi data tanah, bangunan dan badan usaha. Seluruh Objek Pajak hasil rekonsiliasi ini dilakukan penagihan secara online melalui bantuan dari Operator Seluler dan media sosial. Hampir 90 % penduduk dan wilayah sudah terjangkau oleh jaringan internet dan semua golongan umur sudah memakai ponsel berbasis android yang memiliki fasilitas internet. Sehingga proses tagihan melalui cara konvensional sudah bisa kita tinggalkan dan ini merupakan penghematan besar-besaran karena tidak lagi memerlukan dokumen kertas tagihan dan tidak perlu lagi menggaji karyawan penagihan. Demikian juga metode pembayaran sudah seharusnya bisa dilakukan melalui pembayaran digital. Banyak metode pembayaran digital mulai dari mobile banking maupun mata uang digital. Dalam hitungan menit semua tagihan sudah bisa dibayar apabila ada niatan baik untuk membayar tagihan apapun.

Niatan baik dan kesadaran untuk membayar tagihan Pajak dan Retribusi adalah kendala sosial. Bukan dikarenakan ketidakmampuan membayar semata. Kendala sosial ini bisa diatasi dengan sanksi administrasi maupun sanksi sosial bila perlu dilakukan sanksi finansial. Contohnya pada tagihan listrik, setiap keterlambatan pembayaran tagihan listrik di atas tanggal 20 setiap bulannya dikenakan sanksi denda keterlambataan. Dan apabila tidak membayar selama 3 bulan maka akan dikenakan sanksi pencabutan layanan listrik. Apabila menggunakan meteran listrik prabayar maka apabila saldo pulsa listrik habis maka listrik akan mati dengan sendirinya.

Metode manajemen penagihan, pembayaran dan pengenaan saksi pembayaran tagihan listrik ini bisa diterapkan kepada penagihan, pembayaran dan pengenaan sanksi pembayaran tagihan Pajak dan Retribusi. Penagihan bisa dilakukan melalui aplikasi digital dan media sosial berdasarkan data base Objek Pajak dan Nilai Pajak yang ditetapkan setiap awal tahun. Penagihan secara digital bisa diatur secara berkala apakah akan dilakukan setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan. Pembayaran Pajak dan Retribusi bisa dilakukan melalui perbankan ataupun melalui mata uang digital. Terhadap pengenaan sanksi perlu dipikirkan apabila tagihan Pajak dan Retribusi pada akhir tahun yaitu pada bulan Desember setiap tahun belum dilakukan pembayaran tagihan Pajak dan Retribusi maka perlu dilakukan pengkajian secara matang untuk diberlakukannya SANKSI AUTODEBET terhadap tabungan ataupun deposito yang dimiliki oleh Wajib Pajak (orang perorang atau badan usaha) pada perbankan nasional atau swasta. Sanksi Autodebet ini memerlukan regulasi dari Pengadilan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan serta Kementerian Keuangan. Apabila sanksi autodebet ternyata Wajib Pajak merasa keberatan maka bisa melakukan komplain secara tertulis yang disampaikan secara online. Apabila komplain tidak diterima maka selanjutnya bisa dilimpahkan ke PTUN.

Kata kunci dari optimalisasi Pajak Negara adalah : digitalisasi, integrasi data dan sanksi autodebet. Bila ketiga kata kunci ini bisa diterapkan secara bertahap dengan memiliki percepatan yang terukur maka jangankan proyek makan siang gratis, bahkan hutang luar negeri yang sudah mencapai USS 427,8 milyar atau setara dengan Rp6.774,3 trilyun bisa kita lunasi dalam jangka waktu tidak sampai 10 tahun.

Semoga.    

Salam Reformasi.

Kaki Bukit Barisan.

Rahmad Daulay

28 November 2024.

***

 

Jumat, 25 Oktober 2024

MENGGAGAS BPJS PENDIDIKAN

Pendidikan memegang peranan penting dan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. Meskipun pendidikan merupakan hak dasar yang diamanahkan Undang Undang Dasar 1945 namun masih banyak hambatan untuk bisa mengakses pendidikan terutama bagi rakyat yang kurang mampu secara ekonomi. Dengan mengadopsi konsep BPJS Kesehatan yang telah berjalan kita bisa membuka diskursus dan wacana untuk mempelopori BPJS Pendidikan sebagai solusi inovatif guna menjamin akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia..

BPJS Pendidikan sebagai sebuah gagasan dalam upaya menciptakan sistem jaminan sosial di bidang pendidikan. Konsep ini terinspirasi dari keberhasilan BPJS Kesehatan dengan pola masyarakat membayar iuran secara berkala dengan besaran tertentu setiap bulan untuk mendapatkan jaminan kesehatan. BPJS Pendidikan memandang bahwa setiap warga negara pada kelompok umur 6-30 tahun memiliki akses pendidikan yang merata tanpa terkendala oleh biaya. BPJS Pendidikan bertujuan untuk memberi kepastian untuk semua golongan masyarakat terutama yang berasal dari kelompok ekonomi kurang mampu akan  tetap bisa melanjutkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Pola kerja BPJS Pendidikan menjamin kelanggengan pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tanpa mengenal situasi ekonomi yang lapang maupun yang sulit.

 Indonesia memiliki permasalahan pemerataan pendidikan yang meliputi :

1.    Akses Pendidikan : daerah pedesaan dan daerah terpencil memiliki akses pendidikan yang sangat terbatas. Banyak pelajar harus berhenti sekolah karena ketidakmampuan ekonomi untuk membayar biaya pendidikan.

2.    Biaya Pendidikan : Pemerintah telah memberikan berbagai bentuk bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar, dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS), dana alokasi khusus bidang pendidikan, sertifikasi guru pada semua jenjang pendidikan namun biaya pendidikan masih menjadi beban bagi banyak keluarga.

3.    Investasi Jangka Panjang : Pendidikan masih belum dipandang sebagai investasi jangka panjang. Melalui pendidikan kita dapat menciptakan generasi yang berdaya saing tinggi, mampu berinovasi, dan turut serta dalam pembangunan ekonomi serta sosial Indonesia. Namun kenyataannya pendidikan masih dipandang sebagai beban biaya ekonomi belum sebagai investasi.

4.    Putus Sekolah : Banyak yang terpaksa putus sekolah karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung.

 Konsep BPJS Pendidikan diharapkan dapat bekerja sebagaimana konsep asuransi pendidikan. Setiap peserta akan membayar iuran dalam jumlah tertentu setiap bulan. Dana yang terkumpul akan dikelola oleh badan khusus yang bertugas mendistribusikan bantuan biaya pendidikan bagi peserta yang membutuhkan.

 Namun BPJS Kesehatan akan menjadi beban biaya baru. Oleh karena itu  diperlukan perluasan fungsi dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimerger menjadi satu dan ditambah fungsi jaminan sosial pendidikan dengan penambahan beban iuran cukup sebesar 25 % dari iuran BPJS Kesehatan sehingga dengan pola ini BPJS Multifungsi ini akan mendukung pencapaian kesejahteraan rakyat melalui jaminan sosial kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan.

 Beberapa pola kerja yang bisa diterapkan dalam antara lain : pembayaran iuran berkala, bantuan pendidikan berupa pembayaran penuh atau sebagian dari biaya sekolah/uang kuliah/buku/ seragam, sepatu, subsidi Bantuan Iuran untuk keluarga tidak mampu, beasiswa untuk siswa/mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu dan perluasan kesempatan menikmati pendidikan tinggi dengan menambah perguruan tinggi baru di daerah sesuai potensinya.

 Gagasan BPJS Pendidikan memiliki beberapa tantangan yang tidak bisa dianggap sepele antara lain :

1.    Pendanaan yang Memadai : dana yang terkumpul harus cukup untuk mendukung kebutuhan pendidikan seluruh rakyat. Pendanaan dari BPJS Pendidikan harus bersinergi dengan pendanaan dari 20 % APBN/APBD.

2.    Koordinasi Pemerintah dengan Lembaga Pendidikan : Diperlukan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan. Semua sekolah dan perguruan tinggi harus terlibat dalam mekanisme untuk memastikan setiap peserta mendapatkan hak atas pendidikan di semua tingkatan.

3.    Akuntabilitas Manajemen : Tata kelola dana BPJS Pendidikan memerlukan transparansi dan akuntabel untuk mencegah penyimpangan atau korupsi. Pemilihan manajemen yang memiliki integritas tinggi disertai pengawasan yang ketat harus diterapkan untuk memastikan bahwa anggaran dipergunakan sesuai dengan tujuan dan visi misi.

4.    Partisipasi Masyarakat : Keberhasilan BPJS Pendidikan bergantung pada tingkat partisipasi masyarakat. Diperlukan regulasi yang menjamin bahwa seluruh rakyat secara otomatis merupakan peserta BPJS Pendidikan dan diperlukan sosialisasi terus menerus agar masyarakat memahami manfaat dan mau berpartisipasi aktif.

 BPJS Pendidikan akan membawa berbagai manfaat bagi masyarakat Indonesia seperti peningkatan akses pendidikan dengan menjadi jaminan anak-anak Indonesia bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi tanpa terkendala biaya, mencegah putus sekolah dari keluarga miskin, mendorong prestasi akademik sehingga siswa akan lebih fokus pada pembelajaran tanpa khawatir tentang masalah keuangan dan peningkatan kualitas SDM pada akhirnya akan meningkatkan daya saing.

 Menggagas BPJS Pendidikan adalah langkah revolusioner dalam mewujudkan pendidikan akan dapat diakses oleh rakyat tanpa terkendala kondisi ekonomi. Sistem jaminan sosial di bidang pendidikan akan bergerak menuju pemerataan pendidikan dan menciptakan generasi yang lebih memiliki daya saing dan kualitas percaya diri yang lebih tinggi.

 Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada dukungan politik untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terutama pasal 5 dan pasal 6 yang semula ruang lingkup jaminan sosial hanya pada bidang kesehatan dan ketenagakerjaan akan diubah menjadi kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan. Kelembagaan BPJS cukup 1 saja namun memiliki 3 fungsi yaitu jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan dan jaminan pendidikan.

 Apabila jaminan sosial ini telah meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan semua memiliki pekerjaan maka benih demokrasi dan anti korupsi akan tumbuh berkembang dengan baik dan Indonesia akan menjadi salah satu negara demokrasi terbesar yang mendukung pemberantasan korupsi. Politik biaya tinggi akan kita berantas dan politik untuk kesejahteraan rakyat akan tercapai dengan baik.

 Salam reformasi.

 Rahmad Daulay

 25 Oktober 2024.

 

* * *