Sejarah Pegawai Negeri Sipil jauh lebih tua dari umur
negara Republik Indonesia. Dimulai pada masa penjajahan Belanda, pendirian Hoofden School (sekolah para pemimpin) antara tahun 1865 hingga
1878 sebagai awal mula pendidikan Pegawai Negeri Sipil di Indonesia yag dahulu
disebut ambtenaar. Pada tahun 1900, Pemerintah
Kolonial Belanda mengubah Hoofden School menjadi Opleiding School Voor Inlandsche
Ambtenaren (OSVIA)
atau Sekolah Pendidikan Pegawai Bumi Putera yang bertujuan untuk mendidik sumber
daya manusia untuk menjalankan pekerjaan birokrasi. Pada tahun 1927, OSVIA
berubah menjadi Middelbaar Opleiden Schoolen
voor Indische Ambtenaren (MOSVIA) yang menerima lulusan MULO (Meer Uitgebreid Lager) yang berarti Pedidikan Dasar yang lebih luas,
pendidikan setingkat SMP. Setelah lulus mereka ditempatkan
di pemerintahan. Sekitar tahun 1900, Pegawai Negeri Sipil pribumi sudah
mencapai jumlah sekitar 1.500 orang. Pada tahun 1932, jumlahnya meningkat
menjadi 103.000 orang.
Setelah
Indonesia merdeka, Ketua Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mr. Kasman
Singodimedjo menyatakan bahwa Presiden Soekarno memutuskan
pegawai-pegawai Indonesia dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi
Pegawai Negara Republik Indonesia. Pemerintah menerbitkan UU Nomor 18 Tahun
1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepegawaian sebagai dasar hukum pengaturan
Pegawai Negeri Sipil.
Pada
masa Orde Baru, Presiden
Soeharto membentuk organisasi pegawai, yaitu Korps
Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) melalui Keputusan Presiden
Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia. Menurut aturan
ini, Pegawai Republik Indonesia adalah Aparatur Pemerintah yang terdiri atas
PNS sebagaimana yang dimaksud dalam UU Nomor 18 Tahun 1961, Pegawai Perusahaan
Umum (Perum), Pegawai Perusahaan Jawatan (Perdjan), Pegawai Daerah, Pegawai Bank
Milik Negara, serta pejabat atau petugas yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di desa.
Pada
tahun 1974, UU Nomor 18 Tahun 1961 dicabut dan digantikan dengan UU Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ini, Pegawai Negeri
terdiri atas PNS dan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). PNS sendiri dibagi menjadi PNS
Pusat, PNS Daerah, dan PNS lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada era
Reformasi, diterbitkan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Dalam UU ini, Pegawai Negeri terdiri atas PNS, Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Lima belas tahun kemudian, diterbitkan UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam UU ini, Pegawai Negeri dalam konteks pemerintahan Indonesia diganti
menjadi Aparatur
Sipil Negara (ASN), yang terdiri atas Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Pegawai
Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kemudian pada tanggal 31
Oktober 2023, pemerintah menetapkan UU UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur
Sipil Negara.
Pegawai Negeri Sipil di Indonesia
memiliki peran strategis dalam menjalankan roda pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Di pemerintah daerah, pola karir PNS sangat dipengaruhi
oleh regulasi yang berlaku serta kebutuhan organisasi. Kita akan membahas pola
karir PNS yang mencakup pengembangan kompetensi, promosi jabatan, hingga
tantangan yang dihadapi.
Tahapan Karir PNS
Karir PNS dimulai dari tahapan paling awal,
yakni seleksi Calon Pegawai Negeri
Sipil. Setelah lulus dari serangkaian tes, seseorang resmi menjadi CPNS dan
menjalani masa percobaan selama satu tahun. Selama masa percobaan ini, CPNS
dinilai kinerjanya sebelum diangkat menjadi PNS penuh. Setelah menjadi PNS
penuh, karir seorang PNS umumnya akan mengikuti jalur-jalur tertentu
berdasarkan golongan dan jabatan. PNS di pemerintahan terbagi menjadi beberapa
golongan yang menggambarkan jenjang karir mereka. Setiap golongan memiliki tingkat (I
hingga IV) yang menentukan gaji, tunjangan, dan peluang untuk promosi.
Jalur Karir Struktural dan Fungsional
Karir
PNS di pemerintahan terbagi menjadi dua jalur besar: struktural dan fungsional.
1. Jalur
Struktural: Ini adalah
jalur karir untuk mereka yang memegang posisi kepemimpinan atau manajerial.
Jabatan struktural umumnya meliputi kepala dinas, kepala bidang, kepala bagian
atau kepala seksi. Promosi ke jabatan struktural biasanya didasarkan pada
pengalaman kerja, hasil penilaian kinerja, dan pelatihan kepemimpinan yang
telah diikuti.
2. Jalur
Fungsional: Jalur ini
lebih mengutamakan keahlian dan keterampilan tertentu. Misalnya, jabatan
fungsional di pemerintahan bisa mencakup posisi seperti guru, dokter,
perencana, auditor, dan sebagainya. Dalam jalur ini, PNS tidak selalu terlibat
dalam tugas-tugas manajerial, tetapi lebih berfokus pada pengembangan keahlian
profesional.
Pengembangan Kompetensi dan Diklat
Peningkatan
kompetensi menjadi hal penting dalam pola karir PNS. Pemerintah
menyelenggarakan berbagai Diklat
(Pendidikan dan Pelatihan), baik yang bersifat teknis, manajerial,
maupun kepemimpinan. Selain Diklat, PNS juga diwajibkan mengikuti program
pengembangan kompetensi lainnya seperti seminar, lokakarya, dan pelatihan yang
berkaitan dengan bidang tugasnya.
Promosi dan Rotasi
Promosi
dalam karir PNS di pemerintahan didasarkan pada kinerja, masa kerja, dan
kompetensi. Selain promosi, rotasi
jabatan juga sering dilakukan untuk memberikan pengalaman yang lebih
luas bagi PNS dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Rotasi ini bisa
terjadi antar-bidang di dalam satu instansi, atau bahkan lintas instansi di
lingkungan pemerintahan. Promosi ke jabatan yang lebih tinggi tidak hanya
tergantung pada prestasi kerja, tetapi juga pada tersedianya jabatan yang
kosong. Karena itu, persaingan untuk menduduki jabatan struktural bisa sangat
ketat, terutama untuk jabatan eselon II atau I.
Tantangan dalam Pola Karir PNS
Beberapa
tantangan yang sering dihadapi oleh PNS di pemerintahan terkait pola karir
antara lain:
1. Birokrasi
yang panjang: Proses
promosi jabatan dan kenaikan pangkat sering kali memakan waktu yang cukup lama
karena banyaknya tahapan administratif.
2. Rotasi
yang terlalu sering:
Meskipun rotasi dapat meningkatkan pengalaman, terkadang terlalu seringnya
perpindahan posisi membuat PNS kesulitan untuk benar-benar mendalami suatu
bidang atau mengimplementasikan program kerja secara optimal.
3. Kesenjangan
kompetensi: Tidak semua
PNS memiliki akses yang sama terhadap pelatihan dan pengembangan kompetensi.
Hal ini dapat menghambat peluang promosi bagi PNS yang bekerja di daerah
terpencil.
4. Transparansi
dalam promosi: Isu terkait
transparansi dan objektivitas dalam proses promosi kadang menjadi masalah,
terutama jika ada pengaruh faktor eksternal, seperti hubungan politik atau
patronase.
Reformasi Birokrasi dan Pola Karir ke Depan
Dalam
rangka meningkatkan kinerja PNS, pemerintah terus mendorong adanya reformasi birokrasi, termasuk di
pemerintah daerah. Salah satu fokus utama reformasi ini adalah penerapan Sistem Merit, yaitu sistem yang
menjamin bahwa setiap promosi dan rotasi dilakukan berdasarkan kompetensi dan
kinerja, bukan karena hubungan personal atau faktor non-profesional lainnya. Pemerintah
juga terus meningkatkan kualitas Diklat dan pelatihan bagi PNS, serta mendorong
penggunaan teknologi dalam pengelolaan manajemen SDM, termasuk melalui aplikasi
e-government yang memudahkan pengelolaan karir PNS.
Pada UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Pasal 71 diatur tentang Pola Karir PNS. Ayat (1) menjelaskan untuk menjamin
keselarasan potensi PNS dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan perlu disusun pola karir PNS yang teritegrasi secara nasional. Ayat
(2) menjelaskan setiap instansi pemerintah menyusun Pola Karir PNS secara khusus
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan Pola Karir Nasional. Ketentuan ini
diperbaharui pada UU nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal
46-48 yang mengatur tentang pengembangan talenta dan karir PNS.
Secara lebih teknis Pola Karir PNS diatur dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22 tahun
2021 tentang Pola Karir PNS. Pola Karir PNS harus menggambarkan kepastian arah
alur karir, mendorong peningkatan kompetensi dan prestasi kerja, memberi
kesempatan yang sama untuk meniti karir yang lebih tinggi. Pola Karir dapat
berbentuk karir horizontal, karir vertikal ataupun karir diagonal.
Pola Karir PNS bisa juga berbetuk Pola Karir Nasional dan
Pola Karir Instansi. Pola Karir Nasional bersifat antar Kementerian/Lembaga
atau dengan Pemerintah Daerah. Pola Karir Nasional akan menjadi solusi terhadap
banyaknya Jabatan Pimpinan Tinggi atau Jabatan Fungsional Ahli Utama atau Ahli
Madya untuk menempuh karir yang lebih tinggi baik antar Pemerintah Pusat, antar
Pemerintah Daerah ataupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Rencana Pengembangan Karir Tingkat Nasional disusun oleh
Badan Kepegawaian Negara. Rencana Pengembangan Karir Instansi Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah disusun oleh Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing. Pada
Pasal 53 disebutkan pada Ayat (1) setiap tahun instansi Pemerintah melakukan
pelaporan pembinaan Pola Karir kepada Menteri PanRB dengan tembusan Badan
Kepegawaian Negara, Lembaga Administrasi Negara dan Komisi Aparatur Sipil
Negara. Laporan ini dipergunakan sebagai pertimbangan dalam pemantauan dan
evaluasi penerapan manajemen karir di instansi Pemerintah.
Pejabat Pembina Kepegawaian wajib menyusun dan menetapkan
Pola Karir di lingkungan instansi masing-masing paling lambat 2 tahun sejak
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara da Reformasi Birokrasi nomor 22
tahun 2021 tentang Pola Karir PNS diundangkan atau paling lambat 2 tahun sejak
tanggal 10 Mei 2021.
Namun pada kenyataannya, Pola Karir belum tercermin pada
saat pelaksanaan mutasi jabatan di instansi Pemerintah baik pusat maupun
daerah. Masih sering ditemukan dengan mudahnya seorang PNS mendadak menempati
sebuah jabatan dan mendadak juga kehilangan jabatan tanpa ada alasan yang jelas.
Banyak juga mantan eselon tinggi tidak tahu mau kemana melanjutkan karirnya
sehingga luntang lantung tak terurus di instansi pemerintah tempatnya bekerja.
Belum lagi isu tak sedap tentang jual beli jabatan membuat konsep Pola Karir
ternyata hanya teori belaka tanpa ada pengawasan yang jelas terhadap
penerapannya.
Oleh karena itu, diperlukan
komunikasi yang intens antara KepenPanRB, BKN, LAN dan KASN tentang sudah
sejauh mana penerapan Pola Karir dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Bila diperlukan dilakukan pengawasan menyeluruh oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dengan melakukan Audit Kinerja terhadap penerapan Pola Karir PNS agar di
samping untuk mencapai pelayanan masyarakat yang maksimal juga dalam rangka
pencegahan korupsi jual beli jabatan yang sering terjadi pada waktu mutasi
jabatan instansi pemerintah.
Salam reformasi
Rahmad Daulay, ST
23 Maret 2025.
* * *